Normalisasi Upah Minimum Bagi Buruh Cegah Resiko Jebakan Upah Murah

Minggu, 21/11/2021 15:40 WIB
Ilustrasi Upah Buruh (Liputan6)

Ilustrasi Upah Buruh (Liputan6)

Jakarta, law-justice.co - Anggota Dewan Pengupahan Nasional (DEPENAS) dari unsur pakar, Joko Santosa menyebut kebijakan pengupahan di Indonesia tengah diarahkan untuk normalisasi upah minimum. Normalisasi, jelas Joko, bertujuan agar dunia ketenagakerjaan tidak mengalami jebakan upah murah.


"Jadi pemerintah sedang berusaha melakukan normalisasi agar upah minimum ini berjalan sesuai fungsinya, sebagai jaring pengaman atau safety net," jelas Joko dikutip dalam keterangan tertulis, Minggu (21/11/2021).

Joko mengatakan safety net yang tengah dibangun tidak hanya ditujukan bagi pekerja baru, yakni pekerja dengan masa kerja di bawah 12 bulan. Tapi, sesuai PP No.36 Tahun 2021, safety net itu juga juga bertujuan untuk melindungi pekerja dengan masa kerja di atas 12 bulan dari jebakan upah murah.

Joko menjabarkan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, upah minimal adalah nilai upah minimal yang seharusnya diberikan kepada pekerja baru atau masa kerja di bawah 12 bulan. Namun pada implementasinya, kata Joko, UM kerap menjadi upah efektif yang diberikan kepada pekerja dengan masa kerja di atas 12 bulan. Kondisi tersebut menurut Joko terjadi sebagai akibat batasan upah minimum yang sudah terlampau tinggi.

Joko menyatakan pekerja dengan masa kerja di atas 12 bulan seharusnya diberikan upah berdasarkan struktur dan skala upah, dengan kenaikan upah berdasarkan kinerja pekerja dan produktivitas perusahaan.

"Kalau jebakan upah murah terjadi yang dirugikan adalah pekerja dengan masa kerja di atas 12 bulan," cetus Joko.

Ia menambahkan, penerapan upah minimum sebagai upah aktual di Indonesia terjadi akibat nilainya sudah berada di atas median upah atau nilai tengah sebaran upah. Berdasarkan metode Kaitz index, metode yang membandingkan antara UM dengan median upah di suatu wilayah, didapati Kaitz Index Indonesia sudah di atas 1,1. Padahal, berdasarkan standar ILO, Kaitz Index seharusnya berada di antara 0,4 - 0,6.

"Nilai upah minimum Indonesia itu nilainya sudah di atas median upah. Itu kalau di seluruh dunia hanya terjadi di Indonesia," sebut Joko.

Ia mengatakan tingginya Kaitz Index menimbulkan 2 risiko. Pertama, pengusaha tidak akan membayar upah sesuai upah minimum. Kedua, pengusaha akan kesulitan untuk menaikkan upah bagi pekerja dengan masa kerja di atas 12 bulan.

"Berarti banyak pekerja yang masa kerjanya di atas 12 bulan ini akan dibayar dengan upah di sekitaran upah minimum atau sedikit di atas upah minimum. Inilah yang disebut sebagai jebakan upah murah. Untuk itu seluruh pihak harus fokus pada upah berbasis produktivitas, bukan lagi kepada upah minimum," urai Joko.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar