Cadangan Migas Natuna Utara Membuat China dan Singapura Dibuat Pusing

Sabtu, 04/12/2021 14:12 WIB
Pengawalan di laut Natuna , khususnya di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) laut Natuna Utara. ANTARA

Pengawalan di laut Natuna , khususnya di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) laut Natuna Utara. ANTARA

law-justice.co - Ramainya pemberitaan klaim China yang menyebut wilayah perairan di ujung Provinsi Kepri, Indonesia itu sebagai wilayahnya. Dalam laporan Reuters, pemerintah China mengirimkan surat kepada Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia. Pengeboran minyak dan gas alam itu disebut bersinggungan dengan klaim "sembilan garis putus-putus" milik Tirai Bambu.

Bahkan Diplomat China bahkan dengan percaya diri membuat surat kepada Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Indonesia. Dalam surat itu, China meminta pemerintah Indonesia untuk menghentikan aktivitas pengeboran lepas pantai di sana.

Persoalan ini rupanya sudah terjadi sejak awal tahun.

Hanya saja baru terungkap ke publik sekarang ini.

China sendiri memiliki klaim yang luas atas perairan Laut China Selatan dan bersengketa dengan sejumlah negara di kawasan tersebut.

Sementara Indonesia mengatakan ujung selatan Laut China Selatan tersebut zona ekonomi eksklusifnya menurut Konvensi PBB tentang Hukum Laut.

Indonesia menamai wilayah tersebut dengan Laut Natuna Utara pada 2017.

Dengan payung hukum itu, Indonesia memiliki kewenangan penuh untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam di sana.

Potensi migas di Laut Natuna Utara, Provinsi Kepri memang tak bisa dianggap sebelah mata.

Sejumlah Kontraktor Kontrak Kerja sama (K3S) perusahaan migas beroperasi pada sejumlah tambang migas lepas pantai di lokasi itu.

Perusahaan ini bahkan memiliki base untuk mendukung aktivitas operasional.

Diberitakan Singapura Masih Lirik Indonesia, Diperkirakan Total Investasi Tembus 7 Miliar USD

Salah satu base berada di Pulau Matak, Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi Kepri.

Migas di Laut Natuna Utara sebelumnya sempat membuat pusing Singapura.

Negeri Singa itu bahkan dilaporkan mengalami krisis energi.

Pasokan gas alam dari perbatasan Indonesia melalui pipa West Natuna yang mengalami gangguan sejak Juli 2021 diketahui menjadi penyebabnya.

Singapura merupakan negara yang bergantung pada gas untuk pembangkit listrik.

Negara ini pun hampir memenuhi semua kebutuhan energinya dengan impor.

Gangguan distribusi dari Indonesia ke Singapura sejak Juli 2021 ktika itu dibenarkan SKK Migas.

Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno sebelumnya menegaskan jika distribusi sudah kembali normal. Kondisi ini disebabkan penurunan laju produksi gas akibat penghentian yang tidak direncanakan (unplanned shutdown) di Lapangan Anoa.

Selain itu, sempat ada pengurangan pasokan gas karena pemeliharaan terencana (planned shutdown) di Lapangan Gajah Baru. Produksi kedua lapangan migas yang terletak di Natuna itu telah menyebabkan produksi gas di Natuna turun 27,5 persen dari puncak sebelumnya menjadi 370 juta standar kaki kubik per hari (mmscfd).

Cadangan migas di Natuna Utara juga tak bisa disepelekan.

Menurut laporan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), cadangan migas di Laut Natuna Utara cukup besar. Cadangan minyak bumi terbukti di Laut Natuna Utara sebesar 92,63 juta standar barel atau milion stock tank barrel (MMSTB).

Sementara itu, cadangan potensial minyak bumi di Laut Natuna Utara adalah 137,13 MMSTB.

Cadangan potensial itu terdiri dari cadangan harapan sebesar 88,90 MMSTB dan cadangan mungkin 48,23 MMSTB.

Di sisi lain, cadangan gas bumi terbukti di Laut Natuna Utara adalah 1.045,62 juta kaki kubik atau billions of standard cubic feet (BSCF).

Sedangkan cadangan gas bumi potensial di Laut Natuna Utara sebesar 1.605,24 BSCF yang terdiri dari 1.083,61 BSCF cadangan harapan dan 521,63 BSCF cadangan mungkin.

Sementara itu dalam skala nasional, cadangan minyak bumi di Indonesia sebesar sebesar 3.774,6 MMSTB dan gas bumi sebesar 77,29 triliun kaki kubik atau trillions of standard cubic feet (TSCF)  Disadur Kompas.com 

(Patia\Editor)

Share:
Tags:




Berita Terkait

Komentar