Takut Bangkrut, Garuda Nego Utang Rp 138 Triliun

Selasa, 16/11/2021 17:20 WIB
Maskapai Garuda Indonesia. (Nikkei Asian Review)

Maskapai Garuda Indonesia. (Nikkei Asian Review)

Jakarta, law-justice.co - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) kini menjadi perbincangan yang cukup ramai dibahas. Pasalnya, perusahaan plat merah tersebut dikabarkan terlilit utang. Bahkan, terancam ditutup.

Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menyatakan Garuda memiliki utang mencapai US$ 9,75 miliar atau Rp 138,45 triliun (kurs Rp 14.200).

Melansir Detik.com, hingga kini proses pembayaran utang pun terus dilakukan perusahaan. Dikutip dari keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, Selasa (16/11/2021), manajemen Garuda sedang melakukan komunikasi insentif untuk melakukan negosiasi utang kepada kreditur dan lessor.

"Secara khusus, untuk lessor, negosiasi dilakukan guna mencapai kesepakatan mengenai restrukturisasi biaya sewa dengan skema PBH (power by the hour)," tulis manajemen Garuda dalam keterangannya.

Sementara itu, dengan para kreditur lainnya, Garuda tengah melakukan proses pemaparan initial proposal untuk proses restrukturisasi secara bertahap dan berdiskusi lebih lanjut guna memperoleh kesepakatan.

Dalam waktu dekat proposal restrukturisasi akan dibagikan Garuda kepada para kreditur. Penyusunan proposal restrukturisasi sudah rampung dilakukan.

"Perseroan saat ini telah merampungkan penyusunan proposal restrukturisasi dengan berkoordinasi dengan beberapa konsultan pendukung restrukturisasi, dan dalam waktu dekat akan segera menyampaikan proposal restrukturisasi tersebut kepada para kreditur," ungkap manajemen.

Manajemen juga memaparkan beberapa kesepakatan penangguhan utang yang sudah didapatkan perusahaan:

1. Penangguhan pokok dan bunga oleh kreditur perbankan.
2. Restrukturisasi utang tertunggak selama 2020 yang dibayarkan dengan cicilan balloon payment sampai dengan 2023 oleh kreditur bisnis.
3. Terkait dengan KIK EBA, telah dilakukan penangguhan sebagian kewajiban pembagian 4. pendapatan penjualan tiket ke-36 s/d 3 Desember 2021 atau tanggal yang disesuaikan kemudian dengan Manajer Investasi (MMI).
4. Terkait dengan SUKUK, telah dilakukan perpanjangan waktu jatuh tempo s/d 3 Juni 2022 6. dan penangguhan pembayaran jumlah pembagian berkala yang jatuh tempo pada tanggal 17 Juni 2021 sebesar US$ 14 juta sampai dengan waktu yang akan disepakati, bersamaan 8. dengan perstujuan rencana restrukturisasi.
5. Terkait dengan EDC, telah dilakukan penangguhan pokok dan bunga periode Juni 2020 sampai dengan waktu yang akan disepakati, bersamaan dengan persetujuan rencana restrukturisasi.

Sebelumnya, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan bahwa saat ini liabilitas atau utang Garuda Indonesia mencapai US$ 9,75 miliar atau setara Rp 138,45 triliun. Dari total utang tersebut, US$ 2 miliar di antaranya adalah utang kepada lessor untuk sewa pesawat.

"Utang (Garuda) itu yang tercatat US$ 7 miliar plus utang daripada lessor yang tidak terbayar US$ 2 miliar lagi. Jadi totalnya US$ 9 miliar," papar Kartika saat rapat kerja dengan Komisi VI, Selasa (9/11/2021).

Akibat utang sebanyak itu Garuda disebut bangkrut secara teknis. Pasalnya, aset Garuda Indonesia saat ini hanya US$ 6,92 miliar. Jauh lebih rendah dibandingnya total kewajibannya itu yang mencapai US$ 9,75 miliar.

"Sebenarnya dalam kondisi seperti ini kalau istilah perbankan sudah technically bankrupt Pak tapi legally belum. Ini yang sekarang sedang berusaha bagaimana kita bisa keluar dari situasi yang sebenarnya secara technically bankrupt," ucap Kartika.

 

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar