Rekam Jejak Modus Edward Seky Soeryadjaya `Goreng` Saham di Asabri

Rabu, 15/09/2021 18:45 WIB
Edward Soeryadjaya (Tempo)

Edward Soeryadjaya (Tempo)

Jakarta, law-justice.co - Tim Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan sejumlah modus yang dilakukan para tersangka baru terkait Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam Pengelolaan Keuangan dan Dana Investasi oleh PT Asabri (Persero).


Ketiga tersangka baru yang ditetapkan pada Selasa malam (14/9/2021) yakni Edward Seky Soeryadjaya (EES/THS) selaku wiraswasta yang juga mantan Direktur Ortos Holding Ltd), Bety (B) selaku mantan Komisaris Utama PT Sinergi Millenium Sekuritas (eks PT Milenium Danatama Sekuritas), dan Rennier A R Latief (RARL), President Commisioner PT Sekawan Inti Pratama.

Lalu bagaimana modus mereka melakukan aktivitas investasi yang diduga merugikan keuangan negara di Asabri ini?


Sebagai informasi, periode pemeriksaan Asabri ini untuk jangka waktu tahun 2012 sampai dengan 2019.

Nilai kerugian negara yang timbul sebagai akibat adanya penyimpangan atau perbuatan melawan hukum dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi Asabri ini, selama tahun 2012 sampai dengan 2019 adalah sebesar Rp 22,78 triliun, berdasarkan hitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

 

`Goreng` Saham

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak menjelaskan bagaimana peran dan aktivitas para tersangka di kasus Asabri ini.

Dia mengatakan, sekitar tahun 2012 ada pertemuan antara Direksi Asabri dengan ESS, dan B terkait dengan rencana penjualan saham SUGI (PT Sugih Energy Tbk).

Menindaklanjuti pertemuan tersebut kemudian ESS meminta bantuan B selaku Komisaris Millenium Danatama Sekuritas dan LAC selaku Pemilik PT Millenium Capital Management untuk menjual saham SUGI, dengan kesepakatan jika B dapat menjual 1 lembar saham SUGI maka akan mendapatkan 2 lembar saham SUGI.

Atas kesepakatan ini, kemudian B yang mengelola saham SUGI aktif melakukan transaksi di antara nominee-nomineenya sendiri sehingga berhasil menaikkan harga saham SUGI.

Kemudian, B kemudian diberikan saham SUGI oleh ESS sebanyak 250.000.000.000 lembar yang transaksinya dilakukan secara Free Of Payment (FOP) melalui Nominee ES di Millenium Danatama Sekuritas.

Selama tahun 2013 sampai dengan tahun 2015 setelah berhasil menaikkan harga saham SUGI melalui nominee-nomineenya di Millenium Danatama Sekuritas, kemudian B menjual saham SUGI kepada Asabri.

"Oleh karena saham SUGI tidak memiliki fundamental yang baik dan bukan merupakan saham yang likuid sehingga mengalami penurunan harga," kata Leonard, dalam keterangan resminya, Selasa (14/9/2021).

 

Usai `Goreng`, Saham Dialihkan Jadi Underlying Reksa Dana

 

Pada saat saham SUGI mengalami penurunan harga sampai Rp. 140/saham, kemudian Asabri bekerjasama dengan 4 Manajer Investasi untuk memindahkan saham SUGI dari portofolio saham Asabri menjadi underlying portofolio reksa dana milik Asabri.

Sejumlah produk reksa dana tersebut yakni Reksa Dana Guru, Reksa Dana Victoria Jupiter, Reksa Dana Recapital Equity Fund, Reksa Dana Millenium Balanced Fund dan Reksa Dana OSO Moluccas Equity Fund tidak dengan harga pasar wajar tetapi dengan harga perolehan.

Sisa saham SUGI yang masih ada di portofolio saham Asabri kemudian dijual di bawah perolehan (cutloss) pada PT Tricore Kapital Sarana.


`Goreng` Saham IPO


Leonard menjelaskan peran dari tersangka kedua yakni Bety. Secara kronologi, kejadian ini berawal saat PT Bumi Citra Permai, Tbk (BCIP) melakukan penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) di akhir tahun 2009.

Sebagai informasi, saat ini saham BCIP masih tercatat di BEI dengan kode saham BCIP dengan harga per Rabu ini (15/9) di Rp 62/saham, terkoreksi 5%.

Saat itu, kata Leonard, Grup Millenium (Bumi Citra Investindo, Reksa Dana Millenium Berkembang, Reksa Dana Millenium Equity, Millenium Equity Growth Fund, PT Millenium Danatama Indonesia dan Reksa Dna Millenium Dynamic Equity Fund) memiliki saham BCIP sebanyak 61%, dan Komisaris Utama PT BCIP adalah Tahir Ferdian yang merupakan mertua dari B sehingga saham BCIP dikendalikan oleh B.

B selaku pengendali saham BCIP menawarkan saham BCIP kepada Asabri melalui IWS (salah satu tersangka Asabri, Kepala Divisi Investasi Asabri periode 2012-2017, dan sudah meninggal dunia 31 Juli 2021).

Saat itu IWS bersepakat dengan B bahwa Asabri akan membeli saham BCIP dengan catatan apabila mengalami penurunan harga maka B harus membeli kembali saham tersebut atau menggantinya dengan saham yang lebih bagus.

Pembelian perdana saham BCIP dilakukan pada tahun 2014 dan berlanjut sampai dengan tahun 2017 tanpa adanya penawaran dari emiten BCIP dan tanpa dilakukan analisa atas saham BCIP oleh Divisi Investasi Asabri, dalam melakukan transaksi saham BCIP dilakukan melalui pasar negosiasi.

Bahwa pembelian saham BCIP dilakukan pada saat harga tinggi baik langsung dibeli untuk menjadi underlying portofolio saham Asabri maupun dibeli langsung oleh reksa dana-reksa dana/manajer investasi yang mengelola investasi Asabri atau dijual terlebih dahulu kepada pihak ketiga (Atrium Asia Capital Partners Pte Ltd) kemudian pihak ketiga menjual kembali secara negosiasi kepada reksa dana/manajer investasi yang mengelola investasi Asabri.

Lebih lanjut, kata Leonard, pada tahun 2017 ketika Saham BCIP mengalami penurunan harga kemudian Asabri memindahkan saham BCIP dari portofolio saham Asabri menjadi underlying Reksa Dana Millenium Balanced Fund dan Reksa Dana MAM Dana Berimbang Syariah dengan menggunakan harga perolehan atau lebih tinggi dari harga perolehan.

 

`Goreng` Saham SIAP

Berikutnya peran dari tersangka ketiga yakni Rennier A R Latief (RARL), President Commisioner PT Sekawan Inti Pratama.

Sebagai catatan, Sekawan sempat tercatat di BEI dengan kode saham SIAP, tapi kemudian BEI resmi menghapus pencatatan efek saham SIAP pada Senin (17/6/2019).

Leonard mengatakan, SIAP melakukan penawaran perdana saham pada tahun 2008, kemudian pada tahun 2014 melakukan Penawaran Umum Terbatas I dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (atau rights issue) sehingga sejak saat itu Fundamental Resources menguasai 99,74 % saham SIAP.

Bahwa RL (Rennier Latief) merupakan beneficial owner (pemilik manfaat terakhir) dari Fundamental Resources dan PT Indo Wana Bara Mining Coal (IWBMC).

Bahwa setelah Penawaran Umum Terbatas I kemudian Fundamental Resources melakukan mutasi saham kepada pihak-pihak yang terafiliasi dengannya diantaranya kepada PT Evio Securities dengan instruksi Delivery Free Of Payment (DFOP).

Transaksi baik jual maupun beli saham SIAP dilakukan diantara anggota Group RL melalui PT Evio Securities sehingga terjadi binit up atas saham dan terjadi wash sale sehingga seolah-olah terjadi pergerakan harga saham.

Saham SIAP pernah dihentikan sementara perdagangannya/suspensi oleh BEI pada tanggal 24 September 2014 dan 6 Februari 2015 sehingga saham SIAP sebenarnya tidak layak untuk di Investasikan.

Di Asabri, pada tahun 2014 sampai dengan 2015, walaupun tanpa dibuatkan analisis terkait pembelian saham SIAP oleh Divisi Investasi tetapi tetap melakukan pembelian saham SIAP melalui PT Evio Sekuritas melalui di pasar negosiasi dengan harga Rp. 170/lembar sampai dengan Rp. 415/lembar.

"Pembelian saham SIAP pada bulan Desember 2014 dilakukan pada saat harga tinggi karena setelah itu mengalami penurunan harga," kata Leonard, dalam siaran pers, Selasa (14/9/2021).

Status Tersangka

Leonard mengatakan Edward juga sudah berstatus terpidana kasus lain yakni kasus Dana Pensiun (Dapen) Pertamina dan saat ini ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A, Salemba Jakarta Pusat.

Bety juga berstatus terpidana kasus Dana Pensiun Pertamina dan saat ini ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas II A, Tanggerang.

Sementara itu, tersangka Rennier Latief saat ini juga berstatus terdakwa perkara Danareksa, saat ini ditahan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar