Berburu Harta karun Peninggalan Sriwijaya dan Majapahit,Dilarang

Sabtu, 27/11/2021 02:29 WIB

law-justice.co - Perburuan harta karun yang sedang marak sulit untuk ditertipkan,   yang diduga  mengambil benda cagar budaya sulit dihentikan meski ada aturan yang melarang. 

Kisah pencari harta karun Hamid  yang sedang marak di sungai Musi Palembang.   Kapal yang digunakan untuk mencari harta karun tersebut merupakan milik Wisnu (35) yang juga sebagai penyelam dan pengepul harta penemuan di kawasan Sungai Musi. Wisnu memiliki dua unit kapal yang sudah disiapkan untuk mencari harta karun.

Padahal jika terus dibiarkan,  Pencurian secara masive  akan menjadi masalah bagi lingkingan terutama , dan akan menjadi lebih sulit bagi para arkeolog untuk meneliti serta mengungkap peradaban besar di Indonesia yang terjadi di masa lampau.  

Media telah  mewawacarai dua pemburu harta karun Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit --mencari tahu bagaimana kerja mereka dan ke mana benda-benda itu dibawa.

`Harta karun peninggalan era kerajaan` dijual ke toko emas, bisa menyebakan mata rantai sejarah putus  dalam penelusuran sejarah. 
Diberitakan bahwa  keluhan penjaga  koleksi  barang purbakala sering di ancam juga.   `Kami tak punya satpam, pegawai ronda sendiri` — Kisah di balik pencurian ratusan koleksi Museum Sulawesi Tenggara

Lebih parahnya lagi  Pengrusakan situs Majapahit: `Ada saksi yang diancam dengan pistol`

"Ada sensasi tersendiri saat ketemu barang-barang itu. Ada kepuasan. Sebuah prestasi bisa mendapatkan [harta karun] yang orang lain belum tentu bisa dapat. Saya bangga dong."

Perasaan itulah yang menuntun Asmadi menyelami Sungai Musi sedalam 35 meter selama hampir dua tahun demi memburu harta karun yang ia yakini peninggalan Kedatuan Sriwijaya --kerajaan maritim terbesar pada abad ke-7.

Pemuda kelahiran Pulau Kemaro ini adalah generasi pertama dari keluarganya yang berprofesi sebagai penyelam Sungai Musi.

"Orangtua saya pedagang ikan di pasar. Dulu dilarang menyelam sama orangtua tapi lama-lama saya nyelamaja, hahaha..." kata pria 26 tahun ini tertawa mengingat tingkah lakunya.

Di pulau yang terletak di tengah Sungai Musi ini, hampir 70% penduduknya merupakan penyelam.

Karena Sungai Musi menjadi jalur kapal pembawa kayu, maka warga pulau terbiasa menyelam untuk mengambil kayu-kayu yang terbawa aliran sungai dan dijual ke siapapun yang membutuhkan.

Namun, kejadian menggemparkan pada 2006 mengubah arah para penyelam.

Kala itu, kelompok penyelam dari kawasan Tangga Buntung menemukan arca perunggu berlapis emas. Temuan itu kemudian dijual ke luar negeri senilai Rp1 miliar.

harta karun

SUMBER GAMBAR,FOTO ASMADI

 


Koleksi cincin milik Asmadi yang diduga berasal dari Sungai Musi.


"Setelah itu banyak yang menyelam mencari harta karun."  "Tiap hari saya lihat banyak temuan. Kayaknya asyik, menantang, bisa dapat emas, porselen, koin-koin. Istilahnya `wah enak nih berburu harta karun`."

Asmadi belajar menyelam secara otodidak.  Awalnya ia masih ciut untuk terjun ke Sungai Musi.

Di kapal milik pamannya, ia hanya membantu penyelam mengayak butiran emas dari tumpukan pasir yang disedot dari selang berdiameter empat inci.

Sebulan kemudian, dia mencoba memberanikan diri menyelam. Ia ingin merasakan asyiknya menangkap benda-benda berharga dari dasar sungai.

Harta karun pertama yang berhasil didapat Asmadi adalah piring seladon dari keramik dengan hiasan ikan di bagian tengah.

Piring itu, kata Asmadi, dijual dengan harga Rp50.000 ke pembeli lokal dari Palembang.

Padahal di beberapa situs jual-beli, barang antik itu dilego mulai dari Rp3 juta sampai Rp30 juta.

"Dulu kan sama-sama nggak tahu harga, jadi dibeli segitu."

 

Untuk memperoleh benda-benda berharga itu, nyawa jadi taruhan.

Asmadi harus turun ke dasar sungai sedalam 35 meter tanpa bisa melihat apapun karena air yang sangat keruh.

Maka tiap kali menyelam, dia selalu pasrah jika bertemu hewan buas atau terjadi kecelakaan yang tak disengaja.

"Ya kalau mati, sudah takdirnya."

Di dasar sungai, ia bisa bertahan antara dua hingga tiga jam. Ia memberi kode berupa tarikan selang kompresor ke salah satu tim di atas kapal jika ingin ditarik ke permukaan.

Hasil temuan dalam sehari itu, dijual. Uangnya dibagi rata ke setiap orang. Tapi khusus bagi pemilik kapal, dapat dobel untuk operasional.

Akan tetapi, angan-angan menjadi kaya raya tak pernah jadi kenyataan.

"Setiap orang punya mimpi itu. Kaliaja dapat emas banyak... bisa kaya... memang angan-angan itu ada dulu."

"Tapi dari dulu menyelam, nggak terlalu menghasilkan. Hahaha... karena meskipun dapat benda seharga Rp25 juta tetap dibagi lima orang."

 

Awal tahun 2020, Asmadi memutuskan berhenti menjadi penyelam lantaran nyaris tutup usia gara-gara seutas tali melilit selang kompresornya sehingga udara tidak mengalir dan air memenuhi maskernya.

"Mau lepas masker dan cepat-cepat naik, tapi nggak bisa. Sudah pasrah saja saya. Tapi tiba-tiba tali itu lepas sendiri. Udara masuk dan saya bisa napas lagi."

"Rasanya takut kalau kejadian lagi, ada sedikit trauma."

"Setelah itu pelan-pelan berhenti menyelam," ujar Asmadi yang kini menjadi kolektor dan ingin mendirikan galeri di Pulau Kemaro yang berisi benda-benda atau temuan dari Sungai Musi. dikutip dari kompas

(Patia\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar