Korupsi Pajak, Begini Liciknya Angin Prayitno Rekayasa Duit Miliaran

Rabu, 22/09/2021 20:45 WIB
Eks Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Angin Prayitno Aji (Antara)

Eks Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Angin Prayitno Aji (Antara)

Jakarta, law-justice.co - Jaksa KPK mendakwa mantan Direktur pada Ditjen Pajak, Angin Prayitno Aji, menerima suap puluhan miliar rupiah. Ia diduga bersama dengan tim pemeriksa pajak memanipulasi nilai pemeriksaan pajak tiga perusahaan besar.


Nilai pajak dengan angka ratusan miliar yang seharusnya dibayarkan, menguap. Berganti dengan nilai yang jauh lebih kecil, dibumbui fee miliaran untuk Angin Prayito dkk.


Hal tersebut terungkap dalam dakwaan yang dibacakan oleh jaksa KPK. Dalam melakukan aksinya, mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak itu bekerja sama dengan Kepala Subdirektorat Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaan Ditjen Pajak Dadan Ramdani serta Wawan Ridwan; Alfred Simanjuntak; Yulmanizar; dan Febrian selaku tim pemeriksa pajak 2018-2019.


Adapun tiga perusahaan yang nilai pajaknya dimanipulasi oleh Angin dkk adalah PT Gunung Madu Plantations (GMP); PT Bank PAN Indonesia Tbk (PANIN); dan PT Jhonlin Baratama (JB). Masing-masing perusahaan itu diwakili oleh konsultan pajak dan kuasa wajib pajak bersepakat dengan Angin untuk memanipulasi nilai pajak dengan imbalan fee.

"Menerima uang yang keseluruhannya sebesar Rp 15.000.000.000 dan SGD 4.000.000 dari Aulia Imran Magribi dan Ryan Ahmad Ronas selaku konsultan pajak PT Gunung Madu Plantations (GMP), dari Veronika Lindawati selaku kuasa PT Bank PAN Indonesia (PANIN), dari Agus Susetyo selaku konsultan pajak PT Jhonlin Baratama (JB)," kata jaksa KPK saat membacakan dakwaan di PN Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (22/9/2021).


Korupsi yang dilakukan oleh Angin terbilang terstruktur. Dalam dakwaan disebutkan bahwa sejak dilantik sebagai direktur pada 20 Mei 2016, dia membuat kebijakan tertentu agar mendapatkan keuntungan dari pemeriksaan Wajib Pajak.


Dia memberitahukan kepada supervisor tim pemeriksa pajak agar saat melaporkan hasil pemeriksaan wajib pajak, harus sekaligus melaporkan fee untuk pejabat struktural (Direktur dan Kasubdit) serta untuk jatah tim pemeriksa pajak. Ia diduga mematok dari setiap fee yang didapat sebesar 50% untuk pejabat struktural dan 50% sisanya untuk jatah tim pemeriksa.


Hasilnya, selama Januari 2018 sampai dengan bulan September 2019 kebijakan itu diterapkan, tiga perusahaan besar menjadi targetnya yakni PT GMP, Bank PANIN dan PT JB.


Berikut rinciannya:

 

PT Gunung Madu Plantations

Pada Oktober 2017, Wawan Ridwan bersama Alfred Simanjuntak, Yulmanizar dan Febrian melakukan analisis risiko Wajib Pajak kepada PT Gunung Madu Plantations untuk tahun 2016. Hal ini dengan maksud untuk mencari potensi pajak dari wajib pajak sekaligus mencari keuntungan pribadi sebagaimana instruksi Angin Prayitno.


Dari analisis risiko tersebut, didapat potensi pajak atas Wajib Pajak PT Gunung Madu Plantations untuk tahun pajak 2016 sebesar Rp 5.059.683.828.


Angin Prayitno kemudian menerbitkan dan menandatangani Surat Perintah Pemeriksaan untuk PT Gunung Madu Plantations terkait tahun pajak 2016. Tim Pemeriksa Pajak yang ditunjuk ialah Wawan Ridwan selaku supervisor, Alfred Simanjuntak sebagai ketua tim, serta Yulmanizar dan Febrian sebagai anggota tim.


Tim sempat bertemu dengan Lim Poh Ching selaku General Manager Gunung Madu Plantations dengan didampingi Aulia Imran Magribi selaku Konsultan Pajak dari Foresight Consultant di kantor Ditjen Pajak pada Oktober 2017. Pertemuan terkait pembahasan awal perihal tim akan melakukan pemeriksaan lapangan.


Tim melakukan pemeriksaan lapangan PT Gunung Madu Plantations di kantornya di Lampung Tengah dilakukan pada November 2017. Tiket pesawat hingga akomodasi hotel diberikan PT GMP. Saat pemeriksaan di lapangan, tim tersebut menemukan adanya rekayasa invoice yang dikeluarkan oleh PT Gunung Madu Plantations.


Pada sekitar Desember 2017, Yulmanizar bertemu dengan Ryan Ahmad Ronas dan Aulia Imran Magribi selaku konsultan pajak PT Gunung Madu Plantations. Ryan meminta bantuan untuk merekayasa nilai pajak yang akan diterbitkan oleh Ditjen Pajak atas pemeriksaan PT Gunung Madu Plantations. Imbalannya ialah uang Rp 30 miliar yang termasuk pajak PT Gunung Madu Plantations serta fee untuk pemeriksa pajak dan pejabat struktural. "Uang sebesar Rp 30.000.000.000 untuk pembayaran pajak PT GMP beserta fee pemeriksa pajak dan pejabat struktural (all in) yang membantu proses pengurusan tersebut," kata jaksa KPK.


Dari perhitungan yang sudah direkayasa, PT Gunung Madu Plantations harus membayar pajak Rp 19.821.605.943 kepada negara.


Awalnya, fee suap yang akan diberikan ialah Rp 10 miliar. Namun, Angin Prayitno meminta lebih. Hingga akhirnya disepakati angka Rp 15 miliar. "Setelah adanya persetujuan dari Terdakwa I (Angin Prayitno), Wawan Ridwan menyampaikan kepada Yulmanizar dengan mengatakan, `Pak Dir setuju`," kata jaksa.


Uang diserahkan pada Januari 2018 di parkiran Hotel Kartika Chandra, Jakarta Selatan. Penyerahan uang dilakukan Aulia Imran Magribi melalui Yulmanizar.


Uang kemudian ditukarkan menjadi dolar Singapura sebelum dibagikan. Angin Prayitno dan Dadan Ramdani mendapat SGD 750 ribu atau setara Rp 7,5 miliar. Sisanya dibagi rata kepada Wawan Ridwan; Alfred Simanjuntak; Yulmanizar; dan Febrian.

 

Bank PANIN


Pada 2017, Wawan Ridwan bersama Alfred Simanjuntak, Yulmanizar dan Febrian melakukan analisis risiko Wajib Pajak kepada Bank PANIN. Hal ini dengan maksud untuk mencari potensi pajak dari wajib pajak sekaligus mencari keuntungan pribadi sebagaimana instruksi Angin Prayitno.


Dari hasil analisis risiko, didapat potensi pajak atas wajib pajak Bank PANIN untuk tahun pajak 2016 sebesar Rp 81.653.154.805. Tim pemeriksa pajak yang sama pun dibentuk. Wawan Ridwan selaku supervisor, Alfred Simanjuntak sebagai ketua tim, serta Yulmanizar dan Febrian sebagai anggota tim.


Tim Pemeriksa pajak itu sempat melakukan pertemuan dengan pihak Bank PANIN yang diwakili oleh Ahmad Hidayat selaku Direktur Administrasi dan Keuangan pada Desember 2017. Bank Panin melalui Tikoriaman pun menyerahkan dokumen berupa General Ledger, perhitungan bunga, perhitungan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP) kepada Tim Pemeriksa Pajak.

Dari pemeriksaan, Tim menemukan hasil temuan sementara berupa kurang bayar pajak sebesar Rp 926.263.445.392. Temuan dituangkan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) atau biasa dikenal dengan Pra SPHP (Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan) dan diberitahukan kepada pihak Bank PANIN untuk mendapatkan tanggapan.


Pihak Bank PANIN beberapa kali memberikan tanggapan melalui Tikoriaman. Akan tetapi Tim Pemeriksa pajak tidak menyetujui tanggapan dari pihak Bank PANIN.


Untuk negosiasi penurunan pajak tersebut, Bank PANIN menugaskan Veronika Lindawati. Veronika lalu meminta agar kewajiban pajak Bank PANIN di angka sekitar Rp 300 miliar saja. Ia juga menyampaikan bahwa Bank PANIN akan memberikan komitmen fee sebesar Rp 25 miliar bagi pejabat di Ditjen Pajak.


Hasilnya, nilai pajak Rp 900 miliar itu diturunkan menjadi sekitar Rp 300 miliar saja oleh tim tersebut dengan persetujuan Angin Prayitno dan Dadan. Nilai yang harus dibayarkan Bank PANIN menjadi Rp 303.615.632.843. Angin menyetujui nilai tersebut. Sisanya? menguap.


Setelah LHP terbit atas pembayaran Rp 303 miliar itu, Bank PANIN tak kunjung merealisasikan Rp 25 miliar sebagai fee. Setelah ditagih, akhirnya Veronika memberikan fee SGD 500 ribu atau setara Rp 5.266.650.000 saja kepada Wawan pada Oktober 2018.


Uang itu semuanya diberikan kepada Angin Prayitno. Namun, Angin Prayitno tidak mempermasalahkan sisa fee yang belum diberikan oleh Veronika sebesar Rp 20 miliar.


PT Jhonlin Baratama


PT Jhonlin Baratama juga menjadi perusahaan Wajib Pajak yang nilai pajaknya turut direkayasa Angin Prayitno dkk. Jhonlin Baratama merupakan anak perusahaan dari Jhonlin Group.


Wawan Ridwan dan Tim pemeriksa membuat Kertas Kerja Analisis Wajib Pajak Jhonlin Baratama. Potensi pajak tahun 2016 adalah Rp 6.608.976.659 dan tahun 2017 sebesar Rp 19.049.387.750.

Kertas kerja Analisis Wajib Pajak PT Jhonlin Baratama diajukan kepada Angin Prayitno Aji dan kemudian disetujui untuk diperiksa. Dadan Ramdani kemudian menindaklanjutinya dengan membawa usulan pemeriksaan wajib pajak Jhonlin Baratama ke Komite Pemeriksaan Tingkat Pusat. Angin Prayitno kemudian menerbitkan Instruksi pemeriksaan PT Jhonlin Baratama untuk tahun pajak 2016 dan 2017.


Meski Angin Prayitno Aji sebagai Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak digantikan Irawan pada Januari 2019, pemeriksaan tetap berlanjut. Tim Pemeriksa Pajak pun tetap seperti biasa disusun Angin Prayitno. Wawan Ridwan selaku supervisor, Alfred Simanjuntak sebagai ketua tim, serta Yulmanizar dan Febrian sebagai anggota tim.


Dalam prosesnya, Jhonlin Baratama menunjuk Agus Susetyo sebagai konsultan pajak. Ia kemudian yang menjadi perantara dari Jhonlin Baratama memberikan akomodasi pesawat hingga hotel kepada tim yang melakukan pemeriksaan lapangan di Kabupaten Tanah Bumbu, Batulicin, Kalimantan Selatan.


Agus Susetyo pun yang meminta kepada Tim untuk merekayasa pembayaran pajak oleh PT Jhonlin Baratama. Dia meminta, pajak 2016 dan 2017 hanya dibayarkan Rp 10 miliar saja.


Imbalan dijanjikan adalah Rp 50 miliar kepada Tim. Jumlah uang itu termasuk pembayaran pajak dan juga fee bagi pejabat-pejabat di Ditjen Pajak.


Hasilnya, pajak PT Jhonlin Baratama untuk tahun 2016 direkayasa menjadi kekurangan bayar Rp 70.682.283.224. Sementara untuk tahun 2017 direkayasa menjadi kelebihan bayar Rp 59.992.548.069. Sehingga jumlah kurang pajak PT Jhonlin Baratama sebesar Rp 10.689.735.155. "Padahal seharusnya sebesar Rp 63.667.534.805," kata jaksa KPK.


Setelah ketetapan pajak masa pajak tahun 2016 dan 2017 Jhonlin Baratama sebesar Rp 10.689.735.155 disepakati, uang fee pun diberikan. Pemberian terjadi bertahap dalam rentang waktu bulan Juli 2019 sampai dengan akhir September 2019 dari Agus Susetyo. Total uang yang diberikan mencapai SGD 3,5 juta atau setara lebih dari Rp 35 miliar.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar