Benarkah Bahasa Arab Ciri Radikalisme & Terorisme? Ini Kata HNW

Sabtu, 11/09/2021 11:55 WIB
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) (Foto: Garudanews)

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) (Foto: Garudanews)

Jakarta, law-justice.co - Pengamat intelijen Susaningtyas Kertopati dan mantan Menteri Agama Fahrurozi mengatakan bahwa bahasa Arab sebagai cara penyebaran radikalisme dan terorisme.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) menegaskan, bahasa Arab tidak berkaitan dengan keduanya. Sebaliknya, bahasa Arab justru memberi banyak kosa kata dalam Pancasila.

Ia pun mengatakan seandainya stigma tersebut benar, masyarakat Indonesia tak mungkin diminta untuk mengamalkan Pancasila sebagai ideologi negara. Terlebih Indonesia juga merupakan negara yang memerangi terorisme dan radikalisme.

"Bukankah dalam Pancasila kata `Adil` tetap ada dalam sila kedua dan kelima. Lalu kata `rakyat` tetap ada pada sila keempat dan kelima, adab pada sila kedua, serta hikmat, musyawarah, dan wakil pada sila keempat. Padahal semua itu serapan dari bahasa Arab!" kata HNW dalam keterangannya, Sabtu (11/9/2021).

Menurutnya, terorisme dan radikalisme bertentangan dengan demokrasi yang simbolnya berada di parlemen. Sementara parlemen di Indonesia, yaitu MPR, DPR dan DPD masih menggunakan istilah dasar yang menyerap dari bahasa Arab. Istilah ini meliputi majelis, musyawarah, dewan, wakil, rakyat, serta daerah.

Menurut HNW, tuduhan dan framing tendensius tersebut patut ditolak dan dikritisi. Selain tidak sesuai dengan fakta, framing negatif tersebut juga merendahkan nilai-nilai dalam Pancasila dan kehidupan berdemokrasi.

"Jadi, apabila ada pernyataan memperbanyak bahasa Arab disebut sebagai salah satu ciri penyebaran terorisme, disadari atau tidak itu bisa jadi bentuk `teror` terhadap Pancasila dan Parlemen Indonesia yang banyak ungkapannya diserap dari bahasa Arab," ujarnya.

HNW menegaskan bangsa Indonesia juga menolak radikalisme dan terorisme. Namun, hal ini sebaiknya dilakukan berbasiskan kebenaran, bukan framing atau islamophobia. Adapun hal ini perlu disikapi secara rasional dan kritis.

"Apabila penyebaran terorisme dikaitkan dengan penyebaran bahasa Arab, lalu bagaimana dengan fakta penyebaran tindakan terorisme di Indonesia dan di dunia yang tidak terkait bahasa Arab?" katanya.

Wakil Ketua Majelis Syuro PKS ini pun menambahkan meskipun banyak orang Arab non Muslim yang menggunakan bahasa Arab, tetapi secara prinsip bahasa Arab lebih dikenal sebagai bahasa Alquran. Bahasa Arab di Indonesia juga semakin menyebar dengan banyaknya pondok pesantren dan perguruan tinggi Islam.

Selain itu, penyebaran bahasa Arab di Indonesia juga disebabkan meningkatnya jumlah calon jemaah haji dan umroh, serta pengajian di TV atau majelis taklim. Penguatan hubungan politik dan ekonomi Indonesia dengan negara-negara berbahasa Arab di Teluk/Timur Tengah juga menjadi faktor lainnya.

Dari faktor-faktor tersebut, HNW mengatakan bahasa Arab sudah diterima dan menyebar secara internasional ke banyak organisasi di tingkat global. Bahkan, bahasa Arab menjadi salah satu bahasa resmi di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Persatuan Parlemen Dunia (IPU).

 

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar