Lili Diultimatum MAKI: Mundur dari KPK atau Dilaporkan ke Kejagung!

Selasa, 14/09/2021 21:15 WIB
Boyamin Saiman. Deni Hardimansyah

Boyamin Saiman. Deni Hardimansyah

Jakarta, law-justice.co - Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengultimatum Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Dia meminta Lili untuk mundur dari KPK atau dilaporkan ke Kejaksaan Agung (Kejagung).


Ultimatum MAKI ini terkait dengan pelanggaran etik Lili Pintauli yang terindikasi pidana. Dewas KPK yang menyatakan Lili melanggar etik berat karena berkomunikasi dan menekan pihak yang berperkara di KPK serta menggunakan pengaruhnya untuk kepentingan pribadi. Perbuatan Lili berkomunikasi dengan pihak berperkara mempunyai implikasi pidananya. "Terkait dengan Bu Lili saya masih memberikan kesempatan untuk memundurkan diri kira-kira ya sampai Desember, eh November saja saja lah. Tapi, kalau November belum memundurkan diri, saya akan menempuh pelaporan juga ke Kejaksaan Agung," kata Boyamin di Gedung KPK, Selasa (14/9/2021).

Boyamin menyatakan, Kejagung berwenang untuk menangani kasus macam ini. "Karena, di Pasal 30 Undang-Undang Kejaksaan itu juga bisa menangani tindak pidana yang diatur Undang-Undang Khusus, nah buktinya menangani korupsi bisa kan Kejaksaan, khusus," kata dia.


Boyamin mengatakan, dia akan melaporkan Lili atas dugaan melanggar Pasal 36 juncto Pasal 65 UU KPK.


Adapun bunyi Pasal 36 UU Nomor 30 Tahun 2002, yakni Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dilarang:


a. mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan apa pun;


Bila melanggar, maka ada konsekuensi pidana yang bisa diterapkan, yakni ancaman maksimal 5 tahun penjara. Hal itu diatur dalam Pasal 65, berikut isinya:


Setiap Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.


Kedua pasal di atas tidak diubah dalam UU baru KPK yakni UU Nomor 19 Tahun 2019.

"Kalau saya ke sana, saya bikin laporan ke Kejaksaan Agung kan tidak terlalu formal LP, kan gitu. Jadi, apa pun diterima seperti ini, dan nanti kalau tidak ditangani selama tiga bulan saya akan gugat praperadilan, pasti begitu," kata dia.


Boyamin berharap Kejagung bisa mengusut perkara ini. Dia menilai, sudah saatnya kontrol terhadap KPK dilakukan oleh Kejagung. "Saya berharap Kejaksaan Agung juga bisa mengontrol KPK ini. Ada yang enggak benar ya gantian. Kan dulu kejaksaan ada yang enggak benar dikontrol di sini, ya saya berharap Kejaksaan agung bukan balas dendam tapi imbang-imbangan gitu loh," ucap dia.


Sebelumnya, Lili juga sudah dilaporkan oleh ICW ke Bareskrim Polri. Laporannya sama, menindaklanjuti putusan Dewas terkait Lili. Namun demikian, Bareskrim mengisyaratkan tak menangani kasus tersebut dan akan melimpahkannya ke KPK. Sebab Bareskrim menilai itu bukan domain mereka.


Terkait ini, Lili Pintauli belum memberikan tanggapannya.


Pelanggaran Etik Lili Pintauli


Lili Pintauli dinyatakan bersalah melanggar etik terkait dua hal. Menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi serta berhubungan langsung dengan pihak yang perkaranya ditangani KPK.


Pertama, ia menggunakan pengaruhnya untuk membantu adik iparnya. Salah satunya dengan meminta bantuan M Syahrial.


Kedua, ia berkomunikasi dengan Syahrial membahas kasus. Lili Pintauli memberi tahu bahwa Syahrial mempunyai kasus di KPK. Tak hanya itu, ia bahkan memberikan nomor pengacara sebagai bantuan untuk Syahrial.


Terkait pelanggaran ini, Dewas menjatuhkan sanksi pemotongan gaji pokok 40% selama setahun. Namun, vonis itu dinilai kurang. Sebab, pemotongan itu hanya setara Rp 1,8 juta per bulan.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar