Resmi Dilarang Awal 2021, Ekspor Bijih Nikel Masih Bisa Lolos ke China

Rabu, 13/10/2021 18:25 WIB
Ilustrasi Industri Nikel di Indonesia (Kompas)

Ilustrasi Industri Nikel di Indonesia (Kompas)

Jakarta, law-justice.co - Pemerintah Indonesia telah melarang ekspor bijih nikel per 1 Januari 2020 lalu. Meski sudah dilarang, nyatanya RI disebut masih kecolongan ekspor.


Hal tersebut disampaikan Ekonom Senior Faisal Basri. Dia mengatakan, meski data Indonesia menyebut tak ada lagi ekspor bijih nikel, namun berdasarkan data dari China, mereka masih mengimpor bijih nikel dari Indonesia pada 2020.

"Kalau data Indonesia gak ada ekspor, tapi China ada. Tahun 2020 juga terjadi lagi, mengulangi data tahun 2015 dan 2016," paparnya dalam "CORE Media Discussion Waspada Kerugian Negara dalam Investasi Pertambangan", dikutip Rabu (13/10/2021)

Dia mengatakan, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2020 sudah tidak ada lagi ekspor kode HS 2604 bijih nikel dan konsentrat.

Akan tetapi, General Customs Administration of China mencatat tahun 2020 lalu ada 3,4 juta ton HS 2604 impor dari Indonesia dengan nilai lebih tinggi dari 2014, yakni US$ 193,6 juta.

Dengan kurs Rp 14.577 pada tahun tersebut, diperkirakan nilai ekspornya mencapai sekitar Rp 2,8 triliun. Dari sini, menurutnya bisa dihitung potensi dari kerugian negara.

"Atau Rp 2 triliun kurs 14.577 JISDOR 2020 ini. Jadi, bisa dihitung potensi kerugian negara," ungkapnya.

Fisal juga menyoroti perbedaan data ekspor nikel RI ke China. Berdasarkan data dari International Trade Center, imbuhnya, ekspor iron and steel (HS 72) pada 2018, berdasarkan catatan China, sebesar US$ 2,9 miliar.

Akan tetapi, berdasarkan catatan Indonesia ekspor ke China hanya sebesar US$ 2,6 miliar. Dengan demikian, ada ekspor HS 72 ke China yang menurutnya tidak tercatat.

"Impor China dari Indonesia tahun 2018 US$ 2,9 miliar, tapi Indonesia mencatat hanya US$ 2,6 miliar, jadi ada yang gak kecatat di ekspor kita, ini US$ 300 juta entah under reporting, entah apa kita gak tahu," kata Faisal.

Menurutnya, ketidakcocokan data ekspor semacam ini perlu dilakukan audit secara menyeluruh.

"Kita kasih clue-nya ini loh yang harus diaudit menyeluruh," lanjutnya.

Dia menjelaskan HS 72 ini isinya sebagian besar adalah nikel jenis feronikel dan nickel pig iron (NPI), yang nilai tambahnya masih rendah yakni kisaran 25%.

"Kita lihat terjadi lonjakan tahun 2020, diklaim pak Jokowi, isinya nickel pig iron jumlahnya yang diekspor tercatat China 309,9 ribu ton, tapi yang kita catat 279,2 ribu ton, itung lagi tuh kerugian berapa," ucapnya.

Faisal menyayangkan ekspor nikel pig iron yang hampir 100% diekspor ke China, karena ekspor ke negara lain hanya selisih 0,1 ribu ton saja. Dia menyayangkan karena ini tidak digunakan untuk mendukung industri di Indonesia, tapi malah mendukung industri China. Kemudian, feronikel dia sebut 100% diekspor ke China.

Sementara Indonesia, imbuhnya, mengimpor produk-produk mahal dari China.

"Jadi untuk mendukung industrialisasi di China, karena kemurahan hati kita," sindirnya.

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar