KCIC Klaim Kereta Cepat Jakarta-Bandung Memiliki Standar Internasional

Sabtu, 20/11/2021 16:42 WIB
Ilustrasi Kereta Cepat Jakarta Bandung (Foto: KCIC)

Ilustrasi Kereta Cepat Jakarta Bandung (Foto: KCIC)

Jakarta, law-justice.co - PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) memastikan kereta cepat Jakarta-Bandung, bisa beroperasi hingga kecepatan 350 km per jam, mempunyai tingkat keamanan yang tinggi berkat adanya teknologi pada sistem proteksi ancaman cuaca dan lainnya.

Sistem proteksi ancaman tersebut dapat membuat kereta cepat mampu bertahan dari ancaman angin kencang, hujan deras, gempa bumi, objek asing, sampai sambaran petir di lintasan rel.

"Kami sudah siapkan teknologi canggih yang terpasang di lintasan dan di dalam rangkaian kereta yang dapat mencegah terjadinya bahaya," kata Presiden Direktur KCIC, Dwiyana Slamet Riyadi di Jakarta, Sabtu 20 November 2021.

Dwiyana Slamet Riyadi menjelaskan, pihaknya sudah menyiapkan berbagai instrumen untuk melindungi kereta cepat dari bahaya, seperti adanya Disaster Monitoring Center, sensor pendeteksi ancaman di sepanjang trase, dan Disaster Monitoring Terminal di Tegalluar sebagai pusat pengelolaan data kebencanaan.

Selain itu, terdapat juga instrumen pengamatan langsung di lapangan dengan CCTV yang tersambung ke command center untuk mengirim informasi visual serta Internal dan Eksternal Lightning Protection System pada konstruksi.

Terkait ancaman gempa, Dwiyana mengatakan kalau di sepanjang trase, akan terpasang tujuh sensor gempa yang dipasang di jarak rata-rata tiap 25 km.

Cara kerja sistem ini adalah setiap sensor akan mengirim data jika mendeteksi adanya getaran ke Disaster Monitoring Center untuk dianalisa dan ditarik kesimpulan untuk dilakukan upaya pencegahan kecelakaan.

Adapun sinyal kegempaan yang pertama kali akan ditangkap dan dikirim oleh alat sensor tersebut berupa gelombang P yang merupakan tanda awal terjadinya gempa.

Informasi itu lalu akan sampai ke Disaster Monitoring System sebelum terjadinya Gelombang S yang merupakan getaran perusak dari gempa bumi.

Dari sinyal gelombang P yang terdeteksi tersebut, menurut Dwiyana, pihaknya dapat segera melakukan mitigasi ancaman dengan mengirimkan peringatan dan instruksi ke setiap rangkaian kereta yang sedang beroperasi.

Dwiyana juga menjabarkan kalau alarm yang dikirim dari Disaster Monitoring Center untuk ancaman kegempaan terbagi ke dalam tiga level, yaitu level 1 untuk gelombang P antara 40 gal-80 gal, level 2 untuk 80 gal -120 gal, dan level 3 untuk gelombang P lebih dari 120 gal.

Selain itu, KCIC juga akan bekerjasama dengan BMKG untuk perlindungan kereta cepat dari ancaman gempa.

Dengan rencana ini, Disaster Monitoring Center bisa mendapatkan data terkait ancaman gempa lebih awal mengingat BMKG sudah memiliki banyak alat sensorik yang terpasang di dekat epicentrum gempa.

"Kereta cepat ini proyek kolaborasi, termasuk untuk perlindungan gempa yang bekerjasama dengan BMKG. mereka sudah memiliki alat sensor yang terpasang di dekat pusat gempa jadi kita bisa dapat informasi awal kalau ada ancaman gempa untuk segera dilakukan mitigasi," kata Dwiyana.

Untuk pencegahan bahaya dari ancaman angin kencang, Dwiyana memaparkan kalau di setiap trase, sudah terpasang 17 unit alat sensor yang mampu mengukur arah dan kecepatan angin.

"Untuk proteksi dari ancaman angin kencang, 17 unit sensor yang bisa mengukur arah dan kecepatan angin sudah dipasang. Kalau terdeteksi akan ada hembusan angin yang membahayakan perjalanan kereta cepat, Kami bisa segera lakukan tindakan mitigasi," katanya.

Untuk mendeteksi ancaman dari hujan, Dwiyana mengatakan kalau di sepanjang trase akan terpasang delapan sensor yang masing-masing berjarak sekitar 20 Km. Alat sensor tersebut akan mengirim data terkait intensitas hujan 10 menit sampai 24 jam.

Jika curah hujan yang terdeteksi berpotensi menimbulkan ancaman, maka tindakan mitigasi pun dapat segera dilakukan.

Selanjutnya, mengingat setiap lintasan kereta memiliki ancaman dari benda asing, Dwiyana mengungkapkan kalau nantinya akan dipasang enam alat sensorik di setiap overpass yang dilewati kereta cepat.

Sistem perlindungan objek asing ini juga akan dilengkapi jaring untuk menghindari adanya benda yang jatuh ke lintasan KCJB dari atas jembatan.

"KCJB ini berkecepatan tinggi, jadi kalau ada benda asing dampaknya fatal. Maka dari itu sistem pendeteksi ancamannya pun Kami terapkan sebaik mungkin. Ada enam sensor yang terpasang di setiap overpass dan dilengkapi jaring supaya tidak ada benda yang jatuh," ungkapnya.

Untuk ancaman lainnya, seperti terhentinya pasokan listrik untuk pengoperasian, Dwiyana menekankan kalau ancaman tersebut sudah diperhitungkan dengan menyediakan suplai dari listrik cadangan di setiap rangkaian kereta, yang mampu menyediakan listrik selama maksimum 120 menit sejak aliran listrik utama berhenti.

Dengan daya yang terdapat pada suplai cadangan tersebut, Dwiyana mengatakan daya cadangan itu untuk keperluan telekomunikasi, lampu penerangan hingga ventilasi darurat dan yang lainnya masih dapat dioperasikan.

Terlebih, Dwiyana mengaku kalau pasokan listrik utama untuk keperluan KCJB juga berasal dari transmisi 150kV Jawa dan Bali dan setiap gardu traksi mendapat listrik dari dua sumber yang berbeda.

Pihaknya tidak terlalu khawatir jika aliran listrik terhenti di salah satu transmisi tersebut. Bila satu gardu traksi mati total maka listrik aliran atas 25kV masih dapat dicatu oleh gardu sebelahnya dan kereta masih dapat beroperasi.

Terakhir, Dwiyana meyakini kalau konstruksi kereta cepat juga sudah dirancang agar aman dari ancaman petir. Saat ini ada dua jenis LPS yang dipasang di trase kereta cepat, yaitu eksternal LPS dan internal EPS.

Metode yang diterapkan pada eksternal LPS adalah pemasangan air terminal yang berfungsi untuk menangkap petir dan down conductor grounding system yang mampu mengalirkan arus listrik dari sambaran petir dari atas konstruksi ke tanah dengan baik. Grounding system yang dibangun melalui IES seperti ini yang tidak ditemukan di perkeretaapian lainnya.

Sedangkan untuk internal LPS, ia mengatakan kalau konstruksi kereta cepat sudah dilengkapi pelindung untuk kebutuhan induksi listrik, arrester untuk konduksi, dan bonding untuk elevasi tegangan. Semua ancaman petir ini telah mempertimbangkan masukan karakteristik petir iklim tropis dari ahli petir Indonesia sehingga desain perlindungan terhadap petir jauh lebih baik.

Dwiyana pun menekankan kalau proyek KCJB ini merupakan suatu proyek kolaborasi dari berbagai keilmuan dan bangsa sehingga terciptalah hasil dengan kualitas terbaik untuk kemajuan bangsa dan negara.

"Dari kereta cepat ini kita bisa lihat kolaborasi antar bangsa dan keilmuan. Ada alih pengetahuan dan teknologi dari negara yang sudah lebih dulu sukses dengan kereta cepat, ada transfer dari pakar-pakar terbaik tanah air di bidang konstruksi, kelistrikan, ada BMKG, dan masih banyak lagi. Kami yakin kolaborasi ini sangat baik untuk kemajuan bangsa," katanya.

(Tim Liputan News\Yudi Rachman)

Share:




Berita Terkait

Komentar