Bisa Sokong APBN, RUU Pertembakauan Harus Segera Disahkan

Selasa, 28/09/2021 20:55 WIB
Ilustrasi Petani tembakau (Foto: Istimewa)

Ilustrasi Petani tembakau (Foto: Istimewa)

Jakarta, law-justice.co - Anggota Badan Legislasi DPR RI Firman Soebagyo mengatakan tembakau berpotensi untuk menyokong APBN karena memiliki potensi dari aspek ekonomi, sosial, industri dan tenaga kerja. 


Oleh karena itu, ia menilai RUU Pertembakauan perlu untuk segera disahkan supaya bisa mengatur dari hulu hingga hilirnya.


Berdasarkan data dari Bea Cukai, kata Firman target penerimaan cukai rokok melebihi target yang ditetapkan pemerintah. Pada tahun 2020, penerimaan cukai rokok Rp176,31 triliun dari target Rp173 triliun yang kemudian diturunkan lagi berdasarkan Keppres menjadi Rp170,2 triliun.

“Ini luar biasa. Artinya ini adalah merupakan penyokong APBN kita. Dana cukai ini kembali kepada petani relatif kecil, terbanyak disubsidi untuk BPJS Kesehatan. Artinya apa, orang sakit pun yang menumpang biaya pengobatan dari cukai tembakau,” kata Firman dalam diskusi bertema "Menakar Urgensi RUU Pertembakauan" di Media Center DPR, Selasa (28/09/2021).


Anggota Komisi IV DPR RI itu menuturkan Uang dari cukai rokok atau tembakau tersebut, juga dinikmati oleh dokter yang melayani pasien peserta BPJS Kesehatan sehingga uang cukai rokok itu ada feedback-nya kepada dokter.


“Nah, kalau ini mau dimatikan kita sepakat undang-undang ini kita ketok dan kita tutup tembakau, maka diam dia. Tetapi pertanyaan saya, bisa nggak mengganti penerimaan Rp170 triliun itu sumbernya dari mana?’ tuturnya.

Bukan itu saja kata Firman, tenaga kerja yang di pabrik rokok itu mau kerja dimana dan BPJS Kesehatan akan disubsidi dari mana dan kemudian juga petani tembakau alih profesi apalagi.

Firman Soebagyo juga menyinggung kampanye anti rokok atau tembakau. Ada dua 2 skenario dari kampanye anti tembakau tersebut. Pertama, dari industri farmasi kelompok Bloomberg. Mereka menggerakkan anti tembakau agar digeser kepada farmasi. Tembakau secara perlahan akan digantikan dengan tembakau sintetis dan itu sudah terjadi di industri rokok di Indonesia.

Kedua, muncul rokok liquid yang juga industri farmasi. Ini persaingan dagang menggunakan instrumen-instrumen media tertentu yang dibiayai cukup besar oleh Bloomberg untuk menghajar tembakau terus menerus.

“Rokok bertembakau dijustifikasi adalah pembunuh, maka lebih dahsyat mana asap rokok dibandingkan dengan asap mobil. Lebih dahsyat mana asap rokok dibandingkan dengan asap industry. Bahkan Presiden Amerika Joe Biden mengatakan tidak ada bukti bahwa rokok mematikan,” ujarnya.

“Oleh karena itu, kembali kepada kita apakah kita akan menutup mata bahwa tembakau ini punya potensi dari aspek ekonomi juga dari aspek sosial, industri, tenaga kerja,” sambungnya demikian.

(Givary Apriman Z\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar