Komisi HAM PBB Sulit ke Papua, Pemerintah Diminta Tak Alasan Pandemi

Minggu, 03/10/2021 16:10 WIB
Kedatangan Komisi Tinggi HAM PBB ditunggu di Papua (Jubi.id)

Kedatangan Komisi Tinggi HAM PBB ditunggu di Papua (Jubi.id)

Papua , law-justice.co - Pemerintah Indonesia diminta tak menggunakan alasan pandemi COVID-19 untuk menghambat kunjungan Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia PBB ke Papua. Apalagi Indonesia telah menyelenggarakan Pekan Olahraga Nasional atau PON XX Papua pada masa pandemi COVID-19.

Hal itu disampaikan Badan Pengurus Pusat Komite Aksi United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Simion B Daby dalam keterangan pers tertulisnya, dikutip dari Jubi.id, Minggu (3/10/2021)

Daby menegaskan rakyat Papua akan menyambut baik kedatangan Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) PBB ke Papua. “Pelanggaran HAM di West Papua telah menjadi sorotan dunia. Komisi Tinggi HAM PBB telah menyurati Indonesia untuk berkunjung ke West Papua. Indonesia telah berjanji akan membuka akses ke Papua, namun belum menepati janjinya,” kata Daby.

Daby menyatakan sudah ada 83 negara yang mendesak Komisi Tinggi HAM PBB segera mengunjungi Tanah Papua. Ia meminta pemerintah Indonesia tidak menggunakan isu pandemi COVID-19 untuk menghambat kunjungan Komisi Tinggi HAM PBB ke Papua. “Indonesia beralasan dengan menggunakan pandemi COVID-19 untuk membatasi akses kunjungan Komisi Tinggi HAM PBB. Sementara Indonesia mengalihkan fokus dengan agenda seperti [revisi UU] Otonomi Khusus Papua, pemekaran, maupun Pekan Olahraga Nasional atau PON XX Papua,” kata Daby.

Dalam Sidang Umum PBB terakhir, Vanuatu kembali menyarakan kritik atas meluasnya pelanggaran HAM di Papua pada September 2021. Namun kritik Vanuatu itu diabaikan para diplomat Indonesia yang memilih untuk membantah soal adanya pelanggaran HAM di Papua.

Daby menyatakan hal itu semakin menegaskan pentingnya kunjungan Komisi Tinggi HAM PBB ke Papua, demi mendapatkan gambaran utuh tentang apa yang sebenarnya terjadi di Papua. “Pada prinsipnya rakyat Papua menyambut baik rencana kunjungan Komisi Tinggi HAM PBB ke West Papua,” tutur Daby.

Chris Dogopia selaku Sekertaris Komite Aksi ULMWP mengatakan upaya untuk mengetahui situasi riil Papua semakin sulit, karena pemerintah Indonesia terus membatasi akses bagi jurnalis asing untuk meliput di Papua.

Dogopia juga mengkritik pemadaman akses internet di Papua oleh pemerintah. “Pembatasan akses jurnalis asing ke Provinsi Papua dan Papua Barat termasuk informasi tentang upaya untuk menjamin dan mempromosikan kebebasan pers [dibarengi] kriminalisasi pencemaran nama baik dan penerapan sewenang-wenang ketentuan pidana tentang makar, informasi hoaks, dan hasutan permusuhan, untuk membatasi kebebasan berekspresi di Papua,” kata Dogopia.

“Maka dari itu, kami rakyat Papua menyatakan berterima kasih kepada Pemerintah Papua Nugini, dalam hal ini Perdana Menteri James Marape dan Pemerintah Vanuatu, dalam hal ini Bob Lounghman. Kami akan menyambut kedatangan Komisi Tinggi HAM PBB ke West Papua,” kata Dogopia.

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar