Ancaman Didepak dari Bursa Efek, Garuda Target Daftar PKPU 6 Bulan

Rabu, 22/12/2021 21:10 WIB
Unit Pesawat Garuda Indonesia. (Foto:  Twitter Garuda Indonesia)

Unit Pesawat Garuda Indonesia. (Foto: Twitter Garuda Indonesia)

Jakarta, law-justice.co - Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo menyebut pihaknya menargetkan proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) Garuda Indonesia bakal rampung dalam 6 bulan sejak ditetapkan atau selesai pada pertengahan tahun depan.


"Harus (rampung tahun depan) karena kan kalau PKPU maksimum 270 hari. Kami akan dorong bahkan kalau bisa kami selesaikan 180 hari, sampai tengah tahun," katanya, Rabu (22/12/2021).

Tiko, akrab sapaannya, menyatakan PKPU saat ini masih dalam proses diskusi atas proposal yang diajukan Garuda Indonesia.

"Harapannya mereka mendaftar di PKPU dalam waktu dekat, kalau mereka sudah mendaftar ya harapannya nanti kita akan menegosiasikan proposal perdamaian karena kita mengarahkan untuk mencapai kesepakatan homologasi," jelasnya.

Pada kesempatan sama, Tiko juga menyinggung soal potensi delisting saham Garuda Indonesia yang saat ini sahamnya masih disuspensi.

Ia mengatakan pihaknya terus mendorong restrukturisasi di tubuh Garuda dengan tujuan penyehatan saham berkode GIAA tersebut.

"Soal bursa kalau emang dirasa tidak ideal ya bisa saja delisting. Tapi kan kami meyakini setelah proses homologasi bisa disehatkan lagi," papar Tiko.

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk terancam delisting alias sahamnya terhapus dari perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Potensi delisting ini diungkap langsung oleh BEI.

"Pengumuman: Potensi Delisting Perusahaan Tercatat PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk," tulis BEI dalam pengumuman di papan pencatatan utama bernomor Peng-00024/BEI.PP2/12-2021 pada Senin (20/12/2021).

Kepala Divisi Penilaian Perusahaan 2 BEI Vera Florida mengatakan potensi delisting mempertimbangkan kondisi perusahaan yang sempat mengalami pemberhentian sementara perdagangan sahamnya di BEI pada 18 Juni 2021.

Selain itu, merujuk pada Peraturan Bursa I-I tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa.

"Bursa dapat menghapus saham perusahaan tercatat apabila mengalami kondisi, atau peristiwa, yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha perusahaan tercatat, baik secara finansial atau secara hukum, atau terhadap kelangsungan status perusahaan tercatat sebagai perusahaan terbuka, dan perusahaan tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai," jelas Vera dalam pengumuman BEI seperti dikutip CNNIndonesia.com, Selasa (21/12).

Kemudian, peraturan bursa juga menyatakan bahwa saham perusahaan tercatat yang akibat suspensi di pasar reguler dan pasar tunai, hanya diperdagangkan di pasar negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 bulan terakhir.

"Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk telah disuspensi selama enam bulan dan masa suspensi akan mencapai 24 bulan pada 18 Juni 2023," terangnya.

Saat ini, mayoritas saham emiten berkode GIAA itu dikuasai oleh pemerintah mencapai 60,54 persen. Sisanya, dimiliki PT Trans Airways sekitar 28,27 persen dan masyarakat 11,19 persen.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar