Sengketa Tanah di Kemang Jaksel, Kedubes Malaysia Kalah dari Warga

Jum'at, 24/12/2021 22:25 WIB
Ilustrasi palu hakim. (Foto: Antara)

Ilustrasi palu hakim. (Foto: Antara)

Jakarta, law-justice.co - Kedutaan Besar (Kedubes) Malaysia di Jakarta kalah melawan warga soal sengketa tanah di Kemang, Jakarta Selatan (Jaksel). Sengketa ini sempat dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY) oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan Djalil.


Sebagaimana dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (SIPP PN Jaksel), Jumat (24/12/2021), berikut bunyi putusannya:

Dalam Konpensi:
Dalam Provisi:
Menolak provisi Penggugat;

Dalam Eksepsi:
Menolak Eksepsi Tergugat I dan Tergugat II;

Dalam Pokok Perkara:
Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima;

Dalam Rekonpensi:
Menyatakan gugatan Penggugat Rekonpensi/Tergugat II Konpensi tidak dapat diterima;

Dalam Konpensi dan Rekonpensi:
Menghukum Penggugat Konpensi/Tergugat Rekonpensi untuk membayar biaya perkara yang hingga hari ini dihitung sejumlah Rp. 11.226.000,00 (sebelas juta dua ratus dua puluh enam ribu rupiah).

Putusan itu diketok oleh Ketua Majelis Ahmad Suhel dengan anggota Mardison dan Hariyadi. Putusan 50/Pdt.G/2020/PN JKT.SEL itu diketok pada 8 Desember 2021 lalu. Atas putusan itu, Kedubes Malaysia mengajukan banding.

Sebagaimana diketahui, tanah yang dimaksud adalah di Jalan Kemang VI Nomor 9B, Kelurahan Bangka RT 008 RW 02, Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Kasus ini cukup rumit dan berjalan cukup lama.

Bermula pada 16 Januari 1971, saat Kedubes Malaysia membeli tanah itu dan dicatat oleh notaris. Tanah itu rencananya akan dipakai untuk kediaman resmi Dubes Malaysia di Indonesia. Namun dalam perjalanannya, terjadi sengketa.

Warga menggugat Kedubes Malaysia di Jakarta terkait tanah tersebut. Warga menilai tanah itu miliknya dan meminta ganti rugi Rp 331 miliar lebih. Namun pada 25 Juni 2018, PN Jaksel menyatakan gugatan itu gugur dan mencoret dalam register perkara perdata.

Setelah itu, giliran Kedubes Malaysia untuk Indonesia menggugat balik. Kedubes Malaysia mengajukan petitum:

Menghukum Tergugat I, II, dan III secara tanggung renteng untuk membayar kerugian materiil kepada Penggugat sebesar sebesar Rp. 16.800.000.000,- (enam belas milyar delapan ratus juta rupiah);

Menghukum Tergugat I, II, dan III secara tanggung renteng untuk membayar kerugian immateriil kepada Penggugat sebesar Rp. 27.000.000.000,- (dua puluh tujuh milyar rupiah);

Menghukum Tergugat I, II, dan III untuk secara tanggung renteng membayar uang paksa (dwangsom) kepada Penggugat sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) per hari, apabila lalai menjalankan isi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap;

Memerintahkan Para Turut Tergugat untuk tunduk dan patuh terhadap isi putusan;

Menyatakan bahwa putusan ini dapat dilaksanakan dengan serta merta meskipun ada upaya perlawanan, banding atau kasasi (uitvoerbaar bij voorrad);

Dalam proses sidang, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil melaporkan persidangan itu ke KY. Atas laporan itu, KY berjanji akan mengawasi persidangan itu.

"KY telah menerima permohonan pemantauan terhadap perkara tersebut. Pengajuan permohonan dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN," kata Jubir KY Miko Ginting, Selasa (12/10/2021) lalu.

Di sisi lain, Sofyan Djalil menyatakan, di Rawamangun, tanah milik Pertamina juga hendak digasak. Ada juga tanah Kedubes menjadi sasaran mafia tanah.

"Ada sebuah kedutaan di Jakarta tanahnya digugat dan dimainkan mafia tanah. Kalau dia menang atas kedutaan asing, apa kata investor? Tanah negara asing saja bisa kalah dengan mafia tanah," cerita Sofyan.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar