Anggaran PEN Diutak-atik untuk Suntik BUMN, DPR Pertanyakan Kemenkeu

Rabu, 10/11/2021 21:10 WIB
Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Mukhamad Misbakhun (Dok.dpr.go.id)

Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Mukhamad Misbakhun (Dok.dpr.go.id)

Jakarta, law-justice.co - Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mempertanyakan kepada Kementrian Keuangan terkait adanya istilah penggunaan cadangan Program Ekonomi Nasional (PEN) dan Sisa Anggaran Lebih (SAL) pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021, yang digunakan untuk Penyertaan Modal Negara (PMN) pada beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Sebab, menurutnya program PEN itu sendiri adalah program yang sudah ada di dalam struktur belanja APBN. Pemberian nama program PEN tersebut meliputi Bidang Kesehatan, Perlindungan Sosial, Sektoral Kementerian/Lembaga, dan Pemerintah Daera, UMKM, serta Pembiayaan Korporasi BUMN, juga Insetif Perpajakan Dunia Usaha.


“Jadi jelas PEN adalah bagian dan masuk dalam struktur Belanja APBN. Karena itu apabila tidak digunakan atau dibelanjakan pada tahun berjalan maka mata anggaran di program PEN akan menjadi bagian SAL tahun tersebut yang sudah habis periodisasi anggarannya pada cut off per 31 Desember,” kata Misbakhun, dikutip dari Kontan, Rabu (10/11/2021).


Sebelumnya, dalam rapat kerja bersama DPR RI, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan rencananya menambah penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 53,1 triliun untuk menyuntik BUMN pada tahun ini.

Dia memerinci Rp 33 triliun untuk PMN merupakan dana cadangan PEN, sedangkan Rp 20,1 triliun adalah pemanfaatan saldo anggaran lebih dari APBN 2021.

Akan tetapi, Misbakhun menilai rencana Menkeu Sri Mulyani soal pemanfaatan SAL berpotensi menyalahi Undang-Undang (UU) No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Menurutnya dalam UU tersebut disebutkan bahwa tidak boleh APBN direncanakan dengan asumsi di awal akan ada SAL. Karena pada hakikatnya, APBN disusun dengan asumsi awal penerimaan tercapai 100% dan belanja terserap 100%.

Untuk itu, Ketika belanja APBN tidak terserap 100%, dan ada sisa anggaran lebih, maka tidak bisa begitu saja digunakan untuk program PMN dan diberikan kepada BUMN.


Menurutnya, meskipun dalam UU No.9/2020 tentang APBN 2021 disebutkan bahwa bendahara umum negara diberi kewenangan untuk menggunakan SAL, tetapi mekanisme penggunaannya untuk PMN belum pernah dibicarakan sebelumnya dengan DPR.

Misbakhun menyebut, PMN yang selama ini disetujui oleh DPR adalah PMN dengan mekanisme pada saat pembahasan APBN. Selain itu, selama ini juga belum ada aturan mekanisme bagaimana penggunaan SAL APBN 2021 untuk PMN ke BUMN, sedangkan APBN 2021 sendiri masih berjalan sampai 31 Desember 2021 baru tutup buku.

“Bagaimana nantinya apabila belanja di APBN 2021 terserap pada titik optimal dan jumlah SAL tidak mencukupi untuk PMN ke BUMN seperti yang direncanakan? Atau apabila kemudian ada keputusan politik yang drastis bahwa untuk memperkecil defisit maka digunakan mekanisme zero SAL,” pungkas Misbakhun.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar