Desmond J. Mahesa, Wakil Ketua Komisi III DPR RI

Yang Perlu Diwaspadai Pasca Keputusan MK Terkait UU Cipta Kerja

Selasa, 14/12/2021 06:11 WIB
Desmond J. Mahesa

Desmond J. Mahesa

Jakarta, law-justice.co - Seperti diketahui Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Karena itu, MK memerintahkan agar pembentuk Undang Undang yaitu Pemerintah dan DPR memperbaiki UU Cipta Kerja.

Keputusan MK tersebut dinilai sebagai sebuah keputusan yang bersifat ambigu karena menimbulkan banyak tanda tanya. Sebenarnya kalau suatu Undang Undang itu dinyatakan inkonstitusional bersyarat maka Undang Undang itu mengandung makna inkonstitusional selama syarat yang ditetapkan oleh MK tidak dipenuhi oleh pembuatnya.

Adapun syarat yang harus dipenuhi adalah syarat formil yaitu memperbaiki proses pembuatannya dan juga syarat materill yaitu tidak lagi bertentangan dengan ketentuan yang ada di atasnya dalam hal ini Undang Undang Undang Dasar 1945. Karenanya selama tidak memenuhi prasyarat tersebut, Undang Undang yang bersangkutan mestinya dinyatakan tidak berlaku dan kembali kepada peraturan yang lama.

Tetapi aneh dan ajaibnya, Undang Undang Cipta kerja di nyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK tapi tetap dinyatakan berlaku sampai dengan diperbaiki selama kurun waktu dua tahun lamanya. Inilah yang dinamakan keputusan ambigu dan terkesan hanya untuk mengelabuhi pihak pihak yang selama ini menjadi penentang Undang Undang Cipta kerja.

Seolah olah mendapatkan dukungan dan legitimasi dari keputusan MK, pemerintah selanjutnya  aktif memberikan penegasan  bahwa seluruh pasal pasal dan ketentuan yang ada di Undang Undang Cipta kerja tetap berlaku menyusul sudah adanya keputusan MK.

"Seluruh materi dan substansi dalam UU Cipta Kerja dan aturan sepenuhnya tetap berlaku tanpa ada satu pasal pun yang dibatalkan atau dinyatakan tidak berlaku oleh MK," ujar Presiden Jokowi saat konferensi pers, Senin (29/11/21) seperti dikutip media.

Tidak cukup sampai disitu,  Presiden RI Jokowi  juga meminta setiap kepala kepolisian daerah (Kapolda) di Indonesia mengawal investasi di Indonesia.Jokowi bahkan mengancam bakal memerintah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mencopot Kapolda yang tidak mengawal investasi di Indonesia.

"Kalau ada yang ganggu-ganggu di daerah urusan investasi, kawal dan dampingi, agar setiap investasi tuh betul-betul direalisasikan," kata Jokowi dalam arahannya kepada Kepala Kesatuan Wilayah Polri dan TNI di Bali, Jumat (3/12/21) seperti dikutip CNN. Indonesia.

Semangat untuk terus “mengelorakan” berlakunya Undang Undang cipta kerja dan perintah kepada Kapolda seluruh Indonesia agar mengawal investasi dari mancanegara memunculkan spekulasi begitu kuatnya political will pemerintah untuk mendorong berlakunya Undang Undang Cipta kerja meskipun banyak kejanggalan kejanggalan dalam proses pembuatan maupun substansinya.

Motivasi apakah kiranya yang mendorong pemerintah sehingga begitu kuatnya nafsu untuk pemberlakuan Undang Undang Cipta kerja ?  Benarkah Undang Undang Cipta kerja nantinya akan banyak membuka lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia ?, Kemudahan kemudahan apa yang bakal dinikmati oleh investor jika diberlakukan undang undang cipta kerja ?, Model invetasi macam apa yang perlu diwaspadai bakal masuk ke Indonesia ?

Ada Udang Dibalik Batu

Sudah dimaklumi sejak awal bahwa pembuatan Undang Undang Omnibuslaw cipta kerja tidak berasal dari aspirasi masyarakat melainkan kehendak dari penguasa. Sehingga hal ini menyalahi azas pembuatan peraturan perundang undangan yang harus jelas tujuan pembuatannya untuk siapa.

Meskipun berdasarkan pasal 3 Undang Undang  Cipta kerja tujuan dibuatnya Undang Undang  Cipta kerja sesungguhnya adalah untuk menciptakan lapangan kerja namun ada tujuan utama yang sebenarnya ingin dicapai dengan dibuatnya Undang Undang  Omnibuslaw Cipta kerja. Tujuan utama tersebut sebagaimana disampaikan oleh Presiden Jokowi adalah menciptakan iklim usaha dan investasi yang berkualitas bagi para pelaku bisnis, termasuk UMKM dan investor mancanegara.

Sejauh ini investasi asing memang enggan untuk menanamkan modalnya di Indonesia sehingga membuat presiden Jokowi geram melihatnya.Rasanya bukan satu dua kali Presiden Jokowi menunjukkan kegeramannya di media manakala melihat kinerja investasi di Indonesia yang lemah tak berdaya.

Pada tanggal 14 Juli 2020  yang lalu , di Sentul International Convention Center (SICC) Bogor, Presiden  Jokowi kembali menunjukkan sikapnya.Dalam pidato berdurasi sekitar 23 menit itu, Presiden tampak berapi-api saat menyampaikan visinya. Sebanyak lima hal utama yang disampaikan Presiden Jokowi, dimana investasi adalah salah satunya.

Presiden Jokowi mengatakan investasi sangat penting demi membuka lapangan kerja baru bagi rakyat Indonesia. Makanya untuk itu, segala hal yang menghambat investasi harus dipangkas, mulai dari perizinan yang lambat, berbelit-belit hingga persoalan pungli dan yang lain lainnya."Hati-hati, ke depan saya pastikan akan saya kejar, akan saya kontrol, akan saya cek, dan akan saya hajar kalau diperlukan," kata Presiden Jokowi yang langsung disambut riuh ribuan warga.

Adanya tujuan utama pembuatan Undang Undang  Cipta kerja sebagaimana disinggung oleh Presiden Jokowi diatas memunculkan kesan bahwa penamaan Undang Undang Cipta Kerja hanya sekadar nama saja karena ada target utama yang ingin dicapainya yaitu masuknya investasi mancanegara ke Indonesia yang diharapkan kemudian akan membuka lapangan kerja baru bagi penduduk di Indonesia.

Sejauh ini politik kebijakan pembangunan Presiden Jokowi memang menekankan sektor investasi, terutama investasi asing, sebagai salah satu sektor yang paling diandalkan dalam menjalankan roda pembangunan ekonomi Indonesia.

Hal tersebut bisa dilihat baik pada Periode Pertama maupun pada Periode Keduanya. Salah satu upaya untuk mengundang investor asing tersebut adalah dengan mengeluarkan kebijakan kebijakan diantaranya  menggagas amandemen terhadap 79 Undang-undang dan mewujudkannya melalui apa yang disebut sebagai Undang Undang Omnibuslaw cipta kerja.

Hal tersebut tidak lain untuk mewujudkan salah satu visi Presiden Jokowi pada periode keduanya ini, yakni menciptakan iklim investasi yang bersahabat untuk menciptakan lapangan kerja dan menghilangkan proses administrasi yang berbelit-belit sehingga boros sumberdaya.

Untuk itu hampir keseluruhan pengaturan khusus terkait peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha dalam Undang Undang Cipta Kerja diwujudkan dengan jalan mengubah, menghapus, atau menetapkan pengaturan baru untuk kemudahan investasi di Indonesia. Selanjutnya untuk pengaturan lebih lanjut tentang kesemua hal tersebut diserahkan kepada Peraturan Pemerintah untuk mengaturnya.

Ketentuan-ketentuan sectoral yang selama ini mengatur tentang investasi digantikan dengan ketentuan-ketentuan baru berdasarkan Undang Undang Cipta Kerja yang diharapkan lebih kondusif bagi para calon investor  termasuk investor asing serta para pelaku usaha lainnya.

Kini, meskipun sudah hampir setahun Undang Undang Cipta Kerja disahkan berlakunya (yang kemudian mendapatkan legitimasi dari MK) namun dampak atau pengaruh dari keberadaan Undang Undang tersebut yaitu masuknya investasi dari mancanegara dan terbukanya lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia masih dipertanyakan hasilnya.

Karena pada kenyataannya Indonesia tidak banjir investasi meskipun telah disahkannya Undang Undang Omnibuslaw  Cipta Kerja dan sudah dilegitimasi oleh MK. Sebab sejatinya memang banyak variabel yang mempengaruhi keputusan investor untuk mengalirkan modal ke negara berkembang termasuk Indonesia.

Untuk mudahnya kita bisa melihat Global Investment Competitiveness Report 2017 dari Bank Dunia, laporan yang tentu menjadi acuan bagi banyak negara termasuk Indonesia. Laporan World Bank tersebut menarik karena memuat survei terhadap 754 eksekutif dari perusahaan multinasional berpengaruh, yang menanyakan faktor yang paling mempengaruhi keputusan berinvestasi di negara berkembang.

Hasilnya, dari 10 variabel negara berkembang, yang paling mempengaruhi keputusan berinvestasi berturut-turut yaitu : 1) Stabilitas politik dan keamanan, 2) Lingkungan hukum dan peraturan yang stabil, 3) Besarnya pasar domestik, 4) Stabilitas ekonomi makro dan nilai tukar, 5) Tersedianya tenaga kerja terampil, 6) Infrastruktur fisik yang baik, 7) Tarif pajak yang rendah, 8) Biaya tenaga kerja dan input murah, 9) Akses tanah dan properti, dan 10) Pembiayaan di pasar domestik.

Berdasarkan data diatas maka variabel stabilitas politik dan keamanan menjadi faktor teratas dalam mempengaruhi eksekutif di perusahaan multinasional sebelum mereka menanamkan modal untuk usaha baru di negara berkembang seperti Indonesia.Pertimbangan ini jauh melebihi faktor faktor lainnya.

Membuka Lapangan Kerja ?

Selama ini Pemerintah berargumen bahwa investasi adalah kunci dalam menciptakan lapangan kerja baru di Indonesia. Namun benarkah getolnya upaya untuk menggaet penanaman modal asing (PMA) masuk ke Indonesia itu akan mampu membuka lapangan kerja baru bagi rakyat Indonesia? Akademisi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal Hastiadi menilai masuknya investasi ke Indonesia tidak serta merta akan menambah penambahan jumlah penyerapan tenaga kerja.

Semakin menipisnya tenaga kerja yang diserap dari PMA sebetulnya sudah diprediksi sejak satu dekade sebelumnya. Produktivitas tenaga kerja dalam negeri yang sulit meningkat, termasuk kebijakan upah buruh menjadi salah satu penyebab utama.

"Labour cost kita kurang kompetitif, sehingga investor itu menghindari padat karya. Apalagi, pertumbuhan produktivitas SDM kita juga tidak sesuai dengan kenaikan upah yang ada. Produktivitas pekerja manufaktur, misalnya, naik 2-3 persen per tahun, sementara upah itu bisa naik 8-10 persen," tuturnya sebagaimana dikutip tirto.co.

Disamping itu data realisasi investasi mengindikasikan bahwa akar masalah pengangguran di Indonesia bukan karena kurangnya investor yang masuk ke Indonesia. Analisis ekonom Faisal Basri pun menyebutkan bahwa meski performa investasi di Indonesia cukup baik, tetapi serapan tenaga kerja justru turun jumlahnya.

Untuk menjawab mengapa investasi di Indonesia tidak berdampak pada pembukaan lapangan kerja dan perbaikan nasib pekerja, yang perlu dipertanyakan bukan bagaimana menarik investasi, tetapi ke mana modal mengalir dan untuk apa.

Data terbaru Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengkonfirmasi bahwa sektor manufaktur yang pernah menjadi andalan kini digantikan oleh sektor sektor tersier atau sektor jasa. Pada hal sektor jasa merupakan industri padat modal, bukan padat karya – artinya minim penyerapan tenaga kerja.

Tren investasi asing yang semakin padat modal juga diakui European Business Chambers of Commerce (EuroCham) Indonesia, selaku asosiasi yang menaungi perusahaan-perusahaan asal Eropa yang memiliki kepentingan bisnis di Indonesia.

Menurut organisasi kamar dagang Uni Eropa, Eurocham, terdapat sejumlah sektor yang menjadi sasaran perusahaan-perusahaan asal Eropa di Indonesia seperti sektor otomotif, logistik dan farmasi, di mana ketiga sektor itu bukan sektor yang ,menyerap banyak tenaga kerja. Kondisi itu akan lebih parah manakala investor asing itu berasal dari China dengan system investasi Turn Key Project yang mensyaratkan suatu investasi yang sebenarnya merugikan Indonesia.

Mengapa? karena mereka mensyaratkan investasi satu paket dimana peralatan dan sumberdaya manusianya dan yang lainnya harus berasal dari mereka. Kalau sudah begini maka tenaga kerja Indonesia akan mendapat apa?.

Pada sisi lain Undang Undang  cipta kerja ini sangat merugikan buruh Indonesia dimana sekurang kurangnya buruh dirugikan dalam sembilan aspek pengaturan yaitu: hilangnya upah minimum di Kabupaten/Kota, menurunnya pesangon dan tanpa kepastian, potensi PHK secara sewenang wenang, tenaga ahli daya semakin bebas, penghapusan sanksi pidana perusahaan, aturan jam kerja yang eksploitatif, hilangnya jaminan sosial, karyawan dikotrak tanpa batas, dan makin terbukanya penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA).

Sembilan hal yang merugikan buruh tersebut pernah disuarakan oleh KSPI atau Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia. Karena itulah kemudian mereka menolak Undang Undang Cipta Kerja karena dianggap tidak memiliki tiga prinsip yang diusung buruh yaitu, perlindungan terhadap pendapatan,perlindungan jaminan sosial terhadap pekerjaan dan perlindungan kerja

Selanjutnya dilihat dari caranya dengan mengundang investasi asing, hal ini menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam upayanya melakukan penciptaan lapangan kerja secara mandiri, kreatif dan inovatif tanpa harus menggadaikan kedaulatan bangsa.

Menggantungkan nasib bangsa ini kepada investasi asing pada dasarnya adalah pekerjaan yang bisa dilakukan oleh rezim manapun karena bukan hal sulit mengingat Indonesia merupakan negara dengan penduduk yang besar sehingga menjadi pasar yang menarik bagi para investor mancanegara. Apalagi didukung oleh kekayaan sumberdaya alam yang luar biasa.Apakah memang sudah watak pemimpin bangsa ini untuk mencari solusi yang sifatnya instant karena ingin gampangnya saja?

Karpet Merah

Klaim bahwa dengan masuknya investasi dari mancanegara akan membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat Indonesia masih menjadi tanda tanya.Tetapi yang jelas berlakunya Undang Undang cipta kerja akan memudahkan investor masuk karena serangkaian kemudahan kemudahan yang akan diperolehnya.

Dalam Undang Undang cipta kerja  pemerintah sengaja mengubah sejumlah ketentuan terkait investasi guna menarik investor mancanegara. Ketentuan yang diubah meliputi aspek kemudahan berusaha, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem investasi, percepatan proyek strategis nasional, dan peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja.

Berbagai perubahan ketentuan pun diterapkan berdasarkan, pertama, penerapan perizinan berusaha berbasis risiko dilakukan berdasarkan penetapan tingkat risiko dan peringkat skala usaha menurut penilaian dan potensinya. Penilaian tingkat bahaya dilakukan dengan memperhitungkan jenis, kriteria, lokasi, dan keterbatasan sumber daya usaha.

Kedua, penyederhanaan persyaratan dasar perizinan berusaha, pengadaan tanah, dan pemanfaatan lahan yang meliputi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, persetujuan lingkungan, dan persetujuan bangunan gedung serta sertifikat laik fungsi.

Ketiga, penyederhanaan berusaha sektor dan persyaratan investasi. Perizinan usaha terdiri atas sektor kelautan dan perikanan, pertanian, kehutanan, energi dan sumber daya mineral, ketenaganukliran, perindustrian, perdagangan, metrologi legal, jaminan produk halal, dan standarisasi penilaian kesesuaian.

Selanjutnya, pekerjaan umum dan perumahan rakyat, transportasi, kesehatan, obat, dan makanan, pendidikan dan kebudayaan, pariwisata, keagamaan, pos, telekomunikasi, dan penyiaran, serta pertahanan dan keamanan. Penyederhanaan untuk masing-masing sektor berbeda-beda antar satu dengan yang lainnya.

Keempat, penyederhanaan persyaratan investasi pada sektor tertentu, yaitu perbankan, perbankan syariah, dan pers. Ketentuan untuk penyederhanaan ini meliputi persoalan modal dan mekanismenya.

Kelima, pengadaan tanah. Untuk kepentingan umum dan prioritas pemerintah akan dilakukan melalui mekanisme pelepasan kawasan hutan untuk instansi pemerintah dan pelepasan kawasan hutan atau pinjam pakai kawasan hutan untuk swasta.

Keenam, pemerintah juga mengatur soal ketentuan investasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, Proyek Strategi Nasional (PSN), hingga lembaga pengelola investasi.

Harus  Waspada

Serangkaian kemudahan kemudahan yang bakal diberikan pemerintah terhadap investor khususnya investor dari mancanegara tersebut diharapkan akan banyak mengundang mereka datatang ke Indonesia.

Pada hal sesungguhnya Indonesia sejauh ini sudah sangat memanjakan investor besar yang tidak membutuhkan tambahan preivilege baru, demikian pernyataan Kepala BKPM sebagaimana dikutip Faisal Basri dalam tulisannya “Sesat Pikir Omnibuslaw”.

Oleh karena itu dibuatnya Undang Undang cipta patut diduga  adalah kebijakan untuk lebih memanjakan atau memberikan “karpet merah” bagi investor bermasalah yang akan merugikan bangsa Indonesia nantinya.

Mereka adalah investor yang mencari kemudahan-kemudahan perijinan, melanggar HAM dan lingkungan serta memeras buruh demi keuntungan sebanyak-banyaknya. Investor yang dimanja dengan penguasaan HGU hingga 90 tahun lamanya meski ketentuan itu telah dibatalkan oleh MK tapi di akomodasi lagi di Undang Undang  Cipta Kerja.

Undang Undang cipta kerja nantinya bisa menjadi alat pengusaha/ investor serakah untuk menjarah seluruh kekayaan alam dan memeras habis buruh/ pekerja, menjadi jalan cepat untuk hancurnya ekosistem seluruh wilayah Nusantara. Bagi pemerintah Indonesia nampaknya investasi jauh lebih berharga karena nyawa hanya dianggap angka statistik belaka.

Dikuatirkan pemaksaan pemberlakuan Undang Undang Cipta kerja akan semakin membuat merana rakyat Indonesia. Wilayah pelosok negeri yang subur makmur akan terbuka untuk dijadikan tujuan investasi mancanegara.  Itu terjadi karena pusat kendali kebijakan sudah banyak yang ditarik ke Jakarta. Rakyat akan berhadapan langsung dengan aparat yang mengawal investor pilihannya. Mereka yang tergusur bersiap jadi buruh murah dan sisanya yang terserap lapangan kerja harus berjuang bekerja apapun demi menyambung hidupnya.

Fenomena tersebut pernah terjadi sebelumnya khususnya di zaman kolonial dimana seluruh wilayah Nusantara diatur oleh segelintir orang di Belanda melalui VOC sebagai korporasinya. Dengan pemberlakuan Undang Undang Cipta kerja terbuka peluang seluruh pelosok negeri akan diatur oleh segelintir orang di Jakarta melalui oligarkinya.

Banyak pihak yang menyoroti Undang Undang Cipta kerja  hanya fokus pada dampaknya pada buruh atau pekerja saja pada hal keliru besar kalau Undang Undang Cipta Kerja hanya merugikan pekerja saja. Sebagai contoh Pasal 121 Undang Undang Cipta Kerja yang mengubah Pasal 8 dan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, sangat berdampak pada masyarakat pada umumnya.

Pasal tersebut  sangat merugikan rakyat jelata yang menjadi korbannya. Sebagai gambaran jika kita  mempunyai lahan/rumah bersertifikat, dalam keadaan normal lahan/rumah tersebut bisa laku dijual 300 juta, namun karena kawasan tersebut strategis, maka pemerintah akan bisa saja membuat rencana membangun kawasan industri baru ditempat tersebut. Pemerintah bisa menyerobot lahan dan kemudian membayar ganti rugi jauh dibawah harga normal yaitu 300 juta. Bagaimana jika pemilik tanah menoaknya ? Pemerintah tetap akan menggusur rumah/lahan tersebut dan menitipkan uang ganti ruginya  di pengadilan.

Semua harus tunduk atas nama "kepentingan umum/investasi", kalau dulu dizaman Orba atas nama pembangunan, kini atas nama investasi.  Hari ini anda masih bisa tidur nyenyak dirumah anda. Siapa tau 2 atau 3 tahun mendatang rumah anda digusur atas nama "Investasi" dan anda tidak bisa menolak hal tersebut.

Bagi investor bermasalah yang abai dengan persoalan HAM, lingkungan, hak hak pekerja dan masalah lainnya, tentu Undang Undang  Cipta Kerja akan disambut dengan gembira karena menguntungkan mereka. Tapi rupanya tidak semua investor mancanegara bersikap aji mumpung dengan terbukanya peluang “diskon besar-besaran” sumberdaya alam Indonesia melalui Undang Undang Cipta Kerja. Mereka rupanya masih memiliki moral dan etika untuk tidak serakah demi keuntungan semata.

Seperti dikutip oleh  pers, sebanyak 35 investor global dengan nilai aset kelolaan (asset under management/AUM) sebesar 4,1 triliun dollar AS menulis surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo terkait Undang-Undang Cipta Kerja. Di dalam surat terbuka tersebut dijelaskan, Undang Undang  Cipta Kerja berisiko merusak kondisi lingkungan, sosial, juga pemerintahan.

Para Investor global tersebut khawatir dengan adanya perubahan kerangka perizinan, berbagai persyaratan pengelolaan lingkungam dan konsultasi publik serta sistem sanksi bakal berdampak buruk terhadap lingkungan, hak asasi manusia, serta ketenagakerjaan.

Hal itu dinilai dapat menimbulkan ketidakpastian yang signifikan dan bisa memengaruhi daya tarik pasar Indonesia. "Meskipun kami menyadari perlunya reformasi hukum bisnis di Indonesia, kami memiliki kekhawatiran tentang dampak negatif dari tindakan perlindungan lingkungan tertentu yang dipengaruhi oleh Undang Undang Cipta Kerja. Kami memiliki kekhawatiran tentang dampak negatif dari langkah-langkah perlindungan lingkungan yang dipengaruhi oleh Omnibus Law Cipta Kerja,” kata Peter van der Werf, dari Robeco dikutip dari Reuters (5/10/2020).

Undang Undang  Cipta Kerja dikhawatirkan dapat menghambat upaya perlindungan terhadap hutan Indonesia. Dampak jangka panjangnya, dunia akan semakin kesulitan menghambat terjadinya kepunahan aneka ragam hayati dan memperlambat perubahan iklim yang kini menjadi masalah bersama penduduk Bumi. Meski Undang Undang  disahkan untuk meningkatkan investasi asing di Indonesia, namun Undang Undang  ini dianggap memiliki risiko bertentangan dengan standar praktik internasional yang bertujuan mencegah bahaya yang tidak diinginkan dari kegiatan bisnis.

Kalau investor mancanegara saja ada yang peduli terhadap nasib Indonesia tapi lucunya pemerintah terkesan mengedepankan kepentingan pertumbuhan ekonomi semata dan abai terhadap dampak jangka panjangnya. Lalu pemerintahan macam apakah ini kiranya ?

Dengan berlakunya Undang Undang Cipta kerja kita mengkhawatirkan kehadiran investor investor mancanegara “tidak waras” yang cuma ingin mengambil untung semata. Saat ini getolnya pemerintah memfasiliasi kedatangan investor dari mancanegara khususnya dari China  tak menutup kemungkinan akan “mengusir” lahan milik rakyat yang selama ini menjadi miliknya. Perampasan tanah-tanah rakyat dikuatirkan bakal mewarnai berita di media massa. Kerusakan lingkungan yang luar biasa bakal semakin terasa jika program ini benar-benar berjalan sesuai rencana.

Kalau China dahulu mengundang investor luar dari Amerika karena punya tujuan jelas untuk alih teknologi bagi warganegaranya, apakah Indonesia dengan Undang Undang Cipta kerjanya akan mempunyai agenda yang sama ?. Rasanya ini tidak terjadi mengingat yang sekarang saja bukan hanya tenaga ahli yang didatangkan tapi sampai buruh-buruh kasarnya. Selain itu bagaimana proteksi terhadap kerusakan lingkungan, pelanggaran HAM, perlindungan pekerja lokal dan nasib pribumi dengan datangnya investasi mereka ?

Yang dibutuhkan Indonesia sebenarnya adalah investor yang ”waras” kerjanya bukan investor bermasalah yang abai terhadap persoalan HAM, lingkungan, hak-hak pekerja lokal dan yang lainnya. Investor yang hanya ingin mengambil keuntungan sebesar-besarnya meski merusak alam dan kedaulatan negara.  Tapi rupanya pemerintah memilih jalan pintas untuk pertumbuhan ekonomi dan pembukaan lapangan kerja di tengah pandemi corona.

Makanya tidak heran kalau yang diberikan peluang untuk masuk ke Indonesia adalah investor bermasalah atau  perusahaan-perusahaan sakit yang sudah terbuang dari negara-negara maju karena bermasalah disana. Upaya pintas ini dilakukan setelah pemerintah gagal memacu pertumbuhan ekonomi lewat berbagai kebijakan sebelumnya seperti tax amnesty dan sebagainya.

Padahal kalau yang diundang itu adalah investor yang “waras” maka yang dibutuhkan adalah stabilitas politik, pemerintahan yang transparan dan bersih dari praktik pungli dan korupsi, serta tenaga kerja yang produktif dan terampil. Tidak masalah jika mereka harus membayar sedikit lebih mahal untuk masuk ke Indonesia.

Tapi karena hal itu tidak bisa diwujudkan maka yang dilakukan adalah jalan pintas melalui Undang Undang  Cipta Kerja yang memberikan karpet merah bagi investor tapi bukan investor waras melainkan investor  bermasalah yang bakal merugikan bangsa Indonesia dalam jangka panjangnya. Semoga hal itu hanya kekuatiran saya saja dan tidak terjadi di dunia nyata.

 

 

 

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar