Ketika Mafia Tanah Sudah Menyusup ke Dalam Pengadilan

Minggu, 10/10/2021 12:36 WIB
Ilustrasi palu hakim. (istimewa).

Ilustrasi palu hakim. (istimewa).

Jakarta, law-justice.co - Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menyatakan bahwa mafia tanah sudah merusak tataran hukum. Tidak hanya di tingkat penyidikan, tetapi juga ke ujung sistem peradilan, yaitu pengadilan.

Mahfud menyebut mafia hukum dulunya adalah mafia peradilan. Namun, sejak SBY memimpin RI, istilah `mafia peradilan` berubah menjadi mafia hukum karena banyak oknum pejabat di luar pengadilan yang terlibat dalam permasalahan pertanahan.

"Saya ingin menambah, istilah `mafia peradilan` itu sejak zaman Presiden SBY diganti istilahnya jadi `mafia hukum`. Karena bukan hanya pengadilan yang merusak pertanahan itu, di aparat penegak hukum yang belum ke pengadilan pun itu bermasalah, di Kejaksaan, di Kepolisian, di pemerintahan, di kantor BPN dan sebagainya, lurah, camat, dan seterusnya," ujar Mahfud dalam seminar beberapa waktu lalu.

Benarkah analisis Mahfud Md?

Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Riau, M Musa, menyebut kasus pertanahan yang muncul di persidangan sangat banyak. Peran pengawasan dan pemantauan oleh KY adalah masalah serius untuk dilakukan terhadap proses persidangan kasus-kasus pertanahan yang diperiksa dan diadili hakim di persidangan.

"Kasus pertanahan saat ini menjadi isu serius dengan pelbagai kompleksitas permasalahannya dari hulu hingga ke muara yg muncul di persidangan," kata Musa kepada wartawan, Minggu (10/10/2021).

Modus operandi dan rekayasa yang tersistem dari para oknum sejak awal kepemilikan tanah dengan dasar `menciptakan` legalitas formal kepemilikan menjadi persoalan mendasar terhadap kesejatian hak-hak tanah dari rakyat menjadi terabaikan. Akibat masifnya pergerakan mafia tanah, maka Komisi Yudisial (KY) diminta masuk memantaunya.

"Dengan demikian, Komisi Yudisial (KY) dituntut kejeliannya menilai secara integral suatu persoalan kasus pertanahan yang diadili, tidak hanya menilai realitas sikap prosedural dan perilaku formal hakim dalam proses menegakkan hukum," ucap Musa.

KY juga diharapkan lebih cerdas memahami kausalitas persoalan yang disidangkan, sehingga keterselubungan permainan dalam mengadili kasus tanah bisa terungkap.

"KY harus berani menterjemahkan fungsi pengawasannya terhadap hakim, tidak hanya menilai dari persoalan perilaku hakim yang kasat mata dalam proses peradilan untuk memahami ketercelaan perilaku hakim mengadili kasus-kasus pertanahan di daerah-daerah," kata Musa.

"Pengetahuan hukum masyarakat sangat rendah sehingga tidak menutup kemungkinan menjadi korban para `predator tanah` berkerah putih," sambung Musa.

Hal senada juga disampaikan akademisi Derita Prapti Rahayu. Di tengah carut marut isu mafia tanah yang masif terjadi di tengah masyarakat, Komisi Yudisial diminta mengoptimalkan fungsi pengawasan hakim/ pemantauan persidangan bagi kasus tanah yang terindikasi melibatkan jaringan mafia tanah.

"Fungsi pemantauan persidangan terhadap kasus mafia tanah harus dilakukan KY karena proses penyelesaiannya melibatkan lembaga peradilan. Di sisi lain KY ingin menunjukkan keberpihakannya untuk mewujudkan peradilan yang bersih dan mandiri," ujar Derita yang juga dosen Universitas Bangka Belitung itu.

Menurut Derita Prapti Rahayu, sebagai dosen dan peneliti kasus pertanahan, tantangan terbesar dalam menyelesaikan kasus pertanahan hari ini adalah memutus rantai mafia tanah di segala sektor pemerintah, termasuk lembaga peradilan.

"Dalam hal ini KY punya peran yang strategis untuk memutus mata rantai tersebut, khususnya yang terjadi di lembaga peradilan", ucap Derita.

Di sisi lain, KY telah menerima 115 laporan masyarakat terkait perkara pertanahan pada 2019-2021. Yaitu terdiri atas 42 laporan pada 2019, 38 laporan pada 2020, dan 35 laporan pada 2021.

Perkara tanah yang banyak dilaporkan ke KY didominasi penguasaan tanah tanpa hak. Hal lain berupa keberatan atas proses dan putusan pengadilan, sengketa waris, hingga sertifikat ganda.

Selain itu, sejak 2019 hingga 2021, KY menerima 23 permohonan pemantauan persidangan terkait kasus pertanahan. KY tidak bermaksud mengintervensi jalannya perkara, tetapi berupaya menjaga dan menegakkan kehormatan perilaku hakim dalam memeriksa serta memutus perkara,.

Sementara itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil menyatakan di Rawamangun, tanah milik Pertamina juga hendak digasak.

"Siapa saja korban? Korban bukan hanya masyarakat, Pertamina pak, dengar? Pertamina kasus di Pulomas, depan Pramuka, Rawamangun," ungkap Sofyan

Sofyan menjelaskan soal gugatan tanah Pertamina tersebut. Anak diplomat pun dicatut terkait tanah tersebut.

"Tanah Pertamina itu digugat, keluarga yang menggugat itu membikin statement kalau dia nggak pernah klaim itu tanah. Karena kebetulan orang yang digunakan itu anaknya salah satu diplomat duta besar kita," papar Sofyan.

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar