Heboh Bendera `HTI` di KPK, Polri Bilang Begini

Rabu, 06/10/2021 18:00 WIB
Karopnemas Polri Brigjen Rusdi Hartono (Tribunnews)

Karopnemas Polri Brigjen Rusdi Hartono (Tribunnews)

Jakarta, law-justice.co - Foto keberadaan bendera mirip lambang HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) di meja pegawai KPK menjadi sorotan publik. Foto yang menjadi viral itu disebut diambil oleh bekas petugas satuan pengamanan (satpam) KPK, Iwan Ismail.

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono tak berkomentar terkait bendera mirip HTI itu. Ia menyebut hal itu sebagai masalah internal KPK.

"Itu internal KPK, internal KPK," kata Rusdi yang notabene lulusan Akpol 1991 kepada wartawan, Rabu (6/10/2021).

Sebagai informasi, HTI merupakan salah satu organisasi terlarang di Indonesia. Kemenkumham pun telah mencabut status badan hukum ormas tersebut.

Rusdi pun meminta seluruh pihak menunggu KPK menyelesaikan temuan bendera `HTI` tersebut. Rusdi mengatakan Polri yakin KPK bisa menyelesaikan masalah itu.

"Kita tunggu saja ya penyelesaian masalah itu. Kita yakin KPK itu akan bisa menyelesaikan masalah itu," imbuh Rusdi.

Sebelumnya, heboh bendera mirip HTI yang berada di salah satu meja kerja jaksa KPK berbuntut panjang. Hal ini merembet ke persoalan Novel Baswedan dkk yang baru-baru ini dipecat imbas polemik tes wawasan kebangsaan (TWK).

Heboh bendera mirip HTI ini bermula dari beredarnya surat terbuka seorang bernama Iwan Ismail yang mengaku dipecat KPK sekitar 2 tahun lalu. Iwan mengaku saat itu bekerja sebagai pegawai tidak tetap di KPK di bagian pengamanan atau singkatnya sebagai petugas satpam.

Iwan Ismail mulai bekerja pada 14 November 2018 dan mengikuti pelatihan pengelolaan rumah tahanan dan pengawalan tahanan. Saat itu dia mengaku melihat bendera putih dengan tulisan hitam yang disebutnya sebagai bendera HTI di meja kerja pegawai KPK di lantai 10 Gedung Merah Putih.

Waktu berlalu hingga 20 September 2019 ketika KPK digoyang isu `Taliban`, Iwan Ismail mengaku mendapati bendera yang sama dan memotretnya. Iwan Ismail mengaku akan melaporkan temuannya itu, tetapi terlebih dahulu menyebarkannya ke grup WhatsApp Banser Kabupaten Bandung. Iwan Ismail sendiri mengaku sebagai anggota Banser.

Selepasnya foto yang diambil dan disebarkan Iwan Ismail menjadi viral. Buntutnya Iwan Ismail diadili secara etik oleh Pengawas Internal (PI) KPK karena saat itu Dewan Pengawas (Dewas) KPK belum dibentuk. Iwan Ismail dinyatakan melanggar kode etik berat dan dipecat.

KPK sendiri sudah memberikan penjelasan mengenai hal tersebut. Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menerangkan tindakan yang dilakukan mantan petugas satpam KPK tindakan ilegal.

Ali mengatakan pegawai tersebut sengaja menyebarkan hoaks ke pihak eksternal sehingga memperburuk citra KPK. Dengan itu, pegawai tersebut dinyatakan melakukan pelanggaran berat, sesuai dengan pasalnya.

"Sehingga disimpulkan bahwa yang bersangkutan sengaja dan tanpa hak telah menyebarkan informasi tidak benar (bohong) dan menyesatkan ke pihak eksternal. Hal tersebut kemudian menimbulkan kebencian dari masyarakat yang berdampak menurunkan citra dan nama baik KPK," kata Ali.

"Perbuatan-perbuatan ini termasuk kategori Pelanggaran Berat, sebagaimana tertuang dalam Pasal 8 huruf s Perkom Nomor 10 Tahun 2016 tentang Disiplin Pegawai dan Penasihat KPK," tambahnya.

 

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar