Nasib Singapura di Tangan RI hingga Terancam Gelap Gulita!

Jum'at, 22/10/2021 13:30 WIB
Singapura (kompas)

Singapura (kompas)

Jakarta, law-justice.co - Singapura krisis energi karena kesulitan pasokan gas di tengah lonjakan permintaan dan harga gas global. Sempat adanya gangguan impor gas dari Indonesia jadi salah satu biang keroknya.

Setidaknya ada tiga perusahaan retail listrik yang memutuskan berhenti dari bisnis listrik. Ini seiring dengan kendalanya pasokan energi seperti gas dan lonjakan harga komoditas itu serta bahan bakar lainnya.

Pekan lalu, perusahaan retail listrik independen terbesar di Singapura iSwitch dan perusahaan retail yang lebih kecil Ohm Energy memutuskan berhenti dari bisnis retail listrik. Langkah ini kemudian diikuti Best Electricity, Selasa (19/10/2021), akibat volatilitas pasar energi membuat perusahaan "tidak memiliki pilihan lain".

Sementara perusahaan lain, Union Power, mengatakan akan menghentikan sekitar 850 akun ritel sebagai bagian dari reorganisasi bisnis. Pengecer independen ini menekankan, bagaimanapun, mereka tidak akan keluar dari pasar.

Pakar industri menganggap tidak akan mengejutkan jika lebih banyak pengecer memutuskan untuk keluar. Ini, kata pengamat, karena "badai sempurna" di pasar energi global dan domestik.

Kondisi ini juga berdampak pada meningkatnya tagihan listrik kepada konsumen karena harus menanggung beban biaya produksi listrik yang tengah melonjak saat ini.

Secara keseluruhan, konsumen harus mempersiapkan diri memperoleh tagihan listrik yang lebih besar, mengingat 95% listrik Singapura dihasilkan dari gas alam impor.

Situasi di Singapura rupanya juga disebabkan oleh ketergantungan ke Indonesia. Di antaranya gangguan impor gas dari pipa gas West Natuna RI dan rendahnya pasokan gas dari Sumatera Selatan.

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK) Migas membenarkan adanya gangguan pasokan gas ini. Namun dikatakan distribusi sudah membaik.

"Distribusi gas pada September sudah mulai membaik, dibandingkan Juli yang mengalami gangguan produksi, namun belum kembali normal seperti awal tahun ini. Hal ini disebabkan penurunan laju produksi gas di salah satu lapangan" kata Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno mengutip CNBC Indonesia, Jumat (22/10/2021).

Di sisi lain, Kondisi ini juga berdampak pada meningkatnya tagihan listrik kepada konsumen karena harus menanggung beban biaya produksi listrik yang tengah melonjak saat ini.

Secara keseluruhan, konsumen harus mempersiapkan diri memperoleh tagihan listrik yang lebih besar, mengingat 95% listrik Singapura dihasilkan dari gas alam impor.

Perlu diketahui, berdasarkan data BP Statistical Review 2021, konsumsi gas alam Singapura pada 2020 sekitar 1,22 miliar kaki kubik per hari (BCFD), naik tipis dari 2019 sekitar 1,21 BCFD.Bila ekspor gas RI ke Singapura ini mencapai rata-rata 737,2 BBTUD (billion bristh thermal unit per day), maka artinya sekitar 60% pasokan gas Singapura dipasok dari RI.

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar