Ulah Oknum Polisi Viral Beruntun, Desain Goyang Kapolri atau Alami?

Jum'at, 22/10/2021 11:38 WIB
Tugas dan Wewenang Polisi di Indonesia

Tugas dan Wewenang Polisi di Indonesia

Jakarta, law-justice.co - Peneliti yang juga co-founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menilai ragam kasus yang melibatkan anggota polisi muncul berturut-turut secara alamiah.

Kata dia, fenomena itu bukan disetting oleh pihak tertentu untuk menggoyang kepemimpinan Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Menurut Fahmi, rentetan kasus yang muncul merupakan buah dari kepercayaan masyarakat yang tak kunjung membaik terhadap institusi Polri.

"Menurut saya, ini awalnya muncul secara alamiah. Di satu sisi, tingkat kepercayaan masyarakat atas kinerja kepolisian ternyata tak kunjung membaik," kata Fahmi seperti melansir cnnindonesia.com, Jumat (22/10).

Sejauh ini, ada sejumlah kasus muncul yang berawal dari media sosial. Terjadi di berbagai daerah hingga menyita perhatian publik lingkup nasional.

Fahmi menilai itu semua terjadi secara alamiah. Selain karena kepercayaan yang rendah kepada polisi, kini masyarakat juga telah menemukan saluran yang baru, yakni media sosial.

Publik lebih suka menggunakan media sosial karena kepolisian kerap kali lebih reponsif terhadap sebuah masalah jika sudah viral.

"Hal-hal itu yang kemudian membuat masyarakat mempersepsikan bahwa media sosial lebih bertenaga untuk membuatnya bisa mengakses layanan kepolisian," kata Fahmi.

"Yang pada akhirnya memunculkan lelucon `delik viral`, di mana polisi bertindak ketika sebuah masalah mencuat, tersebar luas, ramai diperbincangkan dan sentimennya cenderung negatif bagi kepolisian," sambungnya.

Akan tetapi, saluran baru masyarakat itu memiliki kekurangan yakni karena publik tidak memiliki alat klarifikasi. Polisi bisa dihakimi oleh ragam pandangan di media sosial sebelum diketahui fakta yang sebenarnya.

Berpotensi Ditunggangi

Fahmi tidak melihat ada indikasi bahwa kemunculan ragam kasus anggota polisi di media sosial diseting oleh pihak tertentu untuk memperburuk reputasi Polri atau khususnya Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Fahmi menilai semuanya muncul secara alamiah di media sosial. Akan tetapi, berpotensi ditunggangi pihak tertentu.

"Meskipun awalnya bersifat alamiah, namun tentu saja sulit untuk menjaganya tidak ditumpangi oleh kepentingan-kepentingan lain yang bersifat politis," kata dia.

Pihak yang menunggangi itu tentu bisa saja ingin memperburuk citra Polri atau Kapolri secara khusus. Itu berpotensi terjadi karena kini isu sudah menjadi konsumsi masyarakat berbagai lapisan.

Namun, Fahmi menganggap solusinya bukan pada pergantian Kapolri. Masalah yang ada di Polri, kata dia, sudah sistemik sehingga tidak bisa hanya dilakukan dengan pergantian Kapolri.

Fahmi menyatakan bahwa saat ini adalah waktu yang tepat bagi Polri terutama Listyo untuk benar-benar merealisasikan slogan Presisi.

"Kenapa saya anggap tepat? Beragam kritik dan keluhan yang tercermin di medsos itu menunjukkan adanya harapan masyarakat agar Polri menjadi lebih baik," kata Fahmi.

Fahmi menyebut Kapolri Listyo perlu minta maaf dan berterima kasih kepada publik atas kritik yang diberikan secara beruntun. Koreksi dari publik sangat bernilai harganya dalam rangka perbaikan citra Polri.

Jadi tidak sekadar meminta jajarannya agar tidak antikritik atau mencopot anggota yang melakukan kesalahan prosedur.

"Dia punya waktu yang cukup untuk mewujudkannya. Secara bertahap, tapi cepat.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar