Macron Bikin Polemik, Ogah Lockdown Prancis saat Lonjakan Covid

Jum'at, 19/11/2021 20:25 WIB
Presiden Prancis Emmanuel Macron (Foto: The Financial Express)

Presiden Prancis Emmanuel Macron (Foto: The Financial Express)

Paris, Perancis, law-justice.co - Kasus Corona atau COVID-19 di Prancis meningkat lagi. Namun, Presiden Prancis Emmanuel Macron menolak penerapan lockdown.


Dilansir dari Reuters dan Channel News Asia, Jumat (19/11/2021), Prancis mencatat lebih dari 20.000 kasus baru infeksi virus Corona pada Rabu (17/11/2021) waktu setempat. Angka setinggi ini merupakan yang pertama kalinya sejak 25 Agustus lalu seiring meningkatnya gelombang kelima wabah Corona di negeri Eropa tersebut.

Kementerian Kesehatan Prancis melaporkan 20.294 kasus baru COVID-19 dalam sehari. Total kasus kini menjadi 7,33 juta kasus.

Tingkat insiden COVID-19 di Prancis - jumlah kasus baru per minggu per 100.000 orang - kini naik lebih jauh menjadi 129. Jumlah itu tetap jauh di bawah negara-negara tetangga seperti Jerman, Inggris dan Belgia di mana tingkat tersebut beberapa kali lebih tinggi.

Jumlah pasien virus Corona di rumah sakit Prancis naik lebih dari 10 persen dari minggu ke minggu untuk hari kedua berturut-turut, menjadi 7.663 pasien. Jumlah pasien di ICU naik menjadi 1.300, peningkatan dua digit minggu ke minggu untuk hari ketiga.

Prancis juga melaporkan 56 kematian baru terkait COVID-19, sehingga totalnya kini menjadi lebih dari 118.000 kematian.

Juru bicara pemerintah Prancis, Gabriel Attal, mengatakan Prancis sedang dilanda gelombang kelima virus Corona. Namun, pemerintah menyebut tidak ada rencana tindakan pembatasan tambahan untuk saat ini.

Pemerintah Prancis berharap tingkat vaksinasi yang tinggi akan membatasi jumlah orang yang membutuhkan perawatan di rumah sakit karena penyakit tersebut.

Sementara itu, penasihat ilmiah utama pemerintah Prancis, Jean-Francois Delfraissy mengatakan pihak berwenang mungkin harus meminta perusahaan untuk kembali menerapkan work form home atau bekerja dari rumah.

 

Macron Tolak Lockdown

Presiden Prancis, Emmanuel Macron, menegaskan negaranya tidak perlu mengikuti negara-negara Eropa lain yang menerapkan lockdown akibat lonjakan virus Corona. Penegasan ini disampaikan Macron setelah Prancis yang dilanda gelombang kelima Corona mencatat lebih dari 20 ribu kasus dalam sehari.

Dilansir dari Reuters, Macron dalam wawancara dengan surat kabar setempat, La Voix du Nord, menyatakan izin kesehatan telah sukses dalam membatasi penyebaran Corona di Prancis. Eropa saat ini kembali menjadi episentrum pandemi Corona dunia yang mendorong beberapa negara, termasuk Jerman dan Austria, untuk menerapkan kembali pembatasan menjelang liburan Natal dan memicu perdebatan apakah vaksin saja sudah cukup untuk menangkal Corona.

"Negara-negara yang menerapkan lockdown terhadap orang-orang yang tidak divaksinasi Corona merupakan negara yang belum memberlakukan izin (kesehatan). Oleh karena itu, langkah ini tidak diperlukan di Prancis," kata Macron.

Prancis menerapkan syarat bukti vaksinasi atau hasil tes negatif Corona untuk masuk ke dalam restoran, kafe dan bioskop, juga saat naik kereta jarak jauh, di antara aktivitas-aktivitas publik lainnya.

Macron juga masih menunggu panduan otoritas kesehatan Prancis soal apakah dosis ketiga vaksin Corona harus diperluas untuk semua orang yang memenuhi syarat untuk divaksin atau tidak. Dosis ketiga atau suntikan booster saat ini hanya diberikan untuk warga berusia 65 tahun ke atas dan dalam kondisi lemah.

"Jika terbukti bahwa dosis ketiga efektif dan diperlukan untuk masyarakat yang lebih luas, maka jelas kita akan memasukkannya ke dalam izin kesehatan," ucapnya.

 

Gelombang Kelima Corona di Eropa


Negara-negara di Eropa menghadapi gelombang kelima penyebaran Corona. Salah satu negara yang menghadapi lonjakan kasus adalah Swiss.

Meski ada lonjakan kasus, Menteri Kesehatan Swiss Alain Berset bersikeras pembatasan COVID-19 tidak diperlukan meskipun kasus baru setiap hari meningkat empat kali lipat dalam sebulan ke level tertinggi sepanjang tahun.

"Kita jelas menghadapi gelombang kelima," kata Alain Berset pada konferensi pers, menambahkan bahwa perjalanan pandemi "akan tergantung pada perilaku kita semua".

Dilansir dari AFP, virus Corona menyebar terutama di kalangan orang muda yang cenderung tidak menderita penyakit parah akibat virus tersebut. Berset mengatakan lonjakan kasus lebih mengkhawatirkan karena "jumlah orang dewasa yang tidak memiliki kekebalan terlalu besar".

Berset menegaskan jumlah orang yang divaksinasi lengkap di Swiss masih terlalu rendah, yakni sekitar 65% dari seluruh populasi. Dia mengatakan orang-orang harus menghormati aturan keselamatan kesehatan untuk menghindari peningkatan pasien di rumah sakit.

Swiss tadinya memiliki 10 persen populasi yang divaksinasi penuh pada 23 April, meningkat menjadi 50 persen tiga bulan kemudian pada 29 Juli. Namun, pada bulan-bulan berikutnya kemajuan itu telah menurun secara drastis.

Pekan lalu, rawat inap COVID-19 meningkat seperempat, sementara kematian naik lebih dari 80 persen menjadi 53 kematian. Saat ini, 77 persen ICU di Swiss penuh dengan 17 persen dari keseluruhan kapasitas ditempati oleh pasien COVID-19.


Ahli epidemiologi Universitas Bern, Christian Althaus, menyerukan untuk kembali bekerja dari rumah dan penggunaan masker di dalam ruangan yang lebih besar, mengingat lonjakan kasus.

Pada hari Kamis (18/11) waktu setempat, otoritas kesehatan nasional melaporkan lebih dari 6.000 kasus baru COVID-19 yang dikonfirmasi dalam 24 jam terakhir.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar