Kritik LQ untuk Polisi yang Banting Mahasiswa & Laporan yang Ditolak

Jum'at, 15/10/2021 19:55 WIB
LQ Indonesia Lawfirm usai melaporkan perbuatan penganiayaan oknum polisi di Markas Polda Banten, Kamis (14/10/2021).

LQ Indonesia Lawfirm usai melaporkan perbuatan penganiayaan oknum polisi di Markas Polda Banten, Kamis (14/10/2021).

law-justice.co - LQ Indonesia Lawfirm menyoroti aksi sadis oknum polisi yang membanting mahasiswa saat berdemonstrasi di depan kantor Pemerintah Kabupaten Tangerang, Rabu, 13 Oktober 2021. Ketua LQ Indonesia Lawfirm, Alvin Lim, melaporkan dugaan kekerasan yang dilakukan polisi tersebut kepada Kepolisian Daerah Banten.

"Ini teknik penyerangan dalam Combat Exercise, sangat berbahaya dipraktekkan ke sipil," kata Alvin dalam keterangannya Jumat (15/10/2021).

Alvin melaporkan perlakuan sadis polisi tersebut dengan memakai pasal 351 tentang penganiayaan. Namun, saat melapor lewat SPKT Polda Banten, Alvin dan timnya ditolak oleh pihak SPKT dan atasannya Kompol Puce Sinae dengan alasan harus melapor ke Propam Polri.

Alvin mengkritik sikap kepolisian daerah. Sebab, melaporkan setiap dugaan pidana adalah hak warga negara. Menurut hukum, tindakan yang dilakukan oknum polisi tersebut sudah masuk ranah pidana. Adapun Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan adalah delik umum, yang berarti siapa saja boleh melapor tidak harus korban.

"Menurut hukum `equality before the law` yang artinya siapa saja sama di muka hukum. Nyatanya, oknum Polri dilindungi oleh aparat kepolisian lainnya sehingga `kebal hukum` dan terhindar proses pidana," kata Alvin.

Alvin mengingatkan Polri akan tugas melindungi dan mengayomi masyarakat sesuai UU Kepolisian, bukan malah bersikap anarkis dan tidak humanis.

"Salus Populi Suprema Lex Esto, masyarakat adalah hukum tertinggi. Perlakuan tidak humanis dan penyimpangan dalam moral dan etika sebagai aparat penegak hukum kepada masyarakat terutama yang menjadi korban kejahatan," jelas Alvin Lim.

LQ Indonesia mengatakan oknum Polri bukan hanya ada di Polda Banten, sebelumnya mereka juga membongkar dugaan pemerasan oknum Polda Metro Jaya dengan istilah "Lima-Kosong-Kosong".

Propam Mabes dan Polda memang memeriksa dan dengan cepat mengusut, namun yang ditindak hanyalah Panit dan penyidik yang tergolong level bawah.

"Tidak mungkin bawahan berani bertindak dan membawa nama Direktur Kriminal khusus dalam rekaman dugaan pemerasan, tanpa adanya suruhan dari atasan," ungkapnya.

Sejak LQ Indonesia Lawfirm berani membongkar praktek dugaan pemerasan di Fismondev Polda Metro Jaya di media sosial, masyarakat mulai berani pula berkeluh kesah di media sosial dan media online, dari tagar #PercumaLaporPolisi, korban penganiayaan yang dijadikan tersangka, bahkan kelakuan tidak humanis oknum Polri mulai muncul di medsos.

"Masyarakat masih cinta Polri dan percaya masih banyak polisi baik, masyarakat rindu perubahan di tubuh Polri terutama mental dan etika. Pemimpin yang baik merangkul masyarakat dan mendengarkan aspirasi masyarakat, bukan arogansi dengan tingginya kewenangan yang diberikan," kata Alvin Lim.

Alvin mengingatkan Kapolri bahwa Ombudsman, DPR, Ketua IPW, Kompolnas, Menkopolhukam Mahfud MD hingga Presiden Joko Widodo sudah meminta agar Kepolisian bisa humanis dan berani berantas oknum mafia

"Lakukan tindakan nyata segera. Pembersihan seharusnya dimulai dari oknum mafia Polri yang melindungi kriminal. Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo, tunjukkan prestasi dalam pemberantasan oknum Polri. Buktikan pimpinan Polri punya keberanian dan tegas sehingga bisa di cintai masyarakat," pungkasnya.

(Muhammad Rio Alfin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar