Oligarki Makin Kuat saat RI Cuan, Faisal Basri: Rakyat Tak Menikmati

Rabu, 29/12/2021 19:40 WIB
Ekonom Senior INDEF, Faisal Basri (Monitor.id)

Ekonom Senior INDEF, Faisal Basri (Monitor.id)

Jakarta, law-justice.co - Ekonom Senior Faisal Basri mengungkapkan kekhawatiran atas kondisi terkini perekonomian Indonesia dari sisi relasi pengusaha dan penguasa. Ia menilai sejumlah elite kekuasaan menguasai industri tambang dengan cara menciptakan aturan yang menguntungkan bagi mereka.

Faisal menuturkan, keuntungan yang diraih di sektor tambang pun juga tidak dapat sepenuhnya dinikmati oleh rakyat. Contohnya, pendapatan dari ekspor batubara tahun 2021 yang mencapai kurang lebih Rp 480 triliun namun tidak terkena pajak ekspor.

"Jadi ini akibat dari oligarki yang semakin menguat, rakyat nggak dapat apa-apa. Padahal, kalau dikenakan pajak ekspor 20%, negara masih bisa dapat Rp 118 triliun persisnya tahun ini. Padahal pemerintah bisa dapat dana yang sangat besar kalau menerapkan Undang-Undang Dasar 1945, sehingga hasilnya sepenuhnya tidak dinikmati oleh mereka," ujar Faisal dikutip dari CNBCIndonesia, Rabu (29/12/2021)

Menurut dia, praktik tambang yang baik di Indonesia akan berjalan jika dodilimg tata kelola yang baik ditopang dengan regulasi di pemerintahan yang terbuka, transparan, dan menghargai lingkungan.

Untuk itu, Faisal berharap para penguasa tambang ini agar dapat memenuhi amanat Pasal 33 UUD 1945. Hal tersebut dapat dicapai dengan mencontoh kebijakan di sektor kelapa sawit di mana ada pajak ekspor.

Faisal menambahkan, hal lain yang membuat good mining practice buruk di Indonesia adalah regulasi, seperti omnibus law UU Cipta Kerja dan UU Minerba yang baru.

"Standar lingkungan diperlonggar, sehingga pemilik tambang itu bisa mengelola konsesinya tanpa harus otomatis bisa diperpanjang sampai tambangnya habis kemudian membiarkan karena dianggap strategis," tutur Faisal.

Selain itu, pemerintahan juga membiarkan dan melindungi adanya puluhan ribu pekerja asing yang dominan di sektor tambang dan smelter. Menurut Faisal, terjadinya proses-proses tersebut karena pertimbangan yang tidak rasional.

"Memang aturannya sudah ada bahwa pekerja asing itu boleh untuk bidang-bidang tertentu yang memang tidak kita kuasai untuk keahlian-keahlian tertentu untuk keterampilan tertentu. Tapi itu pun sekarang sudah dilonggarkan melalui PP tentang tenaga kerja yang membolehkan seluruh 2.500 posisi bisa diisi oleh asing kecuali posisi HRD," tutup Faisal.

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar