Menteri BPN: Ada Kendala Pelaksanaan Reforma Agraria yang Pro Rakyat

Sabtu, 11/09/2021 09:31 WIB
Ilustrasi Eksekusi Tanah Rakyat di Tanjung Banggai, Sulteng

Ilustrasi Eksekusi Tanah Rakyat di Tanjung Banggai, Sulteng

Jakarta, law-justice.co - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A Djalil mengungkapkan sejumlah permasalahan reforma agraria. Sebelumnya perlu diketahui, reforma agraria merupakan program pemerintah untuk menata kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah.

Dalam pelaksanaannnya, terdiri dari dua kegiatan utama yakni penataan aset dan akses. Penataan aset adalah melakukan legalisasi aset dengan memberikan bukti hak atas tanah.

Sementara penataan akses merupakan tata penggunaan atau pemanfaatan tanah yang lebih produktif disertai penataan dukungan sarana dan prasarana.  Sofyan Djalil menyampaikan, dalam pelaksanaan reformasi agraria tentu tidak bisa lepas dari kendala-kendala yang terjadi di lapangan.

Salah satunya masyarakat diberi tanah, namun tidak diberi akses ke permodalan. "Intinya masyarakat tidak memiliki kapasitas untuk memanfaatkan tanahnya," kata Sofyan,  dikutip dari laman Kementerian ATR/BPN saat Konferensi Nasional Reforma Agraria (KNRA) Tahun 2021, Kamis (9/9/2021).

Dia mengaitkan hal tersebut dengan sejarah reforma agraria di Iran. Pada 1940-an, para feodal menguasai mayoritas tanah. Masyarakat banyak yang menjadi land less, sehingga hidupnya bergantung pada tuan tanah.

Singkat cerita, pemimpin Iran menerapkan program reforma agraria dan membuat aturan bahwa tuan tanah tidak diperbolehkan membeli lahan itu lagi. Program tersebut awalnya menyenangkan petani, tetapi akhirnya membuat mereka kesulitan memberdayakan tanahnya. Karena mereka kesulitan memperoleh pupuk, bibit dan akhirnya tanah tidak produktif.

Kemudian petani pun pindah ke perkotaan tanpa pengalaman dan keahlian. Itulah akhir dari pelaksanaan reforma agraria adalah Revolusi Iran. Kembali menyinggung Indonesia, Sofyan menjelaskan semua tanah di Indonesia yang dilekati hak guna usaha (HGU) maupun hak guna bangunan (HGB) merupakan lease hold.

"Lease hold ini tidak berujung, nanti jika masa berlaku habis, ada hak perpanjangan dan pembaruan. Contoh lease hold yang benar dilakukan oleh Singapura. Di sana, lease hold diberi hak selama 99 tahun dan jika habis kembali ke negara," tutur Sofyan. Dia menilai harus ada penataan lease hold agar kembali ke negara setelah masa berlakunya habis.

Dalam hal ini bank tanah berperan untuk reforma agraria. "Tiga puluh persen tanah yang dikelola oleh bank tanah, harus digunakan untuk Reforma Agraria. Kalau di perkotaan, dapat kita pergunakan untuk rumah rakyat dan taman kota," ujar Sofyan.

Sementara untuk pedesaan, masyarakat dapat memperoleh tanah dengan terlaksananya reformasi agraria melalui bank tanah. Namun, dia menyarankan lebih baik diberikan kepada koperasi, kemudian dikelola masyarakat. "Saya yakin masyarakat kita bisa mengelola tanahnya jika mereka punya kelembagaan yang efisien," lanjutnya.

(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar