Demokrat ke Kubu Moeldoko: Begal Politik Tak Pantas Bicara Hukum!

Senin, 27/09/2021 17:50 WIB
Agus Harimurti Yudhoyono dan Moeldoko (Tribun)

Agus Harimurti Yudhoyono dan Moeldoko (Tribun)

Jakarta, law-justice.co - Juru bicara Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra menjelaskan pernyataan Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), soal hukum bisa dibeli tapi keadilan tidak dengan mengaitkannya terhadap rencana menggugat AD/ART ke Mahkamah Agung.

Hal itu dilakukan setelah Demokrat kubu Moeldoko mengomentari cuitan SBY di Twitter. Partai Demokrat menegaskan kubu Moeldoko tidak pantas berbicara soal hukum setelah melakukan begal politik.

"Begal politik tidak pantas bicara hukum," ujar Herzaky, saat dihubungi, Senin (26/9/2021).

Herzaky juga menyinggung kubu Moeldoko yang sempat ditolak mentah-mentah oleh Kemenkumham lantaran melakukan hal yang tidak sesuai dengan perundang-undangan. Tak hanya itu, setelah gagal, kata dia, kubu Moeldoko juga nekat membawa persoalan AD/ART Demokrat ke pengadilan.

"Lalu, ketika ditolak mentah-mentah oleh Kemenkumham karena bukti-buktinya banyak fotokopian dan tidak ada pemilik suara sah, serta tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan, masih saja nekat membawa kasusnya ke pengadilan. Pas buat tuntutan ke pengadilan pun, ada kasus yang kemudian ditarik. Karena pengacaranya membuat surat kuasa palsu," ucapnya.

Lebih lanjut, Herzaky mengaku heran lantaran kini kubu Moeldoko kembali membicarakan keadilan dan akan membawa AD/ART Demokrat dengan menggandeng pengacara kondang Yusril Ihza Mahendra ke Mahkamah Agung. Dia menuding kubu Moeldoko tidak sadar dengan yang dilakukannya.

"Lalu, sekarang bicara mencari keadilan di pengadilan dengan menggugat AD/ART? Sebenarnya, pas ngomong begini, Rahmad dan gerombolan KSP Moeldoko ini sadar apa nggak ya? Takutnya ternyata sedang berjalan dalam tidur alias mengigau," ujarnya.

Herzaky lantas menjelaskan maksud dari pernyataan SBY yang menyebut hukum bisa dibeli, tetapi keadilan tidak. Dia menjelaskan SBY hendak mengatakan jangan sampai ada pihak yang menafsirkan hukum sesuka hati terlebih yang dekat dengan penguasa.

"Jangan sibuk memanipulasi hukum, apalagi menafsirkan hukum sesuka hati kita. Janganlah mentang-mentang kita sedang berkuasa atau memiliki akses dekat dengan kekuasaan, lalu merasa bisa semena-mena dan melakukan abuse of power. Negara kita ini negara hukum. Bukan negara kekuasaan alias sesuai dengan selera penguasa atau selera orang dekat penguasa," ujarnya.

Dia menyebut SBY bermaksud menyatakan bahwa hukum bisa dibeli tetapi keadilan masyarakat tidak bisa dibeli. Menurutnya masyarakat lah yang paham apakah suatu putusan memenuhi rasa keadilan atau tidak.

"Kalaupun ada pihak-pihak yang merasa hukum bisa dibeli, rasa keadilan masyarakat itu tidak bisa dibeli. Kita semua, masyarakat, bisa merasakan mana putusan yang memenuhi rasa keadilan, dan mana yang tidak," tuturnya.

 

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar