Bantuan Sosial Tunai Rp 300.000 Dihapus September 2021, Ada Apa?

Kamis, 23/09/2021 13:30 WIB
Warga antri menunggu giliran saat penyaluran bantuan sosial tunai (BST) dari Kementerian Sosial melalui PT Pos Indonesia di kawasan Kelurahan Kembangan, Meruya, Jakarta Barat, Minggu (25/07).  Robinsar Nainggolan

Warga antri menunggu giliran saat penyaluran bantuan sosial tunai (BST) dari Kementerian Sosial melalui PT Pos Indonesia di kawasan Kelurahan Kembangan, Meruya, Jakarta Barat, Minggu (25/07). Robinsar Nainggolan

Jakarta, law-justice.co - Bantuan Sosial Tunai (BST) Rp 300.000 yang ditujukan kepada warga terdampak pandemi Covid-19 resmi dihapus terhitung September 2021. Menurut Menteri Sosial Tri Rismaharini, pihaknya memang hanya merencanakan program BST selama empat bulan sejak awal, yakni Januari-April 2021 untuk membantu masyarakat yang terdampak kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Program BST itu pun lalu dilanjutkan selama dua bulan yaitu Mei-Juni sebab ada PPKM darurat dan gerak masyarakat masih terbatas. Risma menegaskan, penyaluran BST hanya disebabkan jika terjadi kegawatdaruratan di masa pandemi Covid-19.

"Sudah, saya enggak berani. Itu emang BST penyalurannya disebabkan untuk pandemi," terang Risma dilansir dari Antara, Selasa (21/9/2021). Pada masa perpanjangan PPKM Jawa-Bali kemarin, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, sudah tidak ada lagi wilayah yang menerapkan level 4.

BST merupakan bansos yang dikeluarkan Kementerian Sosial dalam masa PPKM darurat. Besaran BST senilai Rp300 ribu yang disalurkan oleh PT Pos ke penerima bantuan. Total, sebanyak 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM) mendapat BST Covid-19. Kemensos juga memberikan bansos PPKM berupa beras untuk warga terdampak Covid-19 di Jawa-Bali pada periode Juni-Agustus lalu.

Kini, bansos Kemensos kembali pada dua program reguler yaitu Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), dan Program Keluarga Harapan (PKH). Menteri Sosial Tri Rismaharini memaparkan, strategi Kementerian Sosial mengakselerasi penanganan kemiskinan, bertumpu pada dua pilar utama yakni meningkatkan pendapatan dan mengurangi pengeluaran.

Risma menyatakan, peningkatan pendapatan dilakukan dengan menghidupkan “mesin kedua” perekonomian, dan pelakunya bisa ibu atau bapak di dalam rumah tangga. “Untuk menghidupkan `mesin kedua` bisa dilakukan dengan memberikan kesempatan kerja atau meningkatkan kemampuan kewirausahaan.

Dengan demikian, dalam keluarga tersebut pasangan suami istri sama-sama memiliki kegiatan produktif,” kata Risma dalam Rapat Kerja dengan Komite III DPD RI di Jakarta, Selasa. Dalam paparannya, Risma menyampaikan, pemerintah fokus pada program untuk menekan pengeluaran keluarga miskin dan rentan seperti pengeluaran sehari-hari yang menyangkut kebutuhan sandang, pangan dan papan.

“Di sini pemerintah mengurangi beban ekonomi melalui keberpihakan penerapan kebijakan subsidi secara proporsional dan dengan bantuan sosial yang mencakup kebutuhan pokok (sembako) dan kesehatan serta pendidikan,” kata Risma.

Demi meningkatkan pendapatan, Kemensos menghubungkan penerima manfaat yakni pemulung, gelandangan dan pengemis dengan dunia kerja, melalui peningkatan kewirausahaan sosial. Baca Juga: Ini cara cek daftar penerima bansos Kemensos di aplikasi terbaru Untuk mengurangi biaya sekolah serta perawatan kesehatan ibu hamil dan balita, Kemensos mengintervensi keluarga miskin dengan Program Keluarga Harapan (PKH).

“Dalam PKH ada komponen anak sekolah, pemeriksaan kesehatan untuk ibu hamil dan balita,” terang Risma. Di samping PKH, Program Kartu Sembako/Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) disalurkan untuk pemenuhan kebutuhan pokok. Kedua bansos memberikan bantuan dana kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

Dua strategi tersebut disusun dengan latar belakang pemikiran bahwa kebijakan percepatan penanganan kemiskinan tidak bisa berjalan tanpa titik akhir. Agar targetnya tercapai, kata Risma, Kemensos perlu menyiapkan daya ungkit program (laverage). “Kalau dia sehat dan mampu secara fisik, maka bisa diberikan akses kepada dunia kerja maupun dengan meningkatkan kemampuan vokasional,” jelas mantan Wali Kota Surabaya itu.

Risma menyebut telah mendirikan Sentra Kreasi Atensi (SKA) yang sudah berdiri di delapan balai milik Kemensos. Itu merupakan tempat bagi para Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) yang telah mendapatkan pelatihan. Di tempat itu, mereka akan diberi kesempatan memasarkan produk hasil kreasinya untuk mendirikan dan mengelola usaha seperti kafe, laundry, tata rias, salon, warung, usaha kuliner dan galeri jahit.

Problem Data Penerima Bansos

Terkait perbaikan data, Risma menyampaikan terobosan dalam meningkatkan akurasi data. Salah satunya dengan menambahkan fitur “usul” dan “sanggah” pada Aplikasi Cek Bansos. Menurutnya, aktivasi dua fitur tersebut adalah solusi dari permasalahan data selama ini, yakni adanya orang yang berhak mendapatkan bantuan tapi tidak dapat (exclusion error), dan ada yang tidak berhak tapi mendapatkan bantuan (inclusion error).

“Ini juga merupakan upaya untuk terus mendorong ketepatan penyaluran bantuan sosial,” katanya.   Cara tersebut dipercaya memberikan transparansi, khususnya kepada masyarakat yang merasa berhak mendapatkan bantuan namun tidak mendapatkan dengan mengakses fitur “usul” atau memberikan informasi bila mengetahui seseorang tidak layak namun mendapatkan bansos dengan mengakses fitur “sanggah”.

Penyaluran Tak Lagi Pakai Kartu Pada tahun mendatang, Kementerian Sosial akan melakukan uji coba penyaluran bantuan sosial (bansos) secara biometrik. "InsyaAllah tahun depan itu, uji coba di tujuh provinsi, ada beberapa kabupaten/kota," ujar Risma kepada awak media di Jakarta, Selasa. Risma menjelaskan, dalam uji coba tersebut, penyaluran bansos tidak lagi menggunakan kartu. Jika kartunya rusak, penerima manfaat boleh hanya dengan membawa identitas diri ke e-Warong.

"Nanti penjualnya men-download aplikasi kami, kemudian transaksi, jadi tidak bisa keluar minuman keras, rokok," jelas dia. Selain itu, kebijakan pemberian bansos juga akan dibedakan berdasarkan letak geografis penerima manfaaat. Untuk lokasi yang terjauh, bank akan datang ke tempat nasabah. Terobosan lain, Risma mengatakan tidak akan memaksakan bansos tersebut untuk membeli beras.

Itu terkait dengan ketimpangan harga di tiap daerah, terutama di Papua harga bahan pokok menjadi lebih tinggi. "Memang tidak semua, kenapa harus beras? Lha, kalau saya makan sagu memangnya harus dipaksa beras? Nah, itu nanti ke depan akan seperti itu," pungkasnya.

(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar