Peringati HTN 2021, Rizal Ramli Sentil Pejabat Bermental Penjajah

Jum'at, 24/09/2021 13:30 WIB
Rizal Ramli ( Foto : Istimewa)

Rizal Ramli ( Foto : Istimewa)

Jakarta, law-justice.co - Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia, Rizal Ramli mengomentari terkait masih maraknya kasus konflik agraria di Tanah Air yang tak kunjung berakhir.

Rizal menilai konflik agraria nyaris tak ada yang bisa diselesaikan secara proprosional, namun justru memberikan keuntungan kepada para pemilik modal.

"Intinya karena para pejabat kita, terutama yang terkait dengan soal tanah, yang memiliki otoritas di sektor tanah, mentalnya masih mental pejabat zaman penjajah," kata Rizal pada pidato peringatan Hari Tani Nasional (HTN) di Villa Bukit Sentul, Bojong Koneng, Bogor, Jawa Barat, Jumat (24/9/2021).

Menurutnya, catatan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), pada 2019 terjadi 279 konflik agraria, melibatkan tanah seluas 734.239 hektar dan berdampak pada 109.042 Kepala Keluarga.

Kemudian pada 2020 KPA mengungkapkan ada total 241 kasus konflik agraria. Terjadi di 359 daerah di Indonesia dengan korban terdampaknya 135.332 Kepala Keluarga (KK). Tertinggi terjadi pada sektor perkebunan (122 kasus).

Selama 5 tahun terakhir telah terjadi 2.047 konflik agraria di sektor perkebunan, kehutanan, pertambangan, pertanian, infrastruktur dan properti.

Ekonom senior ini pun meminta beberapa hal kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk menyelesaikan konflik agraria, yakni:

1. Memaklumatkan moratorium nasional penggusuran rakyat dari tanah yang dikelolanya, baik di sektor perkebunan, kehutanan, pertambangan, pertanian, infrastruktur maupun properti.

2. Mengevaluasi, memeriksa dan mengaudit terhadap semua izin peruntukan penggunaan tanah baik itu SIPPT, HGU, HGB, dll yang telah diberikan, baik masa berlakukanya maupun cara mendapatkan izin-izin tersebut.

3. Mewajibkan semua pemilik SIPPT, HGU, HGB, dll untuk mengumumkan: a) jenis dan nomer surat izin, b) luas wilayah yang diberikan izin, c) peta (denah) lokasi lahan yang diizinkan dikelola, dan memasangnya di atas plang (billboard) atau yang sejenisnya di tempat strategis agar diketahui masyarakat, khususnya penduduk/pengelola lahan yang menjadi obyek surat izin tersebut.

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar