Ketua DPD RI: Ambang Batas Presiden Tak Sesuai Konstitusi!

Kamis, 18/11/2021 06:59 WIB
Ketua DPD RI: Ambang Batas Presiden Tak Sesuai Konstitusi!. (Instagram @lanyallamm1)

Ketua DPD RI: Ambang Batas Presiden Tak Sesuai Konstitusi!. (Instagram @lanyallamm1)

Jakarta, law-justice.co - Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), La Nyalla Mattalitti menegaskan bahwa aturan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak sesuai dengan konstitusi.

"Apakah presidential threshold sesuai dengan konstitusi? Jawabnya adalah tidak. Ini bukan hanya jawaban dari saya, tetapi semua pakar hukum tata negara mengatakan hal yang sama," kata La Nyalla dalam keterangan tertulisnya, Rabu (17/11).

Menurut La Nyalla, dalam Undang-undang Dasar 1945 hasil amandemen hanya disebutkan mengenai ambang batas keterpilihan presiden. Ambang batas keterpilihan ini untuk menyeimbangkan popularitas dengan prinsip keterwakilan yang lebih lebar dan menyebar.

La Nyalla menyebut ambang batas pencalonan tidak ada sama sekali dalam UUD. Menurutnya, dalam UUD 1945, aturan yang berlaku adalah pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebelum pelaksanaan pemilihan umum.

"Artinya setiap partai politik peserta pemilu berhak dan dapat mengajukan pasangan capres dan cawapres. Dan pencalonan itu diajukan sebelum pilpres dilaksanakan," ujarnya.

Menurut eks Ketua Umum PSSI itu, aturan yang tercantum dalam UU Pemilu justru membingungkan. Dalam UU itu disebutkan pasangan calon presiden dan wakil presiden hanya bisa dicalonkan oleh partai atau gabungan partai yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi di DPR atau 25 persen perolehan suara nasional pada Pemilu sebelumnya.

"Di sinilah semakin ketidakjelasannya. Selain memberi ambang batas yang angkanya entah dari mana dan ditentukan siapa, di pasal tersebut juga terdapat kalimat; pada Pemilu anggota DPR sebelumnya," kata La Nyalla.

Sementara itu, Anggota DPD asal Sulawesi Selatan Tamsil Linrung menilai bahwa ambang batas pencalonan presiden dapat memunculkan calon presiden `boneka` dan kompromi-kompromi politik yang tak sehat untuk bangsa.

Menurutnya, hal tersebut bukan tak mungkin terjadi. Saat ini saja, ketika tujuh partai politik berkoalisi, seolah menutup kemungkinan munculnya calon presiden selain yang mereka ajukan.

"Muncullah calon boneka yang kompromistis. Nanti kamu kalah, tapi kamu akan mendapat posisi menteri pertahanan. Begitu kira-kira contohnya," ujar Tamsil.

Sebelumnya, Presiden PKS Ahmad Syaikhu mengusulkan agar ambang batas pencalonan presiden-wakil presiden diturunkan dari 20 persen menjadi 10 persen kepemilikan kursi DPR. Bila diturunkan, ia menilai pasangan calon presiden yang berlaga di Pilpres 2024 mendatang tak hanya dua pasangan semata.

"Dengan adanya penurunan presidential threshold ya bisa 10 persen, ini kemungkinannya calon-calonnya enggak hanya 2. Dengan itu, mudah-mudah keterbelahan di tengah masyarakat juga tidak akan terjadi," kata Syaikhu.

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar