Pengakuan Mengejutkan Pimpinan OPM Kabur ke Papua Nugini

Rabu, 22/12/2021 19:10 WIB
Ilustrasi Kelompok OPM (Foto: Istimewa)

Ilustrasi Kelompok OPM (Foto: Istimewa)

Papua , law-justice.co - Salah satu Komandan Batalion di Organisasi Papua Merdeka (OPM), Wiro Nongganop, mengaku melancarkan perjuangan memerdekakan diri tanpa senjata dan makanan yang memadai.


Wiro tinggal di sebuah gubuk yang berbahan kulit, sekali waktu dia hanya makan kentang.

"Jika ada senjata kami akan perang. Tapi tak ada senjata. Jika kami menggunakan panah sekali, mereka (pasukan Indonesia) menggunakan senapan mesin," kata Wiro seperti dikutip AFP, Rabu (22/12/2021).

Dia berharap seseorang akan memberi mereka senjata sehingga bisa melawan. Namun, selama beberapa dekade berkonflik dengan pasukan Indonesia, mereka hanya menggunakan senjata tradisional buatan sendiri yang digunakan untuk berburu: busur, panah, dan tombak.

Kondisi kemiskinan yang menjerat, frustrasi dan tudingan pelanggaran hak asasi manusia memicu kelompok itu untuk memisahkan diri.

Ia dan beberapa anggota suku Muyu melarikan diri dari Indonesia pada 2019. Mereka melintasi perbatasan negara ke tempat yang dianggap relatif aman di Papua Nugini barat.

Sekitar 700 orang, katanya, hidup di bawah komando dia. Mereka bertahan hidup dengan menanam tanaman di tanah berlumpur yang diberikan pemerintah sembari mencanangkan kemerdekaan Papua Barat.

Bagi orang-orang seperti Wiro, kemiskinan yang ada di Provinsi Barat, Papua Nugini, membuat hidup semakin sulit. Ia hanya bertahan dengan perjuangan sendiri.

Yapsi, yang disebut sebagai `Lokasi Baru`, juga tempat tak ramah untuk pertanian

Daerah miskin, tanaman tidak tumbuh dengan baik, malnutrisi dan tuberkulosis adalah hal-hal yang biasa terjadi.

Banyak dari mereka yang sudah melintasi perbatasan, memutuskan kembali ke Indonesia terlepas dari risiko yang ada.

"Sulit mendapatkan cukup makanan. Tidak ada makanan," kata Wiro.

Situasi itu, katanya, terlalu berat bagi sebagian orang.

"Mereka lapar. Mereka tidak tahan," Wiro menambahkan.

Sementara itu, bagi Wiro jalan pulang masih tertutup, setidaknya sampai saat ini.

Pasukan keamanan Indonesia tahu siapa dia, katanya, dan dia akan berada dalam bahaya jika memutuskan kembali.

"Saya takut kembali. Saya akan menunggu di sini untuk kemerdekaan dan saya akan kembali," katanya.

Pemberontak Papua Barat telah melancarkan pemberontakan kecil-kecilan terhadap angkatan bersenjata Indonesia yang terlatih dan dilengkapi alutsista.

Pada April lalu, mereka membunuh kepala intelijen di Papua dan secara dramatis meningkatkan ketegangan antara kedua belah pihak.
Pemerintah kemudian merespons dengan menyebut kelompok separatis itu sebagai teroris. Mereka juga mengerahkan pasukan ke wilayah tersebut dan meluncurkan serangkaian serangan balasan.

Utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyampaikan keprihatinan atas respons pemerintah Indonesia yang berlebihan dan mencerminkan pola rasisme yang lebih luas untuk menargetkan penduduk asli Papua.

Pada 2020 lalu, PBB mengutip adanya tuduhan penyiksaan, pembunuhan warga sipil Papua dan puluhan ribu orang mengungsi.

Mereka juga menyatakan keprihatinan saat Jakarta secara sporadis memutus akses internet dan secara de facto melarang hampir semua jurnalis asing meliput wilayah itu. Hal ini menyulitkan verifikasi independen.

Menteri Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD mengatakan orang Papua adalah warga negara Indonesia sama seperti suku lain.

"Orang Papua bagi kami bersaudara sama seperti orang Jawa, orang Sumatera, orang Bugis dan orang Aceh," ujar dia Desember ini.

Wiro mungkin beruntung masih hidup. Dia melarikan diri karena ia akan ditangkap Kopassus, yang secara teratur berpatroli di desa-desa perbatasan.

Ia juga membeberkan nama dan rincian beberapa orang Papua yang meninggal atau hilang secara mencurigakan selama beberapa tahun terakhir.

"Mereka melakukan pembunuhan rahasia," katanya.

Wiro terus menyalahkan pasukan keamanan Indonesia. Pembunuhan itu, katanya, merupakan sistem sepihak.

"Mereka tidak peduli dengan rakyat. Tiga orang Kopassus datang dengan mobil dan truk lapis baja untuk membawa saya dari rumah saya. Jadi kami kabur," terang dia.

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar