Sakit di Rutan, Terdakwa Suap TPPU Hadinoto Soedigno Meninggal Dunia

Minggu, 19/12/2021 21:10 WIB
Direktur Teknik PT Garuda Indonesia (Persero) 2007-2012) atau Direktur PT Citilink Indonesia Hadinoto Soedigno Meninggal Dunia di Dalam Rutan, Minggu (19/12/2021) (Net)

Direktur Teknik PT Garuda Indonesia (Persero) 2007-2012) atau Direktur PT Citilink Indonesia Hadinoto Soedigno Meninggal Dunia di Dalam Rutan, Minggu (19/12/2021) (Net)

Jakarta, law-justice.co - Mantan Direktur Teknik Garuda Indonesia Hadinoto Soedigno meninggal dunia. Terdakwa korupsi yang kasusnya diusut KPK itu sempat dirawat di Rumah Sakit Abdi Waluyo, Jakarta karena sakit.


"Informasi yang kami peroleh benar. Meninggal dunia pada sekitar pukul 14.00 WIB di RSAbdi Waluyo, Jakarta karena sakit," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Minggu (19/12/2021)

Ali menerangkan penahanan terhadap almarhum Hadinoto sempat dibantarkan untuk mendapatkan perawatan medis. Hadinoto mendapat rekomendasi perawatan dari dokter Rutan KPK.

"Sebelumnya almarhum beberapa waktu lalu, sempat dibantarkan untuk mendapatkan perawatan medis sebagaimana rekomendasi dari dokter Rutan KPK," kata Ali.

Ali mengatakan saat ini jenazah Hadinoto telah diserahkan oleh tim jaksa ke pihak keluarga.

"Saat ini jenazah telah diserahkan oleh perwakilan tim jaksa bersama pihak Rutan KPK kepada pihak keluarga almarhum," ungkapnya.


Sebelumnya diketahui, mantan Direktur Teknik Garuda Indonesia itu terseret kasus suap dan pencucian uang. Kasus ini telah bergulir di Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta.

PT Jakarta menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) atas terdakwa mantan Direktur Teknik Garuda Indonesia Hadinoto Soedigno. Dalam kasus itu, Hadinoto dihukum 8 tahun penjara dalam kasus korupsi pengadaan pesawat dan pencucian uang.

"Menerima permintaan banding dari Penuntut Umum dan Terdakwa. Menguatkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 23 Juni 2021Nomor3/Pid.Sus-TPK/2021/PN.Jkt.Pst yang dimintakan banding tersebut," demikian bunyi putusan PT Jakarta yang dilansir website-nya, Selasa (9/11).

Vonis itu diketok oleh ketua majelis Muhammad Yusuf dengan anggota Haryono dan Singgih Budi Prakoso.

"Memerintahkan supaya Terdakwa tetap ditahan di Rumah Tahanan Negara dan masa penahanan yang telah dijalaninya dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan," ucapnya.

Sebagaimana diketahui, pada Juni 2021, PN Jakpus menyatakan Hadinoto Soedigno telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan menjatuhkan hukuman 8 tahun dan denda Rp 1 miliar dengan ketentuan, apabila denda tidak dibayar, diganti 3 bulan kurungan.

Selain itu, Hadinoto dijatuhi pidana tambahan berupa uang pengganti. Dia diwajibkan membayar uang pengganti sebesar USD 2.302.974,08 dan uang sebesar EUR 477.560 atau setara dengan SGD 3.771.637,58 atau setidak-tidaknya jumlah yang senilai dengan nilai itu selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.

Adapun SGD 3.771.637,58, jika dikonversikan dengan mata uang rupiah dengan kurs Rp 10.793,64 saat ini, nilainya sekitar Rp 40.709.698.248,991.

"Apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti, harta bendanya disita jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal Terdakwa tidak punya harta benda yang cukup, maka dipenjara selama 4 tahun," kata hakim Rosmina.

Adapun hal memberatkan vonis Hadinoto adalah perbuatannya dianggap mencoreng nama baik Indonesia di tingkat internasional. Sedangkan hal meringankannya dia dinilai sopan dan belum pernah dihukum.

"Perbuatan Terdakwa dilakukan terhadap BUMN dalam bidang penerbangan yang menjadi kebanggaan bangsa Indonesia yang melekat lambang negara yang seharusnya dapat mengharumkan nama bangsa, tidak hanya tingkat nasional, tapi juga internasional, Terdakwa memperburuk citra Indonesia di mata asing dalam mengelola bisnis penerbangan yang bertaraf internasional, Terdakwa tidak mengakui perbuatannya," tutur hakim.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar