MK Umumkan UU Cipta Kerja Besok, Bagaimana Nasib Upah Buruh?

Rabu, 24/11/2021 19:00 WIB
Buruh minta Pemerintah batalkan UU Ciptaker (CNN)

Buruh minta Pemerintah batalkan UU Ciptaker (CNN)

Jakarta, law-justice.co - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) berharap Mahkamah Konstitusi (MK) akan mengabulkan judicial review atau uji formil terhadap Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Pasalnya, UU tersebut dinilai cacat prosedur dari tahap awal hingga penetapannya.


"KSPI berpendapat selayaknya majelis hakim Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan para pihak salah satunya perkara nomor 06 tahun 2020 oleh Riden Hatam Aziz yang merupakan anggota KSPI," kata Presiden KSPI Said Iqbal, Rabu (24/11).

Gugatan yang dilayangkan serikat buruh tersebut ialah menuntut agar hakim konstitusi mencabut atau membatalkan UU Cipta Kerja yang ditetapkan Oktober tahun lalu.

Said menilai kecacatan formil diawali dengan tidak dilibatkannya serikat buruh dalam perencanaan, pembentukan, hingga penetapan aturan tersebut.

Kemudian, UU Cipta Kerja diubah berkali-kali baik dari segi halaman maupun pasal-pasal yang ada. Ia pun menduga ada perubahan substansi pasal, sebab saat ditanya majelis hakim keterangan pemerintah dan DPR dinilai berbelit-belit.

Dari segi waktu, undang-undang tersebut sudah dijadwalkan akan ditetapkan pada 8 Oktober 2020. Namun, karena massa aksi yang akan turun ke jalan, pengesahan dipercepat menjadi 5 Oktober 2020.

"Ada apa di balik semua ini, ketika ditanya pada persidangan, semua saksi pun tidak bisa menjelaskan tentang prosedur sesuai dengan UU Pembentukan Perundang-undangan," imbuhnya.

Selain itu, pihaknya juga mempertanyakan uji materiil yang dilakukan hakim konstitusi. Sebab, persidangan masih belum tuntas, namun akan disahkan esok hari.

Menurut pengakuannya, uji materiil baru masuk ke tahap mendengarkan keterangan dari pemerintah dan DPR. Sehingga, tidak seharusnya ditetapkan bersamaan dengan uji formil.

Namun, ia menambahkan apabila uji formil dikabulkan oleh MK, maka ia meminta uji material untuk dicabut dan tidak dilanjutkan.


Sah Atau Tidak Gugatan Buruh?

Pakar Hukum dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Holyness N Singadimedja menegaskan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) masih tetap jadi acuan penetapan upah minimum provinsi (UMP), meskipun saat ini statusnya masih dilakukan judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK).


Sekadar diketahui, serikat buruh dari berbagai wilayah di Indonesia menolak penetapan upah minimum tahun 2022. Alasan penolakan itu karena upah minimum dihitung berdasarkan PP 36 Tahun 2021 yang menginduk kepada UU Cipta Kerja.

Sementara itu, Mahkamah Konstitusi (MK) baru akan mengumumkan nasib UU Cipta Kerja besok, Kamis (25/11/2021). Judicial review sebelumnya diajukan oleh belasan elemen masyarakat yang meminta UU tersebut dicabut dan dibatalkan MK.

"Ini dijadikan alasan oleh serikat pekerja untuk menolak UMK karena UU Cipta Kerja sedang di-judicial review, ketika MK belum memutuskan apakah UU Cipta Kerja sah atau tidak, maka selama belum ada putusan MK, UU itu dapat dilaksanakan atau diikuti," ujar Holyness dalam sesi wawancara secara virtual, Rabu (24/11/2021).

Dari segi hukum, katanya, UU Cipta Kerja tetap dapat dilaksanakan dengan mengacu kepada azas praduga keabsahan. Selama UU itu masih bisa dilaksanakan, maka penetapan UMK sesuai aturan yang berlaku, yaitu ke UU Cipta Kerja dan PP 36," katanya.

"Saya rasa UU ini sangat mengunci pemerintah dalam hal ini gubernur, karena ini program strategis nasional, pemda harus ikuti dan merujuk ke UU," ujar Holyness menjelaskan.

Pada Sabtu (20/11/2021), Pemprov Jabar menetapkan upah minimum provinsi (UMP) untuk tahun 2022 sebesar Rp. 1.841.487,31. Dibandingkan dengan tahun 2021, terdapat kenaikan sebanyak 1,72% atau naik sebesar Rp 31.135,95.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar