PBB Bakal Kembalikan Hak Perempuan yang Direnggut di Afghanistan

Sabtu, 23/10/2021 18:00 WIB
Sekjen PBB Antonio Guterres (Reuters)

Sekjen PBB Antonio Guterres (Reuters)

Jakarta, law-justice.co - Hak Perempuan di berbagai belahan dunia banyak direnggut oleh pemerintahnya, akan tetapi Sekertaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengungkapkan pihaknya akan serius membela dan memperjuangkan hak perempuan.

Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB akan terus melanjutkan upayanya untuk membela hak-hak perempuan dan anak di semua belahan dunia, termasuk juga di Afghanistan. Untuk itu, PBB akan melanjutkan kegiatannya di negara itu dalam rangkaian upaya memajukan dan membela hak-hak perempuan.

Guterres mengatakan bahwa PBB akan mengembalikan pemberdayaan perempuan dan memastikan bahwa anak-anak dapat kembali ke sekolah.

“Di Afghanistan, kami tidak akan berhenti sampai anak perempuan dapat kembali ke sekolah, dan perempuan dapat kembali ke pekerjaan mereka, berpartisipasi dalam kehidupan publik,” ujar Guterres dalam cuitannya di Twitter, Sabtu (23/10/2021).


Semenjak Taliban menguasai Kabul pada pertengahan Agustus, anak-anak perempuan tidak diperbolehkan ke sekolah dan di beberapa wilayah para wanita harus berhenti dari pekerjaannya.

Di sidang dewan PBB, Guteres pada Jumat (22/10/2021) bersuara dengan lantang.

"Kita perlu melawan dan memutar waktu ke depan, untuk setiap wanita dan anak perempuan," katanya, seperti dikutip dari AFP.

Hak-hak perempuan, di mana pun termasuk di daerah konflik, tidak akan lagi ada yang merenggutnya. Guteres mengungkapkan, beberapa negara masih memberlakukan belenggu terhadap wanita, seperti di Myanmar, Ethiopia, Yaman, dan bagian lain dunia.

"Hak-hak perempuan dilanggar atau dihilangkan sama sekali," kata Guterres dengan nada prihatin.

"Di Mali, setelah dua kudeta dalam sembilan bulan, ruang bagi hak-hak perempuan tidak hanya menyusut, tetapi juga menutup," lanjutnya. Menegaskan bahwa hal yang sama juga terjadi di Afghanistan di mana perempuan dan anak-anak perempuan melihat pembalikan cepat dari hak-hak yang mereka capai dalam beberapa dekade terakhir, termasuk hilangnya hak mendapatkan pendidikan tinggi.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar