Buruh Tangerang Raya Menolak Keras Penetapan UMK Banten 2022

Kamis, 02/12/2021 13:56 WIB
Ratusan massa buruh melakukan aksi demonstrasi di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (29/11).Aksi yang dilakukan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) digelar di depan Gedung Balai Kota, Jakarta. Mereka berunjuk rasa menolak formula penetapan upah minimum dengan menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan. Robinsar Nainggolan

Ratusan massa buruh melakukan aksi demonstrasi di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (29/11).Aksi yang dilakukan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) digelar di depan Gedung Balai Kota, Jakarta. Mereka berunjuk rasa menolak formula penetapan upah minimum dengan menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan. Robinsar Nainggolan

Jakarta, law-justice.co - Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan dengan tegas dan keras menolak Surat Keputusan (SK) Gubernur Banten tentang Upah Minimum Kabupaten atau Kota (UMK) se-provinsi Banten Tahun 2022.

"KSPSI yang terafiliasi ke Andi Gani Nea Wea (AGN) ini menolak SK Gubernur Banten Nomor. 561/Kep282-Huk/2021 yang resmi dikeluarkan 30 November 2021, karena dinilai tidak sesuai dengan kesepakatan hasil rapat kerja Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit," kata Ketua Dewan Perwakilan Cabang KSPSI (AGN) Kabupaten Tangerang, Ahmad Supriyadi di Tangerang, Rabu 2 Desember 2021.

LKS Tripartit adalah forum musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan yang terdiri dari unsur, pemerintah, organisasi pengusaha dan serikat pekerja atau buruh.

Menurut Ahmad Supriyadi, seharusnya SK Gubernur tentang pengupahan harus merujuk kepada hasil kesepakatan LKS tripartit Provinsi Banten pada tanggal 29 November 2021 yang telah menyetujui kenaikan UMK tahun 2022 sebesar 5,4 persen.

"Kami tegas menolak dan menuntut Gubernur Banten untuk merevisi SK UMK (Kabupaten atau Kota) Tahun 2022, dimana revisi merujuk pada pokok pikiran yang dirumuskan LKS Tripartit yaitu kenaikan Upah Sebesar 5,4 persen," ungkap Ahmad Supriyadi.

Selain itu, ia menuturkan, bahwa SK Gubernur masih berdasar kepada PP No.36/2021 tentang Pengupahan sebagai aturan turunan dari UU No.11/2020 tentang Cipta Kerja yang dalam amar putusan Mahkamah Konstitusional yang telah dinyatakan sebagai UU inkonstitusional bersyarat dengan kata lain UU tersebut belum merujuk pada konstitusi dan undang-undang dasar 1945.

"Seharusnya pemerintah dalam pengambilan kebijakan berlaku cermat dan peka, bahwa terdapat dalam putusan MK amar ke 7 agar menangguhkan pemberlakuan peraturan yang sifatnya strategis dan berdampak luas," ungkap Ahmad Supriyadi.

Ahmad Supriyadi juga menyebutkan, jika segala tuntutannya belum terlaksana maka KSPSI akan melakukan aksi besar-besaran dengan jumlah massa yang lebih banyak untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang dilaksanakan di depan kantor Gubernur Banten.

"Pada 6 Desember 2021, kita lakukan aksi besar besaran depan kantor Gubernur Banten, apabila cara tersebut tidak berhasil, kita akan lakukan Mogok kerja secara serentak yang dimulai pada 21 sampai 23 Desember 2021," kata dia.

(Tim Liputan News\Yudi Rachman)

Share:




Berita Terkait

Komentar