Utang RI Meroket, Sri Mulyani Sebut Tak Ada Lagi Pilihan

Jum'at, 10/12/2021 18:40 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani (VOI)

Menteri Keuangan Sri Mulyani (VOI)

Jakarta, law-justice.co - Utang pemerintah per akhir Oktober 2021 tercatat sebesar Rp 6.687,28 triliun. Dalam masa pandemi, jumlah ini meningkat cukup signifikan.


Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan kenaikan utang saat pandemi adalah hal yang tak bisa dihindari. Pasalnya, ekonomi sedang dalam tekanan dan APBN sebagai instrumen keuangan negara harus melakukan fungsinya menjaga stabilisasi.

"Stabilisasi berfungsi untuk mengangkat ekonomi ke atas saat terjadi guncangan," kata Sri Mulyani dalam podcast Endgame, dilihat dari kanal YouTube Gita Wirjawan, Jumat (10/12/2021).

Sri Mulyani bilang, salah satu fungsi APBN sebagai stabilisator harus bisa menjaga agar negara bisa tetap menjalankan tugasnya meskipun penerimaannya sedang terganggu. Terlebih negara harus memberikan perlindungan sosial kepada masyarakat yang rentan karena pandemi yang sedang menyerang kesehatan dan ekonomi Indonesia.

"Waktu itu pemikirannya gimana ya pada saat penerimaan jatuh tapi kita harus melakukan tugas kita. Namun jangan sampai ini jadi alasan untuk timbulkan kebiasaan fiscal policy yang buruk, tidak bertanggung jawab." jelas Sri Mulyani.

Dengan kondisi ekonomi yang terpuruk, maka otomatis penerimaan negara juga berkurang. APBN sebagai instrumen keuangan negara yang punya fungsi stabilisasi harus mencari cara agar ekonomi bisa tetap berjalan meski penerimaan turun. Apalagi ada biaya tambahan untuk penanganan pandemidi sisi bantuan sosial. Untuk itu, pembiayaan lewat utang menjadi pilihan.

Ini jugalah yang akhirnya melahirkan Perppu Nomor 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Disease 2019 (COVID-19) menjadi undang-undang (UU). Dengan keputusan itu, maka DPR menyetujui pemerintah melebarkan defisit APBN 2020 menjadi 5,07% terhadap PDB. Pemerintah juga harus mencari pembiayaan sekitar Rp 852 triliun untuk menutupi defisit anggaran.

"Apakah itu harus dilakukan? Menurut saya ya iya lah, untuk bantu rakyat nggak ada pilihan. No choice. Apakah bisa dilakukan lebih baik? Pasti, makanya kita lakukan hati-hati. Gimana konsekuensinya dengan utang yang nambah? Ya kita harus kelola habis itu," kata Sri Mulyani.

Sebagai informasi, pada 2020, rasio awal utang yang direncanakan sebesar 29,7% naik hingga 39,4% terhadap PDB karena adanya belanja penanganan COVID-19. Hal ini menyebabkan rasio utang pemerintah terhadap PDB tercatat 40,85%.

Sementara sejak Januari hingga Agustus 2021, pemerintah telah menarik utang Rp 550,6 triliun. Penarikan utang ini mencapai 46,8% dari target utang dalam APBN 2021 sebesar Rp 1.177,4 triliun.

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar