Pupuk Subsidi Bermasalah, Ombudsman Temukan 5 Potensi Maladministrasi

Rabu, 01/12/2021 14:01 WIB
Saat wabah Covid-19 melanda negeri ini banyak para petani tak mampu membeli bibit padi dan pupuk. Akibatnya mereka beralih menjadi bercocok tanam sayuran. Menurut Somad (63 Tahhun) salah satu petani di Serang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat saat ini ia akan menanam kangkung dan sawi. Harga sayuran saat ini cukup stabil. Robinsar Nainggolan

Saat wabah Covid-19 melanda negeri ini banyak para petani tak mampu membeli bibit padi dan pupuk. Akibatnya mereka beralih menjadi bercocok tanam sayuran. Menurut Somad (63 Tahhun) salah satu petani di Serang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat saat ini ia akan menanam kangkung dan sawi. Harga sayuran saat ini cukup stabil. Robinsar Nainggolan

law-justice.co - Ombudsman RI (ORI) telah menyelesaikan kajian sistematis tentang pengawasan tata kelola pupuk bersubsidi. Ditemukan setidaknya 5 potensi maladministrasi.

Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika memaparkan 5 potensi maladministrasi dalam tata kelolo pupuk bersubsidi. Pertama, tidak dituangkannya kriteria secara detail petani penerima pupuk bersubsidi dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 49 Tahun 2020 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2021.

Kedua, ditemukan ketidakakuratan data petani penerima pupuk bersubsidi. Pendataan petani penerima pupuk bersubsidi dilakukan setiap tahun dengan proses yang lama dan berujung dengan ketidakakuratan pendataan.

"Jika kondisi ini dibiarkan terus menerus, Ombudsman RI melihat adanya potensi Maladministrasi dalam proses pendataan, yang berakibat pada buruknya perencanaan dan kisruhnya penyaluran pupuk bersubsidi," kata Yeka.

Ketiga, adanya keterbatasan akses bagi petani untuk memperoleh Pupuk Bersubsidi serta permasalahan transparansi proses penunjukan distributor dan pengecer resmi. Keempat, mekanisme penyaluran pupuk bersubsidi yang belum selaras dengan asas penyelenggaraan pelayanan publik dan prinsip tepat jenis, tepat jumlah, tepat harga, tepat tempat, tepat waktu, dan tepat mutu.

"Terakhir, belum efektifnya mekanisme pengawasan pupuk bersubsidi," ujar Yeka.

Yeka menambahkan, Ombudsman RI telah memberikan laporan pengawasan tersebut kepada Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian BUMN, Kementerian Dalam Negeri, dan PT. Pupuk Indonesia.

Penyerahan tersebut diikuti dengan beberapa saran perbaikan yang harus dilakukan oleh lembaga terkait. Misalnya, pendataan penerima pupuk subsidi dilakukan setiap lima tahun sekali dengan evaluasi setiap tahun. Selain itu dapat dilaksanakan penyusunan mekanisme pelibatan Aparatur Desa dalam pendataan, verifikasi dan validasi rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) Pupuk Bersubsidi.

"Ombudsman RI akan melakukan monitoring dan pendampingan terhadap proses perencanaan dan pelaksanaan saran perbaikan terkait tata kelola pupuk bersubsidi," tutup Yeka.

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Ali Jamil mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti temuan dan saran dari Ombudsman RI.
Sementara Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan, setidaknya ada tiga hal yang perlu diperbaiki dalam tata kelola pupuk bersubsidi, yakni kebijakan strategsi, data penerima, dan mekanisme penyaluran.

(Januardi Husin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar