Jaksa KPK: Lahan Munjul Tetap Dibeli Meski Tak Bisa Tuk Rumah DP Rp 0

Jum'at, 15/10/2021 06:50 WIB
Eks Dirut Sarana Jaya menjalani sidang dakwaan kasus lahan DKI. (Andhika Prasetia/detikcom)

Eks Dirut Sarana Jaya menjalani sidang dakwaan kasus lahan DKI. (Andhika Prasetia/detikcom)

Jakarta, law-justice.co - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan hasil kesimpulan konsultan tanah atas lahan Munjul, Jakarta Timur, menyebutkan tanah tersebut tidak bisa digunakan untuk program `hunian DP 0 rupiah`.

Namun mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles, tetap membeli lahan itu dan diperuntukkan buat program rumah DP 0 rupiah.

Hal itu terungkap dalam surat dakwaan jaksa KPK yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakpus, Kamis (14/10/2021).

Awalnya, jaksa membeberkan negosiasi Yoory dengan PT Adonar Propertindo dan penandatanganan 25 PPJB atas tanah Munjul antara Yoory dan beneficial owner PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene.

Jaksa mengatakan Yoory menandatangani pembelian tanah Munjul senilai Rp 217.989.200.000 (miliar). Dari angka itu, Yoory membayar 50 persennya senilai Rp 108.994.600.000 (miliar) ke Anja Runtuwene.

Padahal, kata jaksa, kajian yang menyeluruh, seperti aspek bisnis, legal dan teknis, serta penilaian appraisal, belum dilakukan.

Jaksa mengatakan kelengkapan formalitas atas pembayaran itu baru dibuat pada 9 April 2019. Direktur PT Adonara Propertindo, Tommy Adrian, meminta bantuan staf marketing pada Konsultan Jasa Penilai Publik (KJPP) Wahyono Adi agar dibuatkan appraisal (estimasi) atas tanah Munjul dengan harga di atas Rp 7 juta per meter persegi.

Kemudian pada 12 April 2019, staf marketing KJPP Ucu Samsul Arifin membuat re-appraisal dengan analisis perhitungan tanah sebesar Rp 6.122.200 per meter persegi ternyata hasilnya lahan Munjul itu tidak bisa dikembangkan menjadi proyek `hunian DP 0 rupiah`.

"Pada tanggal 12 April 2019, Ucu Samsul Arifin membuat pre-appraisal dengan analisis perhitungan untuk harga tanah sebesar Rp 6.122.200 per meter persegi, namun untuk zonasi tanah terdiri dari zona hijau dan zona kuning, serta terdapat bidang tanah yang letaknya terpisah dan tidak memiliki akses masuk jalan utama, sehingga kesimpulannya tanah Munjul tersebut tidak bisa dikembangkan menjadi proyek `hunian DP 0 rupiah`. Laporan tersebut dalam bentuk file dikirimkan Ucu Samsul melalui aplikasi WhatsApp kepada Tommy Adrian," ungkap jaksa KPK Sisca Carolina Karubun.

Jaksa mengatakan kesimpulan yang sama disampaikan oleh tim investasi Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ). Pada Juni 2019, tim investasi juga menyampaikan 73 persen lahan di Munjul itu berada dalam zona hijau rekreasi sehingga tidak sesuai dengan peruntukan.

"Pada Juni 2019, tim investasi PPSJ menyampaikan hasil kajian kepada Terdakwa bahwa 73 persen lahan tanah Munjul yang dibeli PPSJ dari PT Adonara Propertindo tersebut berada dalam zona hijau rekreasi, jalur hijau, dan prasarana jalan sehingga tidak sesuai peruntukan sebagaimana Pasal 632 s.d. Pasal 633 Perda No 1 Tahun 2014 tentang Tata Ruang DKI Jakarta, yang pada pokoknya menyebutkan bahwa lahan berzonasi hijau tidak dapat dilakukan pembangunan apalagi menjadi rusunami (hunian vertikal)," tutur jaksa.

Atas kajian tersebut, Yoory Corneles, lanjut jaksa, memerintahkan anak buahnya bernama Indra S Arharrys dan Yadi Robby melengkapi persyaratan pembelian tanah berupa appraisal konsultan penilai agar permasalahan zona hijau dapat diatasi dan harga tanah disesuaikan dengan harga yang telah dibayarkan Sarana Jaya. Perintah itu kemudian ditindaklanjuti Indra dan Yadi.

"Indra S Arharrys dan Yadi Robby menindaklanjuti dengan mempergunakan file pre-appraisal dari Tommy Adrian yang diterima melalui aplikasi WhatsApp, selanjutnya diteruskan kepada Farouk Maurice Arzby (Junior Manager PPSJ) untuk berkoordinasi dengan Wisnu Junaidi selaku konsultan penilai sebagai bahan pembuatan appraisal resmi. Wisnu Junaidi diminta mengeluarkan target angka/harga tanah Munjul, Pondok Rangon, Jakarta Timur, dengan harga di atas Rp 5,2 juta/m2 sesuai dengan harga yang telah dibayarkan oleh PPSJ kepada Anja Runtuwene serta diminta menerbitkan laporan hasil penilaian (appraisal) bertanggal mundur (backdate)," kata jaksa.

Namun Wisnu Junaidi menolak permintaan itu karena penilaian kewajaran harga tanah Munjul hanya berada di kisaran harga Rp 2,6 juta per meter sampai dengan Rp 3 juta per meter dengan pertimbangan 25 sertifikat dan girik tanah yang sporadik (tidak berada dalam satu hamparan), lokasi lapak tanah, lanjut jaksa, juga berada di bukan jalan utama dan harga pasaran di wilayah sekitarnya.

Tak berhenti di situ, Yoory kembali memerintahkan Indra dan Yadi untuk mencari KJPP lain yang sanggup memberikan penilaian harga tanah di angka sekitar Rp 6,1 juta dan membuat tanggal laporan penilaian dibuat mundur sebelum tanggal negosiasi.

Akhirnya, disepakati menggunakan jasa KJPP Wahyono Adi selaku konsultan appraisal yang pernah dipergunakan PT Adonara Propertindo.

Yoory menunjuk Wahyono Adi pada September 2019 sebagai pelaksana penilaian/appraisal berupa tanah Munjul dengan administrasi seolah-olah pembuatan appraisal dilakukan sebelum tanggal ditandatanganinya PPJB dan pembayaran dari PPSH kepada Anja Runtuwene.

Atas perintah itu, Wahyoni kemudian membuat surat permohonan kepada Sarana Jaya yang juga dibuat tanggal mundur dan surat perjanjian kerja (SPK) yang juga dibuat tanggalnya mundur.

"Demikian pula laporan final hasil penilaian dibuat mundur pada bulan April 2019," tegas jaksa.

Menurut jaksa, laporan final hasil penilaian itu dibuatkan penilaian atas harga tanah Munjul dengan harga Rp 6,1 juta per meter persegi. Atas laporan fiktif itu, Wahyono Adi mendapat uang Rp 53.504.000.

Setelah selesai urusan laporan penilaian itu, Sarana Jaya menerima pencairan PMD dari Pemprov DKI terkait lahan itu. Pada 10 Desember 2019 Sarana Jaya menerima Rp 350 miliar dan 18 Desember 2019 Sarana Jaya kembali menerima PMD tahap II sebesar Rp 450 miliar sehingga total Sarana Jaya mendapat PMD Rp 800 miliar.

"PMD tersebut diberikan berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 1684 Tahun 2019 tanggal 9 Desember 2019 tentang Pencairan Penyertaan Modal Daerah pada Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya TA 2019, yang salah satu peruntukannya adalah untuk proyek `hunian DP 0 rupiah`," beber jaksa.

Setelah dana cair, Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Adrian meminta Yoory melakukan pembayaran tahap dua atas tanah Munjul. Kemudian Yoory membayarkan sisa 50 persennya lagi dengan cara bertahap, yaitu 20 persen dulu, kemudian sisanya 30 persen langsung dibayar.

"Terdakwa mengetahui bahwa tanah Munjul tersebut tidak akan bisa dipergunakan untuk membangun proyek `hunian DP 0 rupiah`, namun tetap menyetujui pembayaran sisa pelunasan, sehingga PPSJ mentransfer pembayaran tahap II tanah Munjul ke rekening atas nama Anja Runtuwene secara bertahap sebanyak dua kali pembayaran yang mana masing-masing ditransfer sejumlah Rp 21.798.000.000 sehingga total dua kali pembayaran itu Rp 43.596.000.000,00 (miliar).

Jaksa mengatakan total PT Adonara Propertindo menerima pembayaran dari Sarana Jaya atas lahan itu sebesar Rp 152.565.440.000 (miliar). Uang itu telah digunakan Anja Runtuwene untuk keperluan operasional perusahaan dan keperluan pribadinya.

Jaksa menyebut tanah di Munjul itu tidak memiliki manfaat karena tidak bisa digunakan sesuai tujuan telah ditetapkan dan kepemilikan atas tanah tidak pernah beralih ke Sarana Jaya. Sehingga negara merugi Rp 152 miliar.

"Bahwa pembayaran dari PPSJ atas pembelian tanah di Munjul, Pondok Rangon, tersebut tidak mempunyai nilai manfaat karena tidak bisa dipergunakan sesuai tujuan yang telah ditetapkan dan kepemilikan atas tanah tidak pernah beralih kepada PPSJ, sehingga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara/daerah yang bersifat total lost sebesar Rp 152.565.440.000," kata jaksa.

Yoory Minta PT Adonara Biayai Doorprize Sarana Jaya

Dalam surat dakwaan jaksa KPK juga terungkap Yoory Corneles meminta PT Adonara Propertindo membiayai doorprize HUT Sarana Jaya ke-37. PT Adonara pun memberikan tiga unit sepeda motor untuk doorprize Sarana Jaya.

"Bahwa pada bulan April 2019, Terdakwa meminta kepada Tommy Adrian agar PT Adonara Propertindo memberikan sejumlah uang untuk doorprize acara HUT PPSJ ke-37. Rudy Hartono menyetujui pengeluaran dana PT Adonara Propertindo untuk pembelian dua unit sepeda motor merek Honda seharga Rp 56.878.000 dan pembelian motor satu unit sepeda motor merek Yamaha seharga Rp 27.440.000," ungkap jaksa.

Atas dasar itu, Yoory Corneles didakwa Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar