Sebut Istana Cemas, Rocky Gerung Ungkap Pendanaan Bubarkan Reuni 212

Jum'at, 03/12/2021 05:49 WIB
Rocky Gerung. (Ayosemarang)

Rocky Gerung. (Ayosemarang)

Jakarta, law-justice.co - Pengamat Politik, Rocky Gerung mengaku kecewa dengan adanya tindakan penghalangan atas acara reuni 212 yang digelar kemarin.

Menurut Rocky, penghalang-halangan kegiatan ini sudah tersusun rapi sejak jauh-jauh hari.

Bahkan, menurut Rocky, intelijen-intelijen juga banyak dilibatkan untuk memuluskan pembubaran reuni ini.

Keterangan itu setidaknya disampaikan Rocky saat menjadi bintang tamu podcast Refly Harun di salutan Youtubenya Kamis 2 Desember 2021.

Menurut Rocky Gerung, reuni 212 memang masih dianggap oleh pemerintah sebagai acara yang dihelat kelompok yang berbahaya. Sehingga mereka kemudian diupayakan untuk dilemahkan.

“Jadi Istana cemas dengan reuni 212. Karena reuni ini bisa mengakumulasi isu yang terjadi belakangan, seperti Omnibus Law, Habib Rizieq Shihab, dan lainnya, menjadi isu kemanusiaan dan keadilan. Dan akumulasi isunya jadi tinggi untuk mendeligitimasi kekuasaan,” kata Rocky.

Menurut dia, pendengung agar reuni 212 ini digagalkan sebenarnya datang dari pihak yang bisa ditebak. Sehingga wajar jika publik menganggap Istana seolah menempatkan Islam sebagai musuh bebuyutan. Padahal, baik Kapolri, Panglima, dan KSAD yang baru menginginkan adanya rasa damai.

“Ada dua perintah, ada perintah tersembunyi yang kita tak tahu datang dari mana, itu lalu masuk ke aparat. Lalu bekerjalah intelijen mengumpulkan data. Data yang enggak cukup dibikin cukup dengan cara bikin data sendiri dia,” katanya lagi.

Intelijen sendiri dianggap dikerahkan karena reuni 212 dianggap tengah berupaya menggedor kekuasaan lewat isu-isu yang ingin disuarakan.

Rocky Gerung bahas pendanaan bubarkan reuni 212

Pada kesempatan itu, Rocky Gerung lantas coba menyinggung bahwa kecemasan akan adanya reuni 212 berakar dari kegagalan Pemerintah.

Menurut dia, kesalahan ini berawal dari Presiden Jokowi yang tak mampu membangun revolusi mental yang dia dengungkan sejak awal. Dia disebut gagal membangun rasa persahabatan antar warga negara. Karena itulah pemerintah lantas memunculkan isu-isu radikalisme. Dan seolah menganggap kegiatan reuni 212 adalah kegiatan yang salah.

Dan bisa ditebak, akibat sikap berat sebelah itu, kata Rocky, yang terjadi adalah rasa dendam masing-masing kelompok yang menjadikan bangsa ini berpotensi terpecah belah.

“Sebenarnya ini pendanaan ada, ini poroposal lama yang difoto kopi terus. Tetapi karena pendanaannya makin lama makin sedikit, maka konsepnya yang diperbanyak. Itu diedarkan terus, walau nilainya makin susut. Dan ketika mereka gagal memenuhi keadilan, mereka mulai memberi kuliah soal stabilitas, radikalisme, dan sebagainya,” kata Rocky.

Bagi Rocky sebenarnya tak masalah jika ada pihak yang menumpangkan aspirasi politik ke ayat-ayat kitab suci. Namun, Pemerintah lah yang seolah alergi dengan oposisi, sehingga justru memunculkan isu radikalisme dan lainnya.

“Aspirasi politik boleh ditumpangkan ke ayat-ayat kitab suci, yang enggak boleh, ayat itu diubah jadi konsep kekerasan. Kita bisa pakai apa saja kok. Kalau Pancasila enggak cukup, kita bisa kutip ayat untuk menerangkan ketidakadilan Pemerintah. Jadi ada banyak peralatan ekspresi dari kekhawatiran,” kata Rocky Gerung menyinggung reuni 212.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar