Lebih Ngeri dari Covid, ini yang Dilawan Raksasa Keuangan Dunia

Rabu, 03/11/2021 23:00 WIB
Tambang Batubara (Dok.Istimewa)

Tambang Batubara (Dok.Istimewa)

Jakarta, law-justice.co - Sekitar 450 perusahaan keuangan dunia bergabung dalam koalisi bersih nol emisi. Hal ini merupakan tindakan untuk memerangi perubahan iklim yang diakibatkan oleh pencemaran emisi karbon.


Mengutip Straits Times, sebanyak 450 perusahaan itu mewakili aset senilai US$130 triliun. Ini merupakan nilai total dari 40% aset keuangan dunia. Mereka menamakan aliansi ini sebagai `Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ)`.

Nama ini diambil dari kota Glasgow di Inggris yang saat ini sedang menjadi tuan rumah konferensi iklim COP26. Selain itu, mereka menunjuk Michael R. Bloomberg dan Mark Carney sebagai pemimpin aliansi itu.


"Meningkatkan adopsi energi bersih dan infrastruktur berkelanjutan lainnya cukup cepat untuk menghindari dampak terburuk dari perubahan iklim akan membutuhkan triliunan dolar dalam investasi baru - kemungkinan dalam rata-rata US$100 triliun," tulis ketua bersama GFANZ dikutip Rabu, (3/11/2021).

"Sebagian besar dari itu harus datang dari sektor swasta, terutama setelah banyak korban akibat pandemi terhadap anggaran pemerintah."

Nantinya, GFANZ juga akan ikut menguraikan proyek-proyek energi yang sedang berjalan untuk menentukan jalur nol bersih untuk sektor-sektor intensif karbon. Ini untuk menyebarkan lebih banyak modal dekarbonisasi ke negara-negara berkembang.

Hal ini pun ditanggapi positif oleh pemerintah dunia. Rishi Sunak, Menteri Keuangan Inggris, mengatakan ini merupakan komitmen bersejarah dalam menangani perubahan iklim. Ia juga berniat menjadikan Inggris, yang saat ini menjadi tuan rumah KTT Iklim COP26, sebagai pusat keuangan nol emisi pertama dunia.

Sebelumnya, dalam arena COP26, 105 negara, termasuk Indonesia, menyepakati poin mengenai pencegahan deforestasi yang dinamakan `Deklarasi Pemimpin Glasgow tentang Hutan dan Penggunaan Lahan`. Deklarasi ini diumumkan untuk menjaga penggunaan lahan menjadi lebih berkelanjutan untuk mencapai tujuan dari Kesepakatan Paris 2015. Kesepakatan itu sendiri diambil untuk menetapkan standar kenaikan suhu global lebih dari 1,5 derajat Celcius.

Ancaman perubahan iklim dunia semakin nyata terasa. Terbaru, Badan Meteorologi Dunia atau WMO memberikan peringatan bahwa perubahan iklim tak hanya menyebabkan banjir dan kenaikan air laut, namun juga gelombang panas.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar