Presiden Perpanjang Status Pandemi Nasional COVID-19, Apa Akibatnya?

Minggu, 02/01/2022 18:29 WIB
Presiden Jokowi. (Istimewa)

Presiden Jokowi. (Istimewa)

Jakarta, law-justice.co - Presiden Jokowi menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2021 yang memperpanjang status pandemi nasional COVID-19. Keppres ini untuk menindaklanjuti perintah Mahkamah Konstitusi (MK). Lantas apa akibatnya?

Keppres itu bernama Keputusan Presiden tentang Penetapan Status Faktual Pandemi Covid-19 di Indonesia. Keppres ini meneruskan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19, serta bencana nonalam berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran COVID-19 Sebagai Bencana Nasional.

Keppres 24/2021 itu guna memberikan kepastian hukum mengenai belum berakhirnya pandemi Covid-19. "Menetapkan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID- 19) yang merupakan Global Pandemic sesuai pernyataan World Health Organization secara faktual masih terjadi dan belum berakhir di Indonesia," demikian bunyi Keppres Nomor 24/2021 yang dilansir website Setneg, Minggu (2/1/2022).

Lalu apa akibatnya? Yaitu:

1. Pemerintah melaksanakan kebijakan di bidang keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 atau yang biasa dikenal dengan Perppu Corona.
2. Pengalokasian anggaran serta penentuan batas defisit anggaran guna penanganan pandemi COVID-19 beserta dampaknya.
3. Peraturan perundang-undangan terkait lainnya.

Soal Defisit Anggaran
Pemerintah berwenang:

1. Melampaui 3% (tiga persen) dari Produk Domestik Bruto (PDB) selama masa penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau untuk menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan paling lama sampai dengan berakhirnya Tahun Anggaran 2022;
2. Sejak Tahun Anggaran 2023 besaran defisit akan kembali menjadi paling tinggi sebesar 3% (tiga persen) dari Produk Domestik Bruto (PDB); dan
3. Penyesuaian besaran defisit sebagaimana dimaksud pada angka 1 menjadi sebagaimana dimaksud pada angka 2 dilakukan secara bertahap.

Kebijakan Keuangan Negara 

Pemerintah berwenang:

1. melakukan penyesuaian besaran belanja wajib (mandatory spending) sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan terkait;
2. melakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarfungsi, dan/atau antarprogram;
3. melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut belum tersedia atau tidak cukup tersedia, serta menentukan proses dan metode pengadaan barang /jasa;
4. menerbitkan Surat Utang Negara dan/atau Surat Berharga Syariah Negara dengan tujuan tertentu khususnya dalam rangka pandemi COVID-19 untuk dapat dibeli oleh Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), investor korporasi, dan atau investor ritel.
5. menetapkan sumber-sumber pembiayaan Anggaran yang berasal dari dalam dan/atau luar negeri;
6. memberikan pinjaman kepada Lembaga Penjamin Simpanan;
7. melakukan pengutamaan penggunaan alokasi anggaran untuk kegiatan tertentu (refocusing), penyesuaian alokasi, dan/atau pemotongan/ penundaan penyaluran anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa, dengan kriteria tertentu;
8. memberikan hibah kepada Pemerintah Daerah;
9. melakukan penyederhanaan mekanisme dan simplifikasi dokumen di bidang keuangan negara.


(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar