Stagflasi, Hantu yang Lebih Ngeri dari Pandemi Covid-19 Bagi China

Selasa, 02/11/2021 18:40 WIB
Warga Tiongkok (Foto: EPA-EFE/STRINGER)

Warga Tiongkok (Foto: EPA-EFE/STRINGER)

Jakarta, law-justice.co - Tanda-tanda China diprediksi mengalami stagflasi mulai jadi kenyataan.


"Sinyal-sinyal ini mengonfirmasi bahwa ekonomi China kemungkinan sudah mengalami stagflasi," kata Kepala Ekonom Pinpoint Asset Management Zhang Zhiwei dikutip dari CNBC International, Selasa (2/11/2021).


"Kita dengan jelas dapat melihat ... stagflasi industri di China karena indeks output yang menguat dan pada saat yang sama terjadi peningkatan yang kuat dalam indeks harga. Jadi, sektor industri jelas berada dalam situasi yang sangat sulit," ujar Kepala Ekonom China di ANZ, Raymound Yeung.

 

Stagflasi, hantu macam apa itu?


Stagflasi adalah istilah yang pertama kali digunakan politisi Inggris, Macleod, di tengah ekonomi yang mengalami tekanan kala itu. Ini mengindikasikan momen ketika perekonomian secara bersamaan mengalami aktivitas stagnan dan kenaikan inflasi.

Fenomena ini digunakan juga tahun 1970-an di AS. Kala itu terjadi krisis bahan bakar saat AS mengalami pertumbuhan negatif selama lima kuartal berturut-turut

Kasus China sendiri juga memperlihatkan hal demikian. Keterbatasan pasokan bahan baku, tenaga kerja, plus krisis energi membuat biaya produksi membengkak.

Inflasi tingkat produsen (Producer Price Index/PPI) China pun melonjak tajam. Pada September 2021, PPI China mencapai 10,7% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Ini adalah rekor tertinggi setidaknya sejak 1996.

Saat tekanan inflasi mulai terasa, output perekonomian malah melambat. Ini terlihat dari aktivitas manufaktur yang dicerminkan dengan Purchasing Managers` Index (PMI).

Biro Statistik Nasional China (NBS) melaporkan PMI manufaktur periode Oktober 2021 adalah 49,2. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 49,6, sekaligus jadi terendah sejak Februari 2020.

Perlu diketahui, PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Di bawah 50 berarti dunia usaha sedang berada di fase kontraksi, tidak ada ekspansi.

Padahal, manufaktur di China memiliki peranan yang sangat vital bagi perekonomian. Dalam 10 tahun terakhir, rata-rata sektor ini menyumbang 29,06% dalam pembentukan Produk Domestik Bruto.

Ancaman stagflasi di China ini, tidak bisa dianggap main-main. China adalah perekonomian terbesar kedua di dunia, nomor satu di Asia. Perlambatan ekonomi China akan membawa petaka bagi banyak negara.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar