Amnesty Desak Polisi Usut Tuntas Kematian Nakes di Kiwirok, Papua

Minggu, 19/09/2021 18:30 WIB
Kebulan asap yang berasal dari sejumlah bangunan yang dibakar KKB di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, Senin (13/9/2021)

Kebulan asap yang berasal dari sejumlah bangunan yang dibakar KKB di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, Senin (13/9/2021)

law-justice.co - Amnesty International Indonesia menyayangkan kejadian tewasnya tenaga kesehatan (Nakes) dalam sebuah serangan terhadap warga terjadi di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, Senin (13/9/2021). Polisi diminta untuk mengusut tuntas kasus tersebut.

Serangan yang tersebut mengakibatkan seorang perawat meninggal dunia, empat perawat lainnya luka-luka, satu perawat dilaporkan hilang, dan 300 Nakes lainnya diungsikan.

Menurut keterangan Polres Pegunungan Bintang, korban meninggal dunia bernama Gabriella Meilani. Dia jatuh ke jurang saat menyelamatkan diri dari serangan tersebut bersama seorang rekannya yang bernama Kristina Sampe. Namun Kristina ditemukan petugas Gabungan TNI-Polri dalam keadaan selamat.

Polres menyebut bahwa kelompok bersenjata melakukan kontak tembak dengan aparat keamanan dan menyerang warga sipil termasuk Nakes yang sedang melayani masyarakat. Mereka juga menuding kelompok bersenjata membakar sejumlah fasilitas umum seperti puskesmas, sekolah, bank, dan pemukiman.

Menanggapi kematian perawat Gabriella Meilani di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, Deputi Direktur Amnesty International Indonesia Wirya Adiwena mengatakan bahwa Nakes tidak seharusnya menjadi korban konflik yang terjadi di Papua.

Tewasnya Nakes saat pandemi Covid-19 akan sangat merugikan kesehatan warga setempat.

“Kami juga sangat menyesalkan dan mengecam keras terjadinya insiden yang membuat perawat Gabriella terpaksa lari dan menyelamatkan diri. Serangan, penyiksaan, dan perbuatan yang merendahkan martabat manusia apapun, apalagi sampai yang mengarah ke pembunuhan di luar hukum tidak bisa dibenarkan. Hak untuk hidup adalah hak fundamental," kata Wirya Adiwena.

Juru bicara TPNPB-OPM Sebby Sambon mengaku bahwa pihaknya telah mengeluarkan peringatan agar warga sipil non-Papua untuk segera meninggalkan wilayah konflik bersenjata, termasuk Pegunungan Bintang.

TPNPB-OPM membantah bahwa mereka membunuh Gabriella Meilani dan melemparkannya dari jurang setinggi 400 meter. Kelompok ini juga mendesak supaya dilakukan investigasi independen dan menyeluruh yang melibatkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

“Kami mendesak negara untuk segera mengusut tuntas kematian perawat Gabriella. Semua pelaku pelanggaran HAM, baik aparat keamanan, kelompok bersenjata, maupun warga biasa yang terbukti melanggar HAM harus diadili secara terbuka, efektif, dan independen di pengadilan sipil," imbuh Wirya.

Amnesty juga meminta agar tragedi ini menjadi pertimbangan untuk Presiden Joko Widodo agar mengevaluasi pendekatan yang selama ini dilakukan dalam penanganan konflik di Papua.

“Tragedi ini seharusnya menjadi pengingat bagi Presiden Jokowi untuk mengevaluasi pendekatan keamanan yang selama ini dipraktekkan dalam menyelesaikan konflik di Papua. Selain itu, untuk mencegah siklus kekerasan yang terus berulang di Papua, negara harus segera mengakhiri impunitas yang selama ini terjadi,” ucapnya.

Sementara itu, Direktur Amnesty International Usman Hamid menambahkan, situasi Papua yang terus menerus diwarnai kekerasan tidak lepas dari rendahnya perhatian élit politik di Jakarta dalam memastikan penegakan hukum berjalan adil bagi semua pihak.

“Setiap kali ada kekerasan, setiap itu pula kita melihat negara gagal untuk melakukan investigasi secara fair dan menyeluruh, apalagi menuntut pelakunya ke pengadilan umum," kata Usman.

 

(Januardi Husin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar