Ribuan Tentara Kumpul di Utara Myanmar, PBB: Bersiap Kejahatan Massal

Minggu, 24/10/2021 13:23 WIB
Ilustrasi Militer Myanmar. (Foto: Reuters).

Ilustrasi Militer Myanmar. (Foto: Reuters).

law-justice.co - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan adanya puluhan ribu tentara yang berkumpul di Utara Myanmar. Pelapor Khusus PBB untuk Myanmar, Tom Andrews, mengatakan tentara-tentara itu baru saja dipindahkan ke daerah yang kini tengah berkonflik dan dilengkapi dengan senjata berat.

Dia khawatir akan terjadi bencana hak asasi manusia yang lebih besar lagi di Myanmar. “Kita semua terutama orang-orang di Myanmar harus siap untuk kejahatan kekejaman massal yang lebih banyak lagi. Saya sangat berharap bahwa saya salah,” kata Andrews, dikutip dari Aljazeera, Ahad (24/10/2021).

Menurut PBB, kabar itu mengindikasikan bahwa pemerintah militer kemungkinan terlibat dalam kejahatan terhadap kemanusiaan dan perang.

Seperti diketahui, lebih dari 1.100 warga sipil tewas dalam peristiwa berdarah di Myanmar akibat perbedaan pendapat. Sejak kudeta militer terjadi pada Februari lalu, lebih dari 8.000 orang telah ditangkap.

“Taktik ini digunakan oleh militer sebelum serangan genosida terhadap Rohingya di Negara Bagian Rakhine pada 2016 dan 2017,” kata Andrews.

Sekitar 740.000 orang Rohingya melarikan diri dari negara bagian Rakhine Myanmar menyusul pasukan keamanan melancarkan aksi keras pada 2017 lalu. PBB menyatakan bahwa tindakan tersebut sama dengan genosida.

Andrews mendesak negara-negara menolak mengucurkan uang terhadap militer Myanmar, senjata dan legitimasi yang diinginkan. Pembebasan tahanan yang dilakukan awal pekan ini menunjukkan bahwa tekanan terhadap Myanmar berhasil.

Menurut Andrews, pasukan Myanmar telah menelantarkan seperempat juta orang. Banyak dari mereka yang ditahan disiksa, termasuk puluhan orang yang meninggal. Dia mengatakan telah menerima laporan bahwa anak-anak juga ikut disiksa.

Pada Senin lalu, Kepala Militer Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing membebaskan lebih dari 5.000 orang yang dipenjara karena memprotes kudeta.

Langkah itu dilakukan hanya beberapa hari setelah Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) tak mengundang militer Myanmar dalam pertemuan.

Christine Schraner Burgener, utusan khusus PBB untuk Myanmar, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa dia khawatir perang saudara akan pecah di sana. “Orang-orang sekarang dilengkapi dengan iPhone dan sumber informasi utama di Myanmar adalah Facebook dan Twitter,” katanya.

“Mereka bertekad tidak menyerah. Jika mereka tidak menyerah dan sangat marah, maka kekerasan akan menciptakan lebih banyak kekerasan," kata Burgener.

(Muhammad Rio Alfin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar