Ini Tips Aman Gunakan Medsos Agar Tak Dipidana Menurut Pakar Hukum

Jum'at, 01/10/2021 11:02 WIB
Ilustrasi Media Sosial (ilustrasi: suara)

Ilustrasi Media Sosial (ilustrasi: suara)

Jakarta, law-justice.co - Semua pasti tahu kalau media sosial memudahkan masyarakat untuk berinteraksi dan bertukar informasi.

Mudah diakses dan cakupan yang luas tidak memungkiri terkadang media sosial bisa memberi dampak negatif.

Misalnya, beredarnya kabar bohong (hoax) hingga komentar berupa ujaran kebencian (hate speech).

Tak sekali dua kali kasus hukum terjadi karena berawal dari informasi bohong maupun komentar negatif.

Indonesia sendiri punya produk hukum sendiri untuk mengatur aktivitas mayarakat di dunia internet, yakni UU ITE.

Lantas, bagaimana cara aman bermain media sosial agar tak berujung pidana?

Advokat hukum, T Priyanggo Trisaputro membeberkan sejumlah tips bagi masyarakat untuk bermain social media dengan aman.

Menurutnya, masyarakat perlu hati-hati berkomentar pada suatu postingan di media sosial.

Ia menganjurkan masyarakat untuk tetap memeriksa kebenaran sumber postingan itu.

"Sebelum ikut komentar periksa dulu sumber postingan tersebut. Jangan latah meneruskan informasi yang belum pasti kebenarannya," ucap Angga seperti melansir Tribunnews.com.

Bila menemukan kabar hoax, masyarakat bisa melaporkannya ke pihak kepolisian.

Lalu, apabila ingin memberi informasi dari sumber lain, masyarakat harus melampirkan sumbernya.

"Jika mengutip pendapat maka sampaikan juga sumber kutipan tersebut," lanjutnya.

Selain itu, Angga juga mengingatkan soal ancaman pidana seseorang jika berkomentar hate speech di media sosial.

Ia menyebut, komentar hate speech bisa melanggar pasal 28 ayat 2 UU ITE.

Dikatakannya, ancaman sanksi pada pelaku hate speech pun bisa berupa penjara maksimal 6 tahun dan denda maksimal Rp 1 Miliar, yang termuat dalam pasal 45 A ayat 2 UU Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU ITE.

"Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)."

"Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 Miliar," lanjutnya.

Apabila hate speech ini menjurus ke diskrimasi ras dan etnis, maka pelaku bisa diberikan hukuman berlapis.

Yakni, pasal 16 jo. pasal 4 UU Penghapusan Dikriminasi Ras dan Etnis.

Pelaku bisa diancam dengan sanksi pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda paling banyak Rp 500 Juta.

"Mengenai tindakan diskriminatif ras dan etnis berupa menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang karena perbedaan ras dan etnis yang berupa perbuatan membuat tulisan atau gambar untuk ditempatkan, ditempelkan, atau disebarluaskan di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat dilihat atau dibaca oleh orang lain," ucap Ketua Young Lawyers DPC Peradi Solo itu.

Lebih lanjut, Angga menjelaskan, ada 6 macam bentuk hate speech dalam KUHP, diantaranya:

1. Menista (Pasal 310 ayat 1 KUHP)

2. Menista dengan surat (Pasal 310 ayat 2 KUHP)

3. Memfitnah (Pasal 311 KUHP)

4. Penghinaan ringan (Pasal 315 KUHP)

5. Mengadu secara memfitnah (Pasal 317 KUHP)

6. Tuduhan secara memfitnah (Pasal 318 KUHP)

Cara Melaporkan Hate Speech ke Pihak Berwajib

Angga mengingatkan, ujaran kebencian ini termasuk delik aduan, dimana yang bisa melaporkan adalah korbannya sendiri, sehingga tidak boleh diwakilkan.

"Kecuali, penghinaan tersebut ditujukan kepada kelompok, ras, suku, agama."

"Maka siapapun yang merasa ada didalamnya dapat membuat laporan," tambah dia.

Untuk melaporkan ke pihak kepolisian, korban bisa menyiapkan alat bukti terlebih dahulu.

Di antaranya, foto atau dokumen yang diunggah oleh pelaku hate speech kepadanya.

Kemudian, korban bisa mendatangi kantor polisi terdekat.

"Konsultasikan pada bagian SPKT, sampaikan apa yang sedang dialami, selanjutnya akan dibuatkan laporan polisi," tandasnya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar