Korupsi Rp 1,6 Triliun, MA Tambah Vonis Pengusaha Ini Tiga Kali Lipat

Jum'at, 17/12/2021 10:31 WIB
Gedung Mahkamah Agung RI di Jakarta (Foto: Law-justice.co)

Gedung Mahkamah Agung RI di Jakarta (Foto: Law-justice.co)

Jakarta, law-justice.co - Direktur Peter Garmindo Prima, Irianto menyuap petugas bea cukai sehingga impor tekstil membanjiri Indonesia dengan kerugian mencapai Rp 1,6 triliun.

Oleh karena itu, Mahkamah Agung (MA) melipatgandakan hukuman pengusaha Irianto dari 3 tahun penjara menjadi 10 tahun penjara

Berikut kasus yang dilakukan Irianto sebagaimana dirangkum detikcom, Jumat (17/12/2021):

Latar Belakang: Tekstil China Serbu Indonesia

Kasus bermula saat tekstil China menyerbu pasar Indonesia. Salah satunya diceritakan para pengusaha industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Jawa Barat merasa terancam dengan derasnya produk impor yang mayoritas dari China. Hal tersebut terjadi sejak keluarnya Permendag No 64 Tahun 2017.

Modus Penyelundupan

Irianto bekerja sama dengan Mukhlas, Kamaruddin, Dedi, dan Hariyono. Irianto mengimpor tekstil melebihi jumlah yang ditentukan dalam Persetujuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil (PI-TPT).

Dan sebelum tekstil impor memasuki Kawasan Bebas Batam (free trade zone) Irianto terlebih dahulu mengubah dan memperkecil data angka (kuantitas) yang tertera dalam dokumen packing list dengan besaran antara 25-30 persen.

"Sehingga terdakwa (Irianto-red) memperoleh berbagai keuntungan pada jumlah volume tekstil yang diimpor lebih banyak dari dokumen impor, dan menjadikan terdakwa memiliki tambahan alokasi kembali sejumlah 25% sampai dengan 30%," papar jaksa.

Irianto juga mengubah data nilai harga yang tertera dalam dokumen invoice sehingga nilai invoice menjadi lebih kecil dari yang sebenarnya. Tujuannya agar bea masuk yang dibayarkan menjadi lebih kecil dari yang seharusnya.

"Dokumen invoice dan dokumen packing list tersebut kemudian dikirim kepada perusahaan pelayaran (shipping) sebagai kelengkapan untuk dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB) kepada Bea dan Cukai Batam untuk mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang Luar Daerah Pabean (SPPB LDP) di Kawasan Bebas Batam (free trade zone)," terang jaksa

Dampak

Dalam kurun waktu 2018-2019, terdapat 9 pabrik tekstil tutup akibat kalah bersaing dengan produk impor yang banyak di Indonesia.

Dampak dari pabrik tekstil domestik yang tutup tersebut maka tingkat produksi tekstil domestik yang tutup tersebut maka tingkat produksi tekstil domestik mengalami penurunan dan ribuan pekerja mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).

Akibat dari perusahaan-perusahaan tekstil yang tutup tersebut juga berpengaruh terhadap industri perbankan yang sudah memberikan fasilitas kredit kepada perusahaan-perusahaan tekstil tersebut, yang mana perusahaan-perusahaan itu tidak mampu membayar kembali pinjaman/pembiayaan yang telah diterima.

Kerugian

Akibatnya, banyak pabrik tutup dan ribuan pekerja mengalami PHK. Berdasarkan Naskah Analisis Perhitungan Kerugian Perekonomian Negara Tindak Pidana Korupsi dalam Importasi Tekstil pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tahun 2018 sampai dengan tahun 2020 dari Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gajah Mada tertanggal 1 Agustus 2020, kerugian perekonomian negara di kasus itu dapat dinilai secara keekonomian minimum sebesar Rp 1.646.216.880.000.

"Atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut, di mana perusahaan Irianto berkontribusi 2,29% sebesar Rp 1.496.560.800.000 dan perusahaan satunya berkontribusi 0,229% sebesar Rp 149.656.080.000 dari total seluruh kerugian perekonomian negara akibat importasi tekstil secara tidak sah sebesar Rp 65,352 triliun," pungkas jaksa.

Aparat kemudian menyelidiki kasus tersebut ternyata simpul masalah adalah banjir penyelundupan di kepabeanan Batam. Aparat menetapkan sejumlah nama untuk bertanggung jawab.

Terdakwa

1.Kepala Bidang Pelayanan Fasilitas Kepabeanan dan Cukai (PFPC), Mokhammad Mukhlas
2.Kepala Seksi Pabean dan Cukai II Bidang PFPC I, Kamaruddin Siregar
3.Kepala Seksi Pabean dan Cukai III Bidang PFPC I, Dedi Aldrian
4.Kepala Seksi Pabean dan Cukai III Bidang PFPC II, Hariyono Adi Wibowo
5.Bos perusahaan swasta, Irianto.

Hukuman

1.Kepala Bidang Pelayanan Fasilitas Kepabeanan dan Cukai (PFPC), Mokhammad Mukhlas dihukum 2 tahun penjara. Di tingkat banding dihukum 5 tahun penjara. Oleh MA, disunat menjadi 4 tahun penjara.

2.Kepala Seksi Pabean dan Cukai II Bidang PFPC I, Kamaruddin Siregar dihukum 2 tahun penjara. Hukuman ini dikuarkan di tingkat banding. Saat ini sedang mengajukan kasasi.

3.Kepala Seksi Pabean dan Cukai III Bidang PFPC I, Dedi Aldrian dihukum 2 tahun penjara. Hukumannya diperberat di tingkat banding menjadi 5 tahun penjara. Saat ini sedang mengajukan kasasi.

4.Kepala Seksi Pabean dan Cukai III Bidang PFPC II, Hariyono Adi Wibowo dihukum 2 tahun penjara. Hukumannya diperberat di tingkat banding menjadi 5 tahun penjara. Saat ini sedang mengajukan kasasi.

5.Bos perusahaan swasta, Irianto dihukum 3 tahun penjara dan dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta. Oleh MA dinaikkan menjadi 10 tahun penjara.

"Terdakwa telah pula memberikan sejumlah uang kepada Mokhamad Mukhlas, Hariyonadi Wibowo, Dedi Aldrian dan Kamar Siregar, yang bertugas sebagai Pejabat Bea dan Cukai pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe B Batam yang memiliki kewenangan melaksanakan kebijakan pemerintah dalam mengawasi lalu lintas barang impor (dalam hal ini tekstil), dengan memberi uang sebesar Rp 5.000.000 per/kontainer tekstil impor kepada Pejabat Bea Cukai Batam tersebut, dengan total sejumlah Rp 1.950.000.000 dari 390 kontainer tekstil impor dengan maksud Terdakwa Drs. Irianto selaku importir mendapat keuntungan berupa mengimpor tekstil dari negara China melalui kawasan Bebas Batam ke Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta," kata juru bicara MA, Andi Samsan Nganro membacakan pertimbangan majelis.

Duduk sebagai ketua majelis Sofyan Sitompul dengan anggota Gazalba Saleh dan Sinintha Yuliansih Sibarani.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar