Pelecehan Seksual di KPI, LBH: Suara Korban Harus Lebih Didengar!

Jum'at, 10/09/2021 19:25 WIB
Ilustrasi Pelecehan Seksual. (Fajar)

Ilustrasi Pelecehan Seksual. (Fajar)

Jakarta, law-justice.co - Pengacara Publik LBH Jakarta, Aprillia Lisa Tengker mengatakan dalam setiap penyelidikan kasus pelecehan seksual, termasuk kasus di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), masyarakat dan penegak hukum harus mempercayai korban.


Perempuan yang akrab disapa Prili itu menyatakan, hal itu harus dilakukan sampai diketahui kebenarannya. Ia menyebut dalam proses penyelidikan tersebut pernyataan-pernyataan korban sangat berharga.

Ia menjelaskan, dalam kasus kekerasan seksual, korban mempunyai tekanan berlapis dan rentan untuk bungkam. Ia menilai, ketika korban mulai berani bersuara, maka harus didengarkan meskipun melalui kuasa hukumnya.

"Dalam hal ini, coba tetap menggunakan perspektif korban dan percaya pada keterangan pihak korban," kata Prili, Jumat (10/9/2021).

"Di posisi korban, pelecehan seksual menyerang bagian dirinya yang paling privat yang membuat dia agak sulit membela diri. Apalagi di Indonesia orang-orang masih anggap kejadian yang MS alami seperti bercandaan biasa (pengacara pelaku pernah buat statement ini setauku)," imbuhnya.

Prili menyatakan, upaya mediasi damai dengan mempertemukan langsung korban dan pelaku juga seharusnya tidak dilakukan. Sebab, hal itu akan memicu dan menambah trauma korban.

Apalagi, kata Prili, dalam kasus MS, terduga pelaku adalah senior di tempat kerja. Menurutnya, secara tidak langsung akan memengaruhi relasi yang timpang antara MS dan terduga pelaku.

"Pasti memiliki relasi kuasa yg lebih besar pengaruhnya di KPI," kata Prili.

Prili menyatakan hal itu akan diperparah jika kabar KPI ikut memfasilitasi, meskipun jika korban yang meminta.

"Bahkan jika pertemuan itu dimintakan oleh korban (seperti statement kuasa hukum pelaku), tetap saja KPI sebagai tuan rumah harus paham akan hal ini," jelas dia.

Sebelumnya, beredar kabar bahwa MS mendapat tekanan untuk menadatangi kesepakatan damai. MS juga dipaksa untuk membuat rilis baru yang berisi klarifikasi atas rilis pertamanya. Dalam rilis itu MS harus memulihkan nama baik pelaku.

Semantara itu, pihak pelaku membantah memaksa korban untuk damai. KPI juga membantah memfasilitasi upaya kesepakatan damai itu.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar