Sambut EBT, Saatnya Pemerintah Sediakan Listrik Murah untuk Rakyat

Sabtu, 02/10/2021 10:45 WIB
Ilustrasi: Petani membersihkan permukaan panel surya (solar cell) di area lahan tumpang sari miliknya di Kelurahan Karanganyar, Indramayu, Jawa Barat, Kamis (12/11/2020). (Foto: Antara/Dedhez Anggara).

Ilustrasi: Petani membersihkan permukaan panel surya (solar cell) di area lahan tumpang sari miliknya di Kelurahan Karanganyar, Indramayu, Jawa Barat, Kamis (12/11/2020). (Foto: Antara/Dedhez Anggara).

law-justice.co - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merencanakan peningkatan porsi pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) menjadi 48 persen atau 19.899 MW.

Ketentuan ini dituangkan dalam draft Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Perusahaan Listrik Negara (PLN) tahun 2021-2030. Dalam kurun waktu 10 tahun ke depan, target penambahan pembangkit mencapai 40.967 megawatt (MW) atau 41 gigawatt (GW).

Anggota Komisi Energi VII DPR RI, Mulyanto, menilai RUPTL 2021-2030 memberi ruang cukup luas bagi berkembangnya listrik berbasis EBT. Namun, meski menunjang terciptanya energi bersih, pengembangan listrik EBT berpotensi menaikkan tarif listrik bagi masyatakat.

Sebab itu, Mulyanto meminta pemerintah mengendalikan tarif listrik EBT agar tidak membebani masyarakat dengan listrik yang mahal.

"Saya khawatir dengan tambahan porsi listrik dari sumber EBT yang mencapai 52 persen dan kontribusi IPP sebesar 65 persen, harga listrik kelak dikendalikan oleh listrik mahal pembangkit swasta," kata Mulyanto dalam keterangannya, kemarin (1/9/2021).


Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS, Mulyanto. (Foto: dpr.go.id).


Setiap tahun, kontribusi Independent Power Producer (IPP) atau listrik swasta semakin mendominasi. Mulyanto mengatakan pemerintah harus mengendalikan harga listrik dari pembangkit swasta agar tetap di bawah harga biaya pokok produksi (BPP) PLN.

"Supaya tarif listrik bagi masyarakat tidak naik," ujarnya.

Untuk mengurangi dominasi swasta, hal yang dapat dilakukan adalah memilih EBT dengan teknologi terbaik serta mengembangkan kemampuan teknologi nasional yang tidak tergantung pada produk impor.

"PLTS skala besar semakin hari semakin murah. Bahkan sudah kompetitif terhadap PLTU. Jadi pemerintah harus bisa menjamin harga listrik tetap murah," katanya.

Sebelumnya, dalam Rapat Panja Listrik Komisi VII DPR RI dengan Dirjen Gatrik Kementerian ESDM dan Dirut PLN, Rabu, (29/9/2021) lalu, pemerintah menyampaikan RUPTL 2021-2030 sudah resmi disahkan.

Asumsi pertumbuhan demand dalam RUPTL 2021-2030 ini adalah sebesar 4.9 persen, lebih rendah dari asumsi demand listrik sebelumnya yaitu sebesar 7 persen.

Tambahan kapasitas baru dalam rentang waktu tersebut adalah sebesar 40.575 MW, turun dibanding dari RUPTL 2019-2028 yang sebesar 56.395 MW.

Dari tambahan kapasitas baru tersebut, kontribusi sumber EBT sebesar 52 persen, sedangkan sumber fosil sebesar 48 persen.

Mulyanto menilai RUPTL kali ini adalah yang paling green sepanjang sejarah ketenagalistrikan di Indonesia. Sebab, kontribusi listrik dari sumber EBT lebih besar daripada sumber batubara.

Hal lain yang menjadi sorotan adalah terkait sisi kelembagaan, di mana tambahan kapasitas listrik baru tersebut dikontribusi oleh IPP sebesar 65 persen dan sisanya akan dibangun oleh PLN sebesar 35 persen.

Kontribusi listrik swasta ini, kata Mulyanto, meningkat dibandingkan dengan RUPTL 2019-2028, yang hanya sebesar 56 persen.

(Muhammad Rio Alfin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar