Tak Cuma Rocky, Sentul City Juga Klaim Tanah Warga Tak Bersengketa

Sabtu, 11/09/2021 17:10 WIB
Sentul City Vs Rocky Gerung (Net)

Sentul City Vs Rocky Gerung (Net)

Bogor, Jawa Barat, law-justice.co - Seorang warga yang menggarap tanah di Kampung Cikeas, Desa Bojong Koneng, Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Abdul Hakim, kaget saat mendapatkan somasi dari PT Sentul City Tbk.


Sebab, dia yang sudah menggarap tanah seluas 4.000 meter di lokasi tersebut sejak 2008 merasa tanahnya bebas sengketa. "Yang sekarang sekarang sedang diklaim oleh PT Sentul City," kata Abdul saat ditemui di kediamannya, Sabtu (11/9/2021).


Dia bercerita, mulanya dia diajak oleh keluarga untuk membeli tanah garapan di lokasi tersebut. Dia pun sebelum membeli memastikan kelayakan lokasi dan dokumen-dokumennya beserta informasi dari warga sekitar.


Namun, dokumen dan surat yang diperoleh memang hanya sebatas lahan garapan yaitu AJB hingga surat keterangan bebas sengketa dari kepala desa setempat. "Dan terakhir saya bertemu penjual yaitu penggarap sebelum saya, yang bernama haji Andi Junaedi," kata Abdul. Andi ini penggarap tanah yang sama dengan lokasi yang dibeli hak garapannya oleh Rocky Gerung.


"Nah dari Haji Andi ini lah penggarap sebelumnya yang melepaskan hak garap sebelumnya, beliau menunjukkan dokumen-dokumen lengkap mengenai kepemilikan penguasaan lahan yang akan dijual ke saya," sambung dia.


Dia pun mengaku sudah memastikan mengenai dokumen dan tanah tersebut tak bersengketa kepada pihak desa setempat. "Kemudian ada juga keterangan tidak sengketa, yang dikeluarkan oleh RT, RW dan kepala desa setempat," kata dia.


"Kebetulan di daerah itu pada waktu itu tidak ada pengumuman bahwa lahan di sana adalah kepunyaan dari PT Sentul City, baik dari Sentul City sendiri, pihak desa maupun warga setempat," sambungnya.


Berbekal hal tersebut, ia pun mengaku yakni untuk membeli tanah garapan tersebut. Dia tidak menjelaskan berapa harga tanah yang dibelinya pada saat itu. "Jadi saya yakin kalau itu adalah tanah negara yang boleh digarap oleh siapa saja yang bersedia menggarap tanahnya. Apa lagi dikuatkan oleh keterangan kepala desa. Akhirnya saya oper alihlah garapan tersebut dari tahun 2008," ucap dia.


Semenjak itu, kata dia, lokasi tersebut ditanami beberapa jenis tanaman seperti abasiah, sengon, kayu afrika, pohon durian, rambutan, nangka, dan lainnya. Dia pun mengaku taat aturan dalam merawat lokasi tanah tersebut. "Saya setiap tahun disiplin membayar pajak bumi dan bangunan atau PBB. Bukti-bukti sudah saya pegang dari awal saya membeli sampai tahun 2021 Maret saya bayar," kata dia.


"Selama saya mengelola lahan tersebut tidak pernah sekalipun ada aparat desa atau orang Sentul City sendiri yang menginformasikan ke saya, bahwa lahan tersebut adalah milik Sentul City," ucap dia.


Sehingga, dia mengaku kurang lebih selama 13 tahun aman-aman saja menggarap tanah tersebut. Hingga akhirnya dikagetkan dengan somasi yang muncul dari Sentul City. "Namun sejak bulan Juli kemarin kami dikagetkan dengan surat somasi yang dikirimkan oleh PT Sentul mendadak sekali, kami kaget karena tidak ada apa-apa, kok tiba-tiba kami di somasi," kata dia.


"Mereka mengeklaim melakukan sosialisasi, tapi kami tidak pernah disosialisasikan, mereka hanya mengumpulkan orang di desa itu. Pohon kami sudah besar, tetangga kami sudah berdiri vila dan rumah tanpa ada apa-apa somasi dadakan. Ini tentu membuat kami syok, kami hanya berharap ada keadilan," sambung dia.


Abdul mengaku selama ini telah merawat, merapikan, membeli pupuk untuk lokasi tanah tersebut. Ketika lokasi sudah asri dengan tanaman-tanamannya, pihak Sentul City yang mengaku memiliki tiba-tiba datang. "Saya enggak tahu mereka bayar PBB atau enggak merasa punya sertifikat, pada saat persertifikatan tidak pernah ditanyakan bahwa itu tanah Sentul baik dari BPN maupun dari Sentul City, jadi agak kaget juga tiba-tiba ada klaim alas HGB dari Sentul," ucapnya.


"Saya hanya mempunyai lahan 4.000 meter di sana saya hanya berkebun, saya membelinya mengunakan warisan keluarga, dan dengan harapan bisa menjadi tempat istirahat di hari tua," ujar dia.


Penjelasan Sentul City


Dalam laman resminya, PT Sentul City mengungkapkan rencana pemanfaatan lahan di Bojong Koneng sesuai masterplan yang telah ditentukan. Mereka tengah melakukan penataan dan penguasaan aset-aset yang diklaim telah diambil oleh spekulan.


Dalam keterangan tersebut, kuasa hukum PT Sentul City, Antoni, menjelaskan setelah pihaknya melakukan pemetaan terhadap aset-aset PT Sentul City.

Ternyata terdapat beberapa bangunan bangunan liar berupa vila-vila dan atau rumah-rumah didirikan oleh bukan masyarakat asli Bojong Koneng. Dia menyebut, dalam istilah masyarakat bojong koneng, sering di sebut masyarakat berdasi. “Setelah kami lakukan pemetaan kami melakukan sosialisasi kembali kepada masyarakat berdasi tersebut tentang kepemilikan lahan yang di miliki oleh kami. Bahkan telah pula kami sampaikan somasi 1, 2 dan 3 untuk memberitahukan bahwa kami segera memanfaatkan lahan, dan agar segera membereskan diri untuk meninggalkan lahan, mereka tidak menghiraukannya. Kami minta mereka menjelaskan atas dasar alas hak apa menempati lahan lahan kami? Tidak juga direspons,” klaim Antoni.


Menurut Antoni, PT Sentul City yang memiliki hak sebagaimana yang di maksud dalam undang-undang yaitu Izin Lokasi pengembangan dan sertifikat tanah sah serta masterplan tata ruang produktif berbasis komunitas, wajib mendapatkan perlindungan hukum atas upaya-upaya yang telah PT Sentul City lakukan baik berupa sosialisasi, teguran, peringatan dan somasi somasi hingga akhirnya PT Sentul City memanfaatkan tanahnya. "Atas upaya upaya perlawanan kami pastikan akan melakukan langkah Langkah hukum guna melakukan perlindungan terhadap hak hak kami dan negara wajib melindungi dan memberikan perlindungan atas segala upaya yang akan kami lakukan," tegasnya.


Namun demikian, pihak Sentul City belum merinci izin yang mereka dapatkan sejak tahun berapa. Berikut juga tahun terbit Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang digunakan untuk meminta warga di sana maupun Rocky Gerung untuk mengosongkan tanahnya.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar