Kode Merah! Tak Cuma Pandemi, Penduduk Bumi Terancam Kesulitan Pangan

Jum'at, 10/09/2021 23:00 WIB
Es Kutub Mencair (National Geografic)

Es Kutub Mencair (National Geografic)

Jakarta, law-justice.co - Efek perubahan iklim dunia saat ini semakin terasa. Setelah laporan mengenai mencairnya es di kutub, kali ini bencana ekologis itu mulai mengancam salah satu bahan pangan utama manusia, ikan.


Mengutip China Daily, hal ini terungkap dari sebuah studi yang dilakukan oleh tim peneliti dari Australia, Amerika Serikat, Eropa dan Kanada. Dalam penelitian itu, para peneliti menyebut bahwa perubahan iklim mengubah pola migrasi banyak spesies ikan, termasuk tuna.

Bila hal ini terus terjadi, ilmuwan mengatakan jumlah biomassa hewan laut dunia akan menurun. Ini akan menjadi ancaman pangan baru.


"Pemanasan global telah mendorong perubahan signifikan dalam struktur ekosistem laut di seluruh lautan dunia," ujar Ryan Heneghan, ahli kelautan biologi di Universitas Teknologi Queensland, bergabung dalam penelitian itu.

Penelitian ini merupakan terusan dari laporan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim yang digagas oleh PBB. Sebelumnya panel itu menyebut 83% lautan dunia "sangat mungkin" akan menjadi makin panas abad ini.

"Karena itu, penting kita menemukan cara untuk lebih akurat dalam pemodelan penelitian ini," kata Heneghan.

Ancaman perubahan iklim sendiri saat ini sedang keras disuarakan. Terbaru, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menyebut bahwa dunia saat ini sedang dalam kondisi yang sangat parah. Ini disampaikan Biden kepada para korban Badai Ida di New York.

"Bencana-bencana ini tidak akan berhenti. Mereka hanya akan datang dengan frekuensi dan keganasan yang lebih banyak," ujar presiden asal Delaware itu pada Rabu (8/9/2021).

"Kita harus mendengarkan para ilmuwan dan ekonom dan pakar keamanan nasional. Mereka semua memberi tahu kita ini kode merah."

Selain itu, para peneliti ekologi dunia menyebut bahwa ada beberapa indikator lain yang menyatakan perubahan iklim yang telah menembus batasan normal. Indikator tersebut juga memasukan kualitas udara dan deforestasi.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar