Kisruh Demokrat Vs Republik di Parlemen Bikin Kas AS Terkuras

Jum'at, 24/09/2021 20:45 WIB
Menteri Keuangan AS Janet Yellen (Reuters)

Menteri Keuangan AS Janet Yellen (Reuters)

Washington DC, law-justice.co - Sejak awal September, Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen terus memperingatkan adanya potensi AS tak mampu membayar utang pada bulan Oktober mendatang. Jika AS jatuh ke dalam default, konsekuensinya akan buruk.


Musababnya, Kemenkeu AS hampir kehabisan uang untuk membiayai berjalannya pemerintahan, jika batas utang AS tidak segera dinaikkan.


Kekacauan ini bermula dari berakhirnya penangguhan debt ceiling, atau batas utang AS, pada akhir bulan Juli lalu. Dikutip dari AFP, batas utang sebelumnya ditangguhkan dua tahun lalu, yakni pada 2019.


Memasuki 1 Agustus 2021, batas utang itu kembali berlaku dengan jumlah 28,4 triliun USD, atau setara dengan Rp 400.000 triliun.


Debt ceiling atau batas utang adalah kebijakan untuk membatasi total pinjaman AS. Jika jumlah pinjaman telah mencapai batas, Kongres AS memiliki dua pilihan, yaitu menaikkan batas utang atau menangguhkan hingga beberapa waktu ke depan, untuk memberi lebih banyak waktu bagi Kemenkeu AS.

Ketika pinjaman mencapai batas dan Kongres belum memutuskan nasib debt ceiling, Kemenkeu AS akan memiliki waktu terbatas untuk membiayai berjalannya pemerintahan lewat “extraordinary measures” atau kebijakan luar biasa, hingga debt ceiling kembali dinaikkan.


Tetapi, jika batasnya tidak kunjung dinaikkan, Kemenkeu dihadapkan dengan masalah besar: Kehabisan uang. Sebab, mereka tak akan memiliki izin untuk melakukan pinjaman lainnya untuk membiayai kewajiban pemerintahan AS.


Dalam suratnya kepada pimpinan Kongres AS tertanggal 8 September, Yellen mengatakan dirinya tak bisa memberitahu tanggal pasti Kemenkeu akan kehabisan uang. Tetapi, kemungkinan besar akan terjadi di bulan Oktober. “Keterlambatan yang menyebabkan kegagalan pemerintah federal untuk membayar seluruh kewajibannya berpotensi akan menyebabkan kerusakan yang parah terhadap perekonomian AS dan pasar keuangan global,” ujar Yellen.

Oleh karenanya, Yellen memohon kepada Kongres AS untuk menaikkan batas utang ini. Sebelumnya, AS selalu menaikkan debt ceiling sebelum utang melampaui batas. “AS tidak pernah tak mampu membayar utang (default). Tidak sekali pun. Default dapat memicu lonjakan suku bunga, merosotnya harga saham, dan kekacauan finansial lainnya,” tegas Yellen.


“Hampir 50 juta lansia terancam berhenti mendapatkan dana Keamanan Sosial untuk jangka waktu tertentu. Pasukan militer terancam tak digaji,” sambungnya.


Laporan dari Moody’s Analytics memperingatkan adanya kemungkinan penurunan sebesar 4% pada aktivitas ekonomi, 6 juta orang kehilangan pekerjaan, angka pengangguran mencapai 9%, dan lonjakan suku bunga pada hipotek, pinjaman konsumen, dan utang perusahaan.


Selain itu, kegagalan dalam membiayai lembaga-lembaga pemerintahan federal di atas tanggal 30 September juga dapat memicu penutupan pemerintahan sebagian.


Perselisihan Partai Demokrat dan Republikan


Masalah utang AS ini semakin menjalar akibat perselisihan Partai Demokrat dan Republikan. Demokrat, partai dengan suara mayoritas, terus mendesak Partai Republikan untuk membantu mereka menaikkan debt ceiling.


Dikutip dari Reuters, Pemimpin Minoritas Senat Mitch McConnell menyatakan dirinya menyetujui bahwa debt ceiling harus dinaikkan.


Tetapi, menurutnya, Demokrat harus melakukannya sendiri tanpa bantuan Republikan dengan menggunakan manuver yang dinamakan rekonsiliasi anggaran. Dalam kata lain, mereka menolak membantu Demokrat.


Manuver itu adalah dengan menyiasati aturan senat bahwa 60 dari 100 anggota harus menyetujui legislasi. Namun, sejauh ini Demokrat menolak melakukannya. Sebab menurutnya, suara untuk menaikkan batas utang haruslah suara bipartisan.


Bagi Republikan, menaikkan batas utang AS adalah masalah milik Demokrat akibat rencana pengeluaran senilai 3,5 triliun USD, atau Rp 50.000 triliun, untuk investasi dalam perluasan layanan sosial AS dan penanganan perubahan iklim.

Dewan Perwakilan Rakyat (House of Representatives) AS pada Rabu (22/9) telah mengesahkan rancangan undang-undang untuk membiayai pemerintahan hingga 3 Desember 2021 dan menangguhkan debt ceiling hingga akhir tahun 2022.

Nasib kelanjutan RUU itu ada di tangah Senat AS setelah DPR mengirimkannya kepada mereka. Dan pada pekan depan, Senat AS akan melakukan pemungutan suara atas RUU tersebut.


Kepala Komite Anggaran DPR AS, John Yarmuth, mengatakan hambatan parlementer ini sangat menghalangi Demokrat untuk bisa menaikkan batas utang. “Keputusan kini ada di tangan Senator McConnell. Jika ia tidak mendukung RUU ini, negara kita bisa gagal membayar utang dan pemerintahan dapat ditutup. Keputusan kini ada padanya,” tegas Yarmuth.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar