Tax Amnesty II, Angin Surga Bagi Pengusaha yang Membingungkan

Senin, 25/10/2021 20:00 WIB
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Suryadi Sasmita (majalahpajak.net)

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Suryadi Sasmita (majalahpajak.net)

Jakarta, law-justice.co - Pengusaha dibuat bingung dengan program pengungkapan sukarela wajib pajak (PPS WP) yang tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) tidak sama dengan program pengampunan pajak (Tax Amnesty). Pengusaha menilai PPS dengan Tax Amnesty sama saja

Hal ini diungkapkan Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Suryadi Sasmita memandang UU HPP menjadi sangat positif dipandang oleh pengusaha.


"Memang ini (UU HPP) business friendly. Begitu di sidang paripurna harga saham naik dan ini sinyal positif bagi pengusaha. [...] Namun di undang-undang disebutkan PPS, bagi pengusaha lebih baik ngomong Tax Amnesty, lebih mengerti," ujarnya dalam Sosialisasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang diselenggarakan oleh Apindo, dikutip dari CNBCIndonesia, Senin (25/10/2021).


"Tidak apa-apa itu hanya di omongan saja. Yang penting isinya sama. DJP ngomong apa, yang penting yang ikut banyak," jelas Suryadi.

Pada saat yang sama, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo menegaskan program yang diakomodir dalam UU HPP dimaknai bukan sebagai tax amnesty.

Pasalnya, kata Suryo tidak ada lagi program tax amnesty seperti yang dilaksanakan pada 2016-2017 silam. Antara program pengungkapan sukarela (voluntary disclosure program) dan tax amnesty, kata Suryo adalah program yang berbeda.

"Pemahaman pemerintah ini dimaknai bukan tax amnesty yang kedua, tapi murni program pengungkapan sukarela yang dilakukan oleh wajib pajak yang kita berikan forum dalam undang-undang ini," ujar Suryo.


Seperti diketahui, dalam program pengungkapan sukarela, pemerintah membuat dua kebijakan, berikut rinciannya:

Kebijakan I

Subjek pada kebijakan I yakni wajib pajak orang pribadi dan badan peserta tax amnesty. Dengan basis aset yaitu per 31 Desember 2015 yang belum diungkap pada saat mengikuti tax amnesty jilid I.

Peserta bisa mendapatkan tarif PPh final rendah apabila sebagian besar hartanya diinvestasikan dalam SBN/hilirisasi/renewable energi. Dengan rincian tarif PPh final yaitu:

a. 11% untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri.

b. 8% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri.

c. 6% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) dan hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA) dan energi terbarukan.

Kebijakan II

Subjek pada kebijakan ini yaitu wajib pajak orang pribadi dengan basis aset perolehan 2016-2020 yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan 2020 dengan membayar PPh Final sebesar:

a. 18% untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri.

b. 14% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri.

c. 12% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri yang diinvestasikan dalam SBN dan hilirisasi SDA dan energi terbarukan.

 

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar